Suara dentuman musik memenuhi telinga May, namun dia tetap berdiri mematung di tempat. Dia menatap pria tampan yang kini sudah berdiri di depannya—sangat dekat. May tertegun melihat sosok yang sepertinya sudah banyak berubah itu, nammun tak peduli seberapa banyak pun penampilannya berubah, May masih bisa mengenalinya dengan mudah.
May menatap mata coklat indah yang tak pernah berubah dan tak mungkin dia salah kenali. Mata tajam itu selalu menatapnya dalam diam dulu, selalu berhasil membuatnya salah tingkah. Mata itu saat ini juga kembali menatapnya dan May merasakan debaran yang sudah lama hilang.
May menghela napas untuk menenangkan diri, tapi pria tampan itu sepertinya tak ingin dia tenang. Dia melangkah maju untuk mendekati May, membuat May tak punya pilihan selain mundur. Semakin lama jarak mereka memendek secara otomatis dan May merasa seolah jantungnya akan meledak.
Deg. Jantungnya berdebar semakin kencang saat dia merasakan dinding di belakangnya, tak ada lagi jalan untuk lari. May hanya bisa berdiri gugup sambil bersandar sedekat mungkin ke tembok.
Pria di depannya sepertinya merasakan kegugupan May, namun dia sama sekali tak berniat untuk melepaskannya. Dia bahkan masih terus maju walaupun May sudah tak bisa mundur, otomatis memojokkan May ke dinding, dan membuat May menjadi semakin kacau.
May ingin mengucapkan sesuatu saat tangan yang besar dan hangat menangkup pipinya perlahan, hampir membuatnya tersedak karena kaget. May menatap mata tajam pria itu dan tanpa sengaja menahan napasnya.
Pria itu mungkin berpikir kegugupan May cukup lucu, dia tertawa pelan sambil mengusap pipi May perlahan. Sementara May, mungkin karena terlalu fokus pada pria itu, dia seolah bisa mendengar suara tawanya yang lembut di tengah dentuman musik kelab.
Semua ini membuat May semakin gugup, terlebih saat tangan itu dengan sengaja mengusap telinga May. May langsung menutup matanya karena kaget dan geli, dia tak berani lagi menatap wajah tampan pria itu.
Pria itu sepertinya senang melihat kegugupan May, senyumnya semakin dalam saat dia merasakan pipi lembut gadis itu menjadi semakin panas seiring sentuhannya. Dia mungkin sedikit menyayangkan karena tak bisa melihat betapa manisnya wajah itu saat memerah.
May tahu pria itu mencoba memainkan hatinya, ini membuatnya sedikit kesal, jadi dia berusaha sebisa mungkin untuk mendorong pria itu dan lari. Hanya saja sebelum dia bisa melakukannya, tangannya lebih dulu dicekal.
May semakin gugup saat pria itu mendorong tubuhnya perlahan ke dinding. May tertegun sesaat sebelum menatap tajam si pelaku dengan sisa keberaniannya. Untungnya ruangan itu gelap atau dia tak akan berani mengangkat wajahnya lagi. May bahkan tak bisa membayangkan betapa merah wajahnya sekarang.
“Apa yang kau inginkan?” May mendorong pria itu sekali lagi, bahkan suaranya pun bergetar.
Pria itu sepertinya menemukan kesenangan dari menggoda May, dia tersenyum nakal. Senyuman itu sangat menggoda saat dipasangkan dengan wajah tampannya dan sekali lagi membuat May tak bisa berkata-kata.
May menguatkan hatinya dan melawan sekali lagi, namun usahanya dengan cepat dipatahkan. Pria itu menahan tangannya di dinding sementara dia semakin terpojok. May menatap pria itu bingung, sama sekali tak menduga dia akan memperlakukannya seperti ini.
May juga bingung dengan sikap langsungnya, orang yang dia kenal itu hanya akan memperhatikannya dari jauh, dia tak pernah menjadi seagresif ini. Kenapa dia berubah? Atau mungkin sejak awal dia memang tak pernah mengenal dia yang sebenarnya?
May baru saja membuka mulutnya untuk bertanya saat pria itu tanpa permisi menciumnya—lagi. Ciuman kali ini lebih intens dan membuat tubuh May lemas, kekuatannya menghilang seketika. Jantung May berdebar kencang saat dia tanpa sadar mencengkram kemeja pria itu.
Ciuman itu hangat dan lembut, tapi juga menuntut, ini membuat May merasa seolah dadanya dipenuhi bunga dan sangat manis. Namun dia juga bingung, sudah terlalu lama sejak dia terakhir kali melihat pria ini, tapi saat mereka bertemu, hal pertama yang dia lakukan adalah menciumnya—dua kali.
Pria itu sepertinya meraskaan kebingungan May, dia menyudahi ciuman mereka dengan gigitan pelan di bibir bawah May. Tawa lembut terdengar saat dia melihat betapa erat tangan May menggenggam kemejanya, sebelum dia dengan penuh kasih menarik May ke dalam pelukannya.
May menyesuaikan napasnya dalam dekapan pria itu, juga mengupulkan sedikit keberanian untuk menatap wajah tampan yang kini menunduk untuk menatapnya. May tak menyadari bahwa tangannya sudah bertumpu pada pria itu. Saat May mengangkat kepalanya yang tadi tertunduk, dia bisa melihat betapa lembutnya mata pria itu saat menatapnya.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tanya May pelan sambil membuat jarak di antara mereka.
Bukannya menjawab, pria itu justru menarik May lebih dalam ke pelukannya, membuang jarak yang dengan susah payah May buat. “Bukankah seharusnya aku yang bertanya?” Dia berbisik pelan di telinga May.
Bisikan itu begitu pelan dan lembut, membuat jantung May makin tak karuan. Baiklah, ingatkan dia untuk memeriksakan jantungnya setelah ini.
“A-aku, ada sesuatu yang harus aku lakukan,” jawab May sekenanya. Dia menundukkan kepalanya lagi, menghindari mata tajam pria itu yang seolah mencoba mencari kebenaran langsung dari dasar hatinya. Selain itu menatap wajah tampan pria itu juga sangat tak baik untuk jantungnya saat ini.
Untungnya pria itu tak memaksa May. Dia memutuskan untuk tak bertanya lagi. Dia hanya menarik May agar bersandar padanya dan May tak menolak itu. Dia dengan senang hati menyandarkan kepalanya ke dada bidang pria itu, mendengarkan irama jantungnya yang memberi ketenangan.
Pria itu juga nampaknya sangat puas dengan kebersamaan mereka, tangan kokohnya memeluk erat tubuh May.
“Kau sendiri. Apa yang kau lakukan di sini, Anthony?” tiba-tiba May teringat akan hal ini.
“Menemui seseorang.” Anthony hanya menjawabnya singkat. Setelah itu keduanya memilih untuk diam dan tenggelam dalam kebersamaan yang langka.
Waktu berlalu dengan cepat dan tanpa mereka sadari hari semakin larut. May teringat dengan teman-temannya dan dengan enggan berpisah dari Anthony. Anthony pun tak menahannya, dia mencium May sekali lagi sebelum membiarkan gadis itu pergi.
Sementara itu saat May sampai di dekat mobilnya dan teman-temannya terparkir, dia bisa mendengar Lou mengumpat kesal. May terdiam sejenak sebelum tersenyum kecut—dia lupa waktu.
May baru akan berjalan mendekat saat dia melihat Lou melempar jaketnya dengan kesal ke dalam mobil dan berkata, “Aku akan masuk!”
Mereka hampir bertabrakan saat Lou berbalik dengan cepat, untungnya May cukup waspada dan mundur. Tapi kemudian dia menghadapi wajah marah Lou.
Hehe. May memasang senyumnya yang paling polos saat teman-temannya mengepungnya.
“Hey, akhirnya kau ingat untuk kembali?” Lou langsung memukul pundak May pelan.
“Maaf.” May tahu dia salah dan dia akan menerima kemarahan mereka.
“Kenapa tak mengangkat etelponmu, kau membuat kami khawatir.” Kini Jack menimpali, namun dia terlihat lega saat melihat May baik-baik saja.
“Maafkan aku.” May tersenyum meminta maaf sembari merangkul pundak Lou. Dia tahu teman-temannya khawatir dan dia bersyukur atas itu.
Setelah menerima banyak ocehan dari Lou, mereka mulai membahas apa yang mereka dapatnya. May sekali lagi menerima tatapan curiga teman-temannya. Kenapa? Karena dia tak membawa apapun. Semua bukti yang ada dikumpulkan oleh Lou.
“Sudahlah, yang penting kita sudah tahu kalau dalangnya adalah Marcus. Kita bisa menuntutnya nanti.” Lou menghela napas, dia tahu May pasti punya alasannya sendiri. Jadi semua itu berlalu dengan sangat mudah.
“Lou …” May memanggil Lou saat Jack dan Dominic sudah kembali ke mobil.
“Apa?” ketus Lou.
“Ah, tidak jadi.” May menggeleng pelan, membatalkan niatnya untuk menceritakan pertemuannya dengan Anthony tadi. Mungkin lebih baik bila Lou tak mengetahui hal itu dulu. Dia tahu betul temperamen Lou.
“Terserah kau lah.” Lou menyingkirkan tangan May yang merangkulnya, dia mungkin masih marah. May hanya bisa memasang wajah cemberutnya saat Lou melirik ke arahnya. Namun Lou tiba-tiba menghentikan langkahnya dan menatap May curiga.
“Kenapa kau?? Kau terlihat sedang senang?” tanya Lou sambilmenyipitkan mata.
May ikut berhenti dan secara otomatis menggelengkan kepalanya pelan. “Tak ada apa-apa,” jawabnya tak acuh. Keduanya lalu berjalan kembali ke mobil mereka.
Tanpa mereka sadari, sepasang mata menatap mereka dari atap kelab, dia menatap kedua gadis itu dengan tenang.
“Bos.” Seorang pria besar datang menghampiri dan menyapa orang itu, membuatnya mengalihkan pandangan dari May dan Lou.
“Kami sudah membawanya.” Pria besar itu menyeret seseorang yang sudah babak belur.
Orang yang dipanggil bos itu hanya mengangguk pelan. Dia tak banyak bicara. Dia kemudian mengeluarkan sebuah pistol dari balik jaketnya dan memasang peredam suara di pistol itu. Di detik berikutnya, dia mengarahkan pistol ke kepala pria yang sudah babak belur.
“Ada pembelaan terakhir, Marcus?” tanyanya.
Pria yang dipanggil Marcus itu menatap takut ke arahnya. “Ampuni aku bos. Ampuni aku. Aku tak akan membuat kesalahan lagi.” Dia memelas di dekat kaki pria yang dipanggil bos itu. Namun pria itu hanya diam. Tak menunjukkan pengampunannya. Detik berikutnya, di melesatkan sebuah peluru ke dalam tengkorak kepala Marcus dan membunuhnya.
“Anthony, kau sudah selesai?” Seorang wanita muncul di balik pintu.
“Ya, tunggu sebentar, Samantha,” jawab pria itu.
“Sean memintamu cepat,” ujar wanita itu sebelum berlalu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Nur Hayati
semoga Anthony bukan di sisi berlawanan dengan may...
2023-11-04
3
Nur Syah
bingung dengan alur ceritax
2023-01-01
1
Nur Syah
kapan mereka berhubungan,,,???
2023-01-01
0