Tiara tahu Bang Bram sangat sayang pada Tasya. Karena ia adalah anak bungsu. Orang tua sibuk dengan urusan mereka masing-masing dan cuek terhadapnya, sehingga menjadi anak yang kurang kasih sayang orang tuanya. Dengan saudara-saudaranya yang lain juga, tak terlalu akrab, malah dengan para sepupu sudah seperti saudara sendiri, dan Bang Bram sepupu yang paling disayanginya.
Dari kecil selalu mengikuti Bang Bram ke mana-mana dan selalu bermanja padanya. Tentu saja, baginya Tasya sudah seperti adik kandungnya sendiri. Menyakiti adiknya sama saja dengan menyakiti dirinya, mencari mati itu namanya. Itulah yang ditakuti Tiara kalau sampai Bang Bram tahu masalah ini, bisa habis Roy ditangannya, siap-siap saja menginap di rumah sakit untuk beberapa hari nantinya.
Dari awal memang Bang Bram tak setuju akan perjodohan antara Tasya dan Roy, ia harus merestui Tasya karena melihat Tasya sudah mulai mencintai Roy. Sedikit banyak tahu sepak terjang Roy dulu sewaktu masih kuliah. Mereka teman satu kampus saat kuliah disalah satu kampus di Swiss. Walaupun tak akrab tapi Roy terkenal dengan suka tebar pesona, gosipnya dengan banyak cewek dan pergaulannya juga bebas di sana. Karena itulah, ia menjadi orang pertama yang menolak tegas perjodohan mereka, walaupun sempat ribut dengan Daddynya Tasya, yang tak lain adalah Om Bram sendiri, adik dari Daddynya Bram.
Tiara dilema, mau cerita tapi Tasya pasti ngamuk nanti padanya. Diam-diam saja, mereka butuh Bang Bram untuk diminta pendapat dan bantuan. Tapi ia tahu juga, dan yakin masalah ini tak akan selesai sesuai dengan yang mereka rencanakan, tapi pasti lebih kacau dan penuh drama. Aduh serasa nonton live drakor deh nantinya, batin nya miris, membayangkan apa yang terjadi.
"Tapi lo tahu kan kalau dia ada masalah," tiba-tiba mendekatinya, yang sibuk dengan melamun. memincingkan matanya menatap Tiara curiga. "Apa ini berhubungan dengan si tunanganya itu?" Serunya tajam. "Jawab Tiara!" Sambungnya dingin dan datar.
Lah kapan, Bang Bram nongol, seingatny, dia udah masuk tadi. kok sekarang tiba-tiba udah pada berdiri aja di depannya. apa karena terlalu asik melamun, jadi tak melihatnya keluar, mana ia belum menyusul Tasya lagi ke toilet, batinnya tekejut. "Hhmm..maaf Bang. Gue gak bisa mengiyakan maupun gak. Tolong mengertilah sedikit. Mau aja cerita tapi bisa merusak kepercayaan yang diberikan Tasya pada gue. Persahabat kami bisa jadi taruhannya," jawabnya lembut, walaupun sedikit berlebihan.
"Awas aja kalau Tasya menangis gara-gara tunangan yang gak tahu diri itu. Habis tuh orang ditangan gue," gumamnya dingin sambil meremas kepalan tangannya, seakan-akan membayangkan menghabisi Roy. "Ngapain lo masih di sini, udah nyusul Tasya, belum?"
"Hehe..., Sorry Bang belum," menyengir dengan menyesal. Tiara bergidik ngeri melihat emosi bossnya itu, semoga tak dipaksa olehnya untuk jujur tentang masalah Tasya. Mengambil napas pelan, menoleh ke arah Tasya yang mendekat.
"Tolong jangan paksa Tasya dulu. Abang tahu sendiri, Tasya semakin dipaksa, ia semakin gak mau cerita, dan akan semakin keras kepala jika dipaksa dengan sesuatu yang gak diinginkannya," tersenyum melihat Tasya mendekat. "Tunggu ia siap cerita, Abang orang pertama yang bisa membantunya. Sabar ya, pura-pura aja Abang gak lihat nangis tadi." Menghela napas pelan, bersyukur akan kemunculan Tasya diantara mereka.
"Kalian ngapain nunggu gue segala," gerutunya heran.
