"Psstt.. Ra," panggil sesorang di samping biliknya dengan berbisik. "Woi, Ra."
"What?" Jawabnya tanpa menoleh.
"Lo dari mana tadi?"
"Yee..kepo lo," sindirnya bergurau.
"Serius nie, lo dari mana?"
"Emang ada apa sih, Sis?" Tanyanya lagi, merasa risih dengan kekepoan-nya Siska, teman yang duduk di samping biliknya.
"Tadi Nyoya besar nyari'in tuh."
"Beneran, Sis." Ujarnya penasaran dan deg-degan
"Ya, iyalah, masa gue bohong," gumamnya serius
"Ngapai nyari gue, serasa buronan aja," gerutunya heran.
"Pake acara marah-marah segala lagi, setiap orang ditanyai lo pergi ke mana, dan dijawab sedang ada kerjaan di luar. Jawaban mereka gak memuaskannya, sehingga mendapat bonus omelan dari Nyonya besar sepanjang kereta api berjalan," memanggil Tiara untuk mendekat dan berbisik. "Siap-siap aja alasan yang masuk akal dan memuaskannya, kenapa lo keluar tadi, kalau kagak. Habis entar dikerjai oleh Nyonya besar," sambungnya menakut-nakuti Tiara.
Tiara meringis dan bergidik mendengarnya. Istilah yang dibuat oleh para rekan kerja sekantornya, kalau sudah dikerjain oleh Nyonya besar, dalam 2 minggu dikasih kerjaan tiada berhenti, terus ada aja alasan salah inilah, salah itulah. Banyak yang harus direvisi, dan harus makan hati, menahan setiap cercaan, omelan, amarahnya yang absurd banget. Bagi mereka yang dikerjain oleh nyonya besar, besok-besoknya mereka izin tak kerja karena sakit dicecal kerjaan terus menerus dan lembur.
"Akh... Jangan bohong deh Sis, lo sengaja kan buat nakut-nakuti. Dengernya aja horor apalagi terjadi ama gue, amit-amit jangan sampe terjadi." gerutu nya takut sambil mengetok-ngetok meja, seperti menangkal kejadian itu terjadi.
"Lah, orang jujur malah dibilangi bohong. Ngenyel nie anak," cetusnya kesel sambil menyentil keningnya.
"Akww... Sakit dodol," mengusap keningnya. "Lo..." Sambungnya terputus karena seruan sesorang yang barusan mereka omongi.
"Tiara.." Panggil suara datar yang mengejutkan Tiara dan Siska. Mereka langsung terdiam, menoleh ke sosok Nyonya besar yang mendekati mereka.
"Yang sabar yah, Ra," bisik Siska prihatin dengan nasib Tiara.
Tiara mengambil napas pelan, menggerutu dalam hati tapi masih tetap menampilkan senyum manisnya. "Iya, Bu."
"Gak usah senyum-senyum gitu, bikin saya mual." Protes Ibu Murni, Nyonya besar mereka.
Sabar.Sabar, Ra. Orang sabar rizkinya lancar, batinnya mengingatkan. "Ada yang bisa saya bantu, Bu." Katanya datar.
"Ikut saya ke kantor, bawa laporan kerja sama dengan PT. Arkasa." Ujar Bu Murni tegas dan tajam.
"Baik, Bu." Sahutnya pelan. Setelah Bu Murni pergi, lalu menghembuskan napasnya kasar, seakan dari tadi terus menahan napasnya.
Tiara heran sendiri, perasaannya Bu Murni selalu bersikap defensif dan sensi terhadapnya. Ada aja kesalahan yang diperbuatnya sehingga sering mendapat omelan, cacian dan amarahnya.
Siska sering bilang, seharusnya tindakan Nyonya besar dilaporkan kepada boss besar, Bram. Karena dirinya sudah dianggap adik sendiri oleh Bram. Tapi ia bukan termasuk orang suka mengadu, selagi masalahnya bisa dihadapi dan diselasaikan, maka dicari solusi sendiri tanpa harus meminta bantuan pada Bang Bram.
Rekan-rekan kerja satu ruangan dengannya selalu bilang, kalau Nyonya besar iri dengannya karena selalu diperlakukan berbeda oleh boss Bram karena dirinya sahabatan dengan Tasya. Setahu-nya, Bram memperlakukannya secara profesional. Memang belakangan ini sering izin keluar karena menemani Tasya, yang selalu protektiv terhadapnya. Tasya selalu tidak diperbolehkan kelayapan tanpa Tiara. Mungkin karena itu, atasannya itu merasa ia diperlakukan sama. Ia berpikir sikap Nyonya besar seperti remaja labil saja. Mungkin faktor umur yang sudah kepala 4, masih belum menikah.
Banyak yang bergosip kalau sebenarnya, Nyonya besar tertarik dengan boss Bram, dan berusaha mendekatinya. Tapi selalu ditolak, kalau dirinya menjadi bossnya itu, juga pasti akan menolak. Percuma aja wajah cantik, body seksi tapi attitude nya minus. Sebenarnya panggilan Nyonya besar bukan darinya, tapi para seniornya, yang memberi julukan. Mereka kadang gondok sendiri, dengan sikap boss cantiknya itu. Yang suka mencari kesalahan anak buahnya, ketika emosinya sedang down alias suka melampiaskan kemarahannya pada anak buahnya. Dimatanya, walaupun anak buahnya benar, masih saja tetap salah. Memang tidak beres sih sikapnya itu, mau mengadu pada Bang Bram, nanti sikap Nyonya besar semakin memusuhinya.
"Woi, Ra. Buruan gih ke sana. Jangan melamun, biar gak tambah alasan Nyonya besar buat ngomelin lo," celetuk Siska mengingatkannya yang sedang melamun.
"Ok, thanks, Sis." Mengambil berkasnya dan bergegas masuk ke ruangan bossnya.
******
Tiara menginjakkan kakinya ke dalam Rich cafe, mengambil duduk di pojokkan, sambil melihat ke luar. ia memain-mainkan sedotan minumannya, sekali-kali menyesap sambil menyuapkan cheese cake dan tiramisu cake yang telah dipesannya. Menghela napas lelah, mengingat kejadian beberapa jam tadi saat menghadap bossnya yang para karyawan memanggilnya dengan sebutan Nyonya besar.
Flashback
Dengan membawa laporan yang sudah direvisinya, menunjukan kepada Bu Murni. merasa yakin kalau laporannya sudah benar tapi dimata Bu Murni tetap salah.
"Laporan Apa ini?!" bentak Bu Murni tajam dan sinis.
"Laporan PT. Arkasa, Bu," jawabnya kalem
"Begini kamu buat laporan, anak magang aja bisa membuatnya. Nggak becus kamu bekerja, Tiara." sindirnya dingin.
Tiara menarik napas pelan. "Maaf, Bu. Bagian mana nya yang salah, nanti saya perbaiki lagi," ujarnya lembut dan mengalah.
"Ini," menunjukan nominal uang yang menunjukan angka 8 M. "Kenapa kamu menggantinya dengan 8 M, seharusnya 5 M. Jangan sok-sok kan tau, mengganti angka seenaknya." Tuduhnya tajam dan sinis.
"Bukannya sudah benar, Bu," belanya yakin. "Saya membuatnya sesuai dengan revisi dari Ibu kemarin, dan sudah di Acc juga." Melihat reaksi Bu Murni yang melotot kepadanya.
"Jadi kamu menyalahkan saya," desisnya marah.
"Bukan, Bu." Bantahnya cepat. "Saya hanya mengatakan kebenarannya, kalau untuk nominal laporan itu sudah sesuai dengan kesepakatan rapat, dan laporan ini sudah Ibu Acc juga."
Sabar..sabar, gumamnya dalam hati. Ingin sekali berteriak, membalasnya dengan kata-kata tajam juga, untuk meluapkan emosinya, yang selalu disalahkan begini. Memang setelah kekesalan diluapkan, penyesalan yang akan didapat. akibatnya, hubungan kerja mereka, semakin tidak kondusif lagi.
"Jadi kamu merasa benar, dan saya salah." Tuduhnya dingin
"Bukan, Bu," bantahnya lagi. "Maaf kalau Ibu tersinggung. Laporan ini sudah 3 kali revisi, kemarin Ibu ngomong kalau laporan ini sudah benar dan hanya akan di Acc oleh Boss Bram." menatap polos dan tenang, walaupun dalam hati mengutuk.
"Itu sama saja kamu menyalahkan saya, Tiara," desisnya sengit dan menatapnya tajam. "Jangan karena kamu didukung oleh Bram, lalu menjadi besar kepala seperti ini. Kerja tidak ada yang becus, memang perusahan ini punya orang tuamu," bentaknya sinis
"Maaf Bu sebelumnya, kenapa Ibu malah ngomong menyerempet ke sana segala. Saya hanya ngomong sejujurnya, kalau memang saya salah, harusnya Ibu memberitahu letak kesalahan nya dimana, bukan malah membawa-bawa orang tua saya segala," protesnya datar, tanpa rasa takut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments