INGINKAN

POV : HANA

Jam sudah menunjukkan mendekati waktu sholat dhuhur saat aku keluar kelas meninggalkan ketiga makhluk kurang kerjaan itu. Ya, Vera and the gang.

Kulihat teman-teman sekelas ku mulai membubarkan diri dari lapangan. Ada yang langsung ke masjid, ada juga yang pergi ke kantin.

Wajah mereka banyak yang memerah karena kepanasan. Keringat juga bercucuran menetes di kening dan pelipis mereka.

Aku masih suka heran sama Pak Angga. Bisa-bisanya dia mengambil jadwal olahraga di jam kelima setelah istirahat pertama, sampai waktu dhuhur.

Apa tidak kasihan pada murid-muridnya yang kepanasan. Cuaca di jam segitu pasti sedang panas-panasnya.

Tak kulihat Pak Angga disana. Mungkin sudah kembali ke kantor.

"Karina! Lila!"

Kedua sahabatku itu menoleh. Mereka langsung saja berjalan cepat ke arahku.

"Udah enakan?" Tanya Lila saat dirinya baru saja berdiri di dekatku.

"Udahlah pasti. Ditungguin sama Pak Angga. Obat manjur, tuh!" Ledek Karina yang membuatku mendelik kearahnya.

"Orang kelaparan doang mah kalau udah makan ya udah enak. Haha!" Jawabku tanpa malu mengucapkan penyebab aku pingsan. Padahal didepan Pak Angga tadi aku malu setengah mati.

"Jangan-jangan kamu pura-pura pingsan, ya?" Tuding Karina.

"Enak aja!" Protes ku cepat dan langsung ku hadiahkan tepukan keras di lengan Karina sampai membuatnya mengaduh.

"Udah, ih, jangan ribut mulu. Mending ke kantin cari minum mumpung belum adzan." Lila melerai kami dan mengajak kami ke kantin dan kami pun menyetujuinya.

🌺🌺🌺

Sepanjang perjalan ke kantin, Lila dan Karina menceritakan bagaimana mereka bermain bola basket tadi.

Bagaimana cara Lila mendribble bola yang salah. Dan Karina yang malah terpeleset saat melompat untuk memasukkan bola ke ring basket.

Karina yang disinggung tentang hal yang menurutnya memalukan dirinya itu merengut tak suka. Dan itu membuatku semakin tertawa terbahak melihat ekspresinya.

"Kalian mau apa? Biar aku yang pesan, kalian cari tempat duduk aja." Putusku melihat kantin yang begitu ramai. Sepertinya harus buru-buru mencari tempat duduk agar tidak kehabisan. Jadi peran kami dibagi saja. Aku yang memesan mereka yang cari tempat duduk.

"Aku bakso, minumnya es jeruk aja," ucap Karina.

"Aku mie ayam sama es jeruk juga," Lila menimpali.

Aku mengacungkan jempolku lalu berjalan menuju kedai mbak Siti berjualan bakso dan mie ayam.

"Mbak, bakso dua, mie ayam satu, ya? Minumnya es jeruk tiga," ucapku pada mbak Siti.

"Siap, mbak Hana," jawabnya.

Aku menunggu mbak Siti membuatkan pesananku sambil mencari dimana kedua sahabatku duduk.

Kepalaku celingukan kesana kemari untuk mencari mereka.

"Duduk sini saja, Hana!"

Sebuah suara mengagetkan aku. Aku mencari asal suara tersebut. Ternyata, didalam sana, tempat para guru biasa makan, ada Pak Satria dan.. Pak Angga.

Pak Satria tersenyum manis sedangkan Pak Angga masih dengan tampang datarnya. Jangankan senyum, melihatku saja tidak. Dasar sombong!

"Terimakasih, Pak." Jawabku dengan senyuman tipis menghiasi bibirku.

Pak Satria, guru matematika yang juga menjadi salah satu guru idola disekolah ini. Sayang, harapan para cewek-cewek harus putus saat melihat postingan di Instagram Pak Satria.

Pak Satria memposting sebuah foto dirinya menggandeng erat tangan seorang perempuan cantik dengan caption "calon ibunya anak-anakku'.

Hari itu juga, WhatsApp grup sekolah ramai dengan hastag #patahhatijamaah.

Karina, salah satu dari mereka yang ikut patah hati.

"Katanya tadi pingsan, ya? Sudah baikan?" Tanya Pak Satria perhatian. Untung saja aku bukan orang yang baperan. Kalau Karina yang ditanya begitu pasti sudah heboh sendiri.

"Orang pingsannya karena kelaparan kalau sudah makan pasti juga sudah sehat lagi," ucap Pak Angga sarkasme.

Aku mendelik tajam kearah Pak Angga. Tapi wajah Pak Angga sama sekali tidak menunjukkan rasa bersalahnya. Rasa sebalku padanya, bertambah berpuluh-puluh persen.

"Alhamdulillah, Pak, sudah lebih baik. Kan CU-MA KE-LA-PAR-AN , Pak." Ucapku penuh penekanan pada kata 'cuma kelaparan'.

Aku pergi meninggalkan kedai setelah mbak Siti menyerahkan pesananku. Tentu saja setelah aku pamit undur diri pada Pak Satria. Kepada Pak Angga? No! Hilang sudah respect ku pada guru satu itu.

🌺🌺🌺

Mataku melotot sempurna melihat benda tipis, kecil, dan berbentuk persegi panjang yang diperlihatkan oleh Karina kepadaku.

Sungguh, aku tak percaya Karina bisa melakukan ini semua.

"Kenapa bisa?" Aku membeo. Aku seperti orang linglung dibuatnya.

"Ya bisa, dong. Kan aku udah 17 tahun lebih."

"Tapi kan masih sekolah?"

"Tapi udah cukup umur,"

"Aku kan juga pengen, Rin."

"Kamu belum cukup umur, Na. Kasian, deh." Karina puas menertawakan aku karena belum bisa membuat SIM. Surat ijin mengemudi.

Demi apa? Karina sudah mendapatkan kartu keramat itu. Jadi dia bisa bebas pergi kemanapun dengan mengendarai motornya.

Aku juga ingin. Tapi orangtuaku masih melarang ku membawa motor karena belum cukup umur. Umurku memang baru enam belas tahun. Paling muda diantara teman-teman satu kelasku.

Dulu, waktu masih sekolah TK, sebenarnya guruku tidak mengijinkan aku untuk naik ke kelas satu SD. Tapi Hana kecil waktu itu berkata kalau dia lebih memilih tidak sekolah daripada tidak dinaikkan ke kelas satu.

Jadilah aku anak yang paling muda umurnya disetiap kelas yang aku tempati.

Terpopuler

Comments

Fisna La Esi

Fisna La Esi

coba Jang di ulang² kha bingung jga kita baca ee

2021-11-09

0

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

💕𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕

Hana menarik

2021-05-07

0

L.O.V.E ❤💛💚💙

L.O.V.E ❤💛💚💙

SIM ya ....

2021-02-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!