"Siapa juga yang nunggui lo, bawel." Elak Bram dengan tatapan menyelidik.
"Lo ngapai di toilet, lama bener. Kayak ayam bertelur aja." Ejek Tiara garing.
"Biasalah cewek, harus merapikan dandanan biar tetap cantik." Sahutnya ceria, seakan raut kesedihan tadi hilang entah ke mana.
"Alay lo." Protes Tiara. "Gue ke bilik dulu yah, nanti boss gue ngamuk-ngamuk lagi, karena gue masih sibuk ngobrol di sini."
"Yaelah, Ra. Nyantai aja kale. Siapa yang berani marahin lo, orang boss besarnya aja masih berdiri di depan kita," menujuk Bram dengan dagunya, yang menatap Tasya dengan pandangan menyelidik dan intens. "Lo ngapain ngelihat gue gitu, Bang." Sambungnya risih.
Bram mengeleng kepala. "Lo gak pa-pa kan, Sya?" Tanya Bram cemas.
"Gak pa-pa, Bang," tersenyum menenangkan.
"Kalau butuh tempat curhat, Abang dengan senang hati menjadi tempat sampah curhatan lo, Sya."
"Makasih, Bang. Beneran, gue gak pa-pa." Menggenggam tangan Abangnya. "Nanti kalau gue perlu bantuan, Abang orang pertama yang akan diminta tolong. Untuk sekarang, tenang aja, gue benaran gak ada pa-pa." Tersenyum sayang dan menenangkan.
"Baiklah." menghela napas kesal. "Susah punya adik yang keras kepalanya mengalahi batok kelapa. bisa stress seminggu kepala gue," sambungnya dengan lebay dan masuk ke kantornya. Meninggalkan mereka berdua yang terkekeh geli.
"Lo beneran gak pa-pa, Sya?" Tanya Tiara khawatir.
"Yup. I'm ok. I can resolve this. Gue kan kuat," sahutnya sambil bercanda. "Gue bukan cewek bodoh yang akan menjadi gila maupun bunuh diri gara-gara masalah ini." Sambungnya tegas dan tajam
"I know," sahut Tiara. Emang gak kayak gitu, tapi akan semakin tertutup dan nggak perduli dengan orang-orang yang menyayangi lo Sya, gumamnya dalam hati sedih. "Gue cabut dulu, ya. jadi malam ini kita ngelanjutkan rencana kita," sambungnya hati-hati dengan berbisik.
"Of course, semakin banyak bukti malah semakin bagus. Gue juga gak sabar menghabisi pepacor itu. Cukup selama ini dia selalu ngeganggu dan ingin berada diatas gue. Pura-pura menjadi cewek baik-baik demi mendapat simpati, biar keluarganya tahu kelakuan anak tersayang mereka seperti apa diluar sana." Cetus Tasya dingin dan penuh dendam.
"Pepacor apaan tuh?" tanyanya bingung.
"Perebut pacar orang, gitu aja kagak tahu, payah lo," cibir Tasya.
"Lah mana gue tahu, ini aja baru dengar," elaknya merengut. "Jangan dendam terlalu berlebihan. Kasihan hati lo akan semakin kotor. gue setuju untum memberi pelajaran pada mereka tapi sesudah semuanya beres. Please deh, mohon lupakan semua dan coba lah untuk memaafkan, walaupun berat. Karena gue yakin karma does exits, biarlah karma yang menjalankan tugasnya untuk membalas sakit hati lo," menasehati dengan lembut, agar Tasya tidak berlarut-larut dengan dendam, dan akan menjadi sosok yang buka dirinya lagi.
"Tenang aja, Ra. Selama ada lo, gue yakin, masih berada dijalur yang benar." Gumamnya menenangkan sambil bercanda.
"Lagaknya lo, Sya," cibir Tiara sewot.
"Hahaha...," tertawa senang melihat Tiara menggerutu. "Balik sana ke tempat asal lo berada, husss," sambungnya dengan pura-pura mengusir.
"Emang gue jin, pake diusir-usir segala," menjitak kepala Tasya dan berlalu meninggalkannya yang sedang memaki-maki Tiara.
"Akww..awas ya. Kepala gue nie fitrah, enak aja asal jitak sembarangan." Gerutunya sambil mengusap-ngusap kepalanya. Semakin sebal mendengar tanggapan Tiara yang menertawakannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments