Dirumah sakit.
Kanya membuka matanya perlahan. Rasa sakit masih menguasai kepalanya. Perlahan dilihatnya dinding putih disekitarnya. Ternyata dia di rumah sakit. Di putarnya kepala sedikit dan nampak Dyah sedang duduk disamping tempat tidur.
" Dyah, "
Panggilnya dengan suara lirih. Dyah tersenyum dan meremas lembut tangannya.
" Syukurlah kau sudah sadar."
" Apa yang terjadi padaku?" tanyanya sedikit bingung.
" Tadi kau terjatuh ketika kita di Panorama Danau Dibawah".
Kanya mulai ingat kejadian tadi siang. Saat menaiki tangga kakinya terpeleset dan setelah itu dia tidak ingat apa - apa lagi.
" Siapa yang membawaku kesini?"
" Ya akulah. Kamu kan selalu bersamaku."
" Bagaimana cara kau membawaku?" bertanya masih dengan rasa penasaran.
" Kenapa sih kamu kepo banget"
Dyah sedikit menggoda.
" Aku serius Dyah."
" Aku juga serius. Baiklah, aku dibantu oleh seseorang."
" Siapa ?"
" Seorang pangeran berkuda yang datang dari negeri antah barantah."
Kembali dia menggoda. Kanya mulai kesal karena dari tadi Dyah selalu mengajaknya bercanda. Dipandanginya sahabatnya itu dengan marah. Dyah tersenyum dan berkata.
" Aku juga tidak tau dia datang darimana. Tiba - tiba saja dia berlari menolongmu. Kalau tidak ada dia sekarang kau mungkin sudah berenang di danau dan mungkin saja aku akan merubah panggilanku menjadi mendiang Kayla hi...hi...hi..."
Tawa Dyah terhenti ketika sebuah bantal mendarat mulus di wajahnya.
" Kamu tau?, tadi kamu dipeluknya dengan erat dan malah kalian sempat berguling - guling di pinggir danau. Dia juga menggendongmu ke atas dan membawamu kesini dengan mobil mewahnya. Kalau aku tidak salah mobilnya berwarna ....."
" Putih ???"
Kanya menjawab dengan spontan.
" Ah !, iya itu. Kamu kok tau ? Pasti tadi kamu pura - pura pingsan menikmati digendong sama laki - laki tampan dan....."
Dyah cepat menghindar sebelum sesuatu mendarat lagi dimukanya.
" Kalau kau melemparku lagi aku akan pulang dan siapa yang akan merawatmu."
Dengan sedikit ancaman Dyah berhasil membuat Kanya mengurungkan niatnya.
" Atau perlukah kupanggil pangeran itu untuk menjagamu?"
" Memangnya kau tau rumahnya ?" selidik Kanya.
" Sayang sekali tidak"
Kanya memendam kekesalannya. Berdebat dengan Dyah tidak akan pernah habis. Lebih baik mengalah saja.
" Bu Ici tau aku disini?", mencoba mengalihkan pembicaraan.
" Tidak. Aku sengaja tidak memberi tau takut nanti beliau cemas dan panik memikirkanmu."
" Syukurlah. Kau memang sahabat terbaikku. Terima kasih Dyah."
Dyah tersenyum dan membungkukkan sedikit badannya menggoda Kanya.
Sore harinya.
Kanya sudah diizinkan pulang. Diantar Dyah mereka pulang kerumah. Bu Ici menyambut mereka dengan senyum. Perempuan parobaya yang selama setahun ini merawat Kanya tidak bertanya apa - apa karena memang dia tidak tau.
Malam ini Kanya tidur dengan gelisah. Tubuhnya bolak balik ditempat tidur. Ingatannya kembali pada peristiwa itu. Andaikan tidak ada yang menyelamtkannya dia pasti sudah tiada didunia ini. Tapi kenapa laki - laki itu bisa ada disana? Siapa dia sebenarnya? Dimana rumahnya? Berbagai macam pertanyaan bermunculan dikepalanya. Tapi tak satupun berbasil dijawabnya. Akhirnya dijangkaunya ponsel dan mencari aplikasi kesayangannya dan mulai membaca. Dia tidak tau sampai pukul berapa, yang jelas ketika dia bangun esok pagi ponselnya sudah habis batrai.
Senin pagi.
Kanya sudah selesai mempersiapkan diri untuk berangkat. Dihabiskannya tegukan terakhir susu digelas dan pamit pada Bu Ici. Setelah menghangatkan scoopynya dan memakai helm dia mulai melajukan kendaraan itu perlahan. Kepergian Kanya pagi ini diiringi denga sebuah harapan. Bibir mungilnya tersenyum tipis. Udara pagi ini tidak terlalu dingin. Namun Kanya masih tetap memakai switernya. Dijalan perkebunan dia mulai berpapasan dengan buruh pemetik teh. Disapanya semua dengan senyum manis, dan merekapun menjawab dengan anggukan hormat dan senyum manis kembali. Sejak Kanya datang di tempat ini semua orang sangat menyukainya