Vasa Hotel Parking, di sinilah sekarang kami berada. Tiara melirik Tasya yang bimbang, mengenggam tangan serta menyalurkan
support dan semangat padanya.
"Kalau lo gak yakin, lebih kita batalkan aja, Sya," mengajuk Tasya melalui matanya.
Tasya Menghembus napas keras. "Gak, apapun hasil yang kita dapat, gue harus melakukannya," tersenyum dengan yakin. "Ayo kita turun." Sambungnya dengan mantap
Mereka berjalan dengan pikiran sibuk masing-masing, langsung menekan lift tombol 9 yang mereka naiki. Tiara menepuk-nepuk tangan Tasya untuk menguatkan.
Tiiing... Mereka tiba dilantai 9 dan mencari nomor kamar yang dicari sambil menunggu adik sahabatnya yang diminta untuk menyamar sebagai room service. Dua menit kemudian datanglah orang yang ditunggunya. Mereka mengenal Fery karena adik sahabatnya, Monic, temannya yang sekarang telah menjadi manager di Vasa Hotel. Dan dari Monic inilah, Tasya menjadi tahu semuanya lalu meminta tolong untuk memata-matai seorang yang ada di dalam sana.
Tiing tong... Suara bell berbunyi yang mengagetkan mereka. Tiara mengintip sebentar, melihat siapa yang datang dan membukakan pintu.
"Maaf, Mba udah nunggu lama ya," ucap Fery menyesal dan masuk ke dalam.
"Gak kok baru aja datang, ini," ujarnya sambil memberikan seperti voice recorder berbentuk pena. "Mereka sudah memesan makanan kan?" sambil memperhatikan kereta makanan dorong yang di depannya, dan anggukan kepala Fery.
"Berapa lama mereka di dalam? " menahan sakit perih dihatinya.
"Sudah 40 menit yang lalu, Mba," jawabnya ragu, melihat raut wajah Mba Tasya yang sedih.
"Baiklah kalau gitu, lo langsung aja mengantarkan pesenan mereka, jangan lupa letakan di tempat yang gak dicurigai, sehingga pembicaraan mereka terekam," ujar Tasya melirik voice recorder penanya itu.
Fery menganggukan kepala. "Tenang aja Mba, gue gak akan mengecewakan kok," sahutnya yakin dan mengundurkan diri untuk mengantarkan pesanannya.
Setelah Fery keluar, Tasya melirik dari lubang intip di pintunya. Saat Fery masuk mengantarkan pesenan seseorang di dalam sana. Sakit itu lah yang di rasakannya saat ini, melihat pemandangan di depannya. Seorang wanita yang membuka pintu dan menggunakan bathrobe hotel. Pintu pun tertutup, lalu menyandarkan diri di pintu menahan sesak di dadanya.
"Kalau mau nangis, gak usah ditahan, Sya," gumam Tiara sedih dan menepuk pundak Tasya dengan sayang.
"Gak," sahutnya tegas, walaupun hatinya sakit. "Rugi air mata gue, gak akan ada lagi air mata yang terbuang sia-sia mulai sekarang," cetusnya tajam dan tegas.
" Ya udah, Bagus lah kalau gitu, gue dukung kok apapun keputusan lo, Sya. Kalau perlu gue datangi kamar depan lalu menl1cincang-cincang habis mereka. " Mengepalkan tangan geram dan marah.
"Gak usah, Ra. Rugi lo, buang tenaga aja," tersenyum dan duduk sambil menunggu Fery.
"Makasih yah, Ra. Udah bantu selama ini. Walaupun lo sering sewot dan capek. Tapi tetap selalu ngertiin gue."
"Gak usah lebay deh, merinding disko nie gue," pura-pura merinding, yang dijawab kekehan dari Tasya.
Tiing... Suara pesan whatsapp masuk ke ponsel Tasya.
"Sapa, Sya?" tanya Tiara penasaran.
"Fery"
"Apa katanya?"
"Sudah beres, tugasnya. Sekarang kita mau ngapain, sambil tunggu Fery," tanya Tasya dan meminta ide pada Tiara.
"Lo masih butuh foto mereka lagi gak?" tanya Tiara.
"Kayaknya masih perlu deh," menimbang-nimbang sejenak.
"Yah kalau gitu, kita tunggu aja di tangga darurat. Mungkin 10 menitan lah, mereka udah keluar. Berhubung posisi tangga darurat gak terlalu dekat dengan lift, kita bisa bersembunyi di sana dan mengambil fotodiam-diam," menatap Tasya dengan yakin.
"Tumben lo pinter," cetusnya pura-pura berpikir dan tertawa melihat Tiara yang sewot padanya.
"Yaa elah, Sya. Itu pujian atau sindiran ya. Gak bagus-bagusnya lo jadi teman," pura-pura marah. "Jadi selama ini gue bodoh yah," menatap Tasya sebal.
"Tuh lo tau, hahahah," tertawa lepas setelah hatinya tadi merasa sedih.
Tiara terseyum bahagia melihat Tasya tertawa, raut wajah sedihnya kini menghilang. "Udah deh, kelamaan kita di sini, nanti orangnya pada cabut atau saat keluar malah ketahuan ama mereka. Rencana yang telah disusun bisa kacau semuanya, buruan," ujarnya sambil mengintip dulu keluar dan membuka pintu pelan, sambil melirik hati-hati ke depan. Dan nggak lupa menyuruh Tasya memasang masker wajahnya, biar nggak ketahuan. Mereka berjalan cepat menujuh tangga darurat, mencari posisi aman, strategis untuk mengambil foto dan menunggu mereka keluar
******
Tok.. Tok.. Tok.. suara ketukan jendela mengagetkan mereka yang sibuk dengan ponsel masing-masing.
"Masuk, fer," ujar Tasya setelah tahu siapa yang mengetuk kaca mobilnya. "Gimana hasilnya," langsung to the point menatap Fery.
"Beres Mba, ini gue balikin," tersenyum bangga dan mengembalikan voice recorder itu ke tangan Tasya.
"Coba ceritakan sekarang, Fer. Di mana lo naruh ini pena, sampe gak ketahuan. " Tanya Tiara penasaran.
"Oh itu, hhm," jawabnya ragu dan menatap Tasya.
"Lo ngomong aja, gak perlu merasa serba gak enakkan, Fer," tersenyum menenangkan. "Mba juga penasaran kok."
#Flashback#
Ting tong.. Semenit kemudian pintu dibuka.
"Silakan masuk dan taruh di sana," menunjukan meja di depannya.
"Siapa, Yang?" tanya seorang cowok yang hanya sedang menggunakan handuk dipinggangnya.
"Room service, Yang. Buruan pesanan kita datang, nanti keburu dingin." menatap room service. "Sebentar yah, gue ambil tips buat lo dulu," berjalan ke kamar.
Tidak menunggu lama lagi, Fery mengambil kesempatan itu dengan cepat sambil bertindak hati-hati biar tak ketahuan. Mengambil pena yang ada di saku kantongnya, lalu meletakan di dalam pot bunga yang terletak di atas meja, yang berada di depan kamar, posisinya strategis sekali. Sekali-kali melirik ke dalam.
"Gak ada malu sekali nie cewek, fix murahan banget," ujar kesel dalam hati. Soalnya ia melihat mereka berciuman, seakan lupa dengan dirinya yang sedang menunggu.
"Ehhemm.. Maaf Mba," katanya agak keras yang mengagetkan mereka. Melihat cowok di depannya menatap tajam padanya.
"Kenapa masih di sini, ngintip lo," cetusnya tajam dan marah, karena kesenangannya diganggu.
"Maaf Mas, Mba yang di dalam menyuruh saya menunggu di sini," jawabnya polos. idih males juga lama-lama di sini, gerutunya dalam hati.
"Udahlah, Yang. Gue lupa, lo juga sih buat kita lupa diri," kekehnya genit dan bergelayut manja ditangan cowoknya.
Mendengar itu, Fery mau muntah. Masih berdiri dengan wajah polos dan pura-pura mengejar waktu, sambil menatap jam tangannya. Harus mandi tobat sepulang ini, biar nggak terkena sial akibat melihat mereka, gumamnya dalam hati.
"Ini tipsnya," memberikan uang selembar seratus ribu padanya.
"Makasih Mba, saya permisi," katanya sopan.
Fery nggak habis pikir, cantik dan kayaknya baik tapi sayang banget, kalau melihat kelakuannya yang merebut pacar orang. Sama saja cewek ini mempunyai hati busuk, yah itu lah pepatah mengatakan 'rambut boleh sama tapi isi kepala siapa yang tahu'. Menggeleng-gelengkan kepala. Apa coba kurangnya Mba Tasya yah, sampai harus diselingkuhin oleh pacarnya. Selingkuhan nya biasa-biasa aja, gak ada bagus-bagus sama sekali, pikirnya heran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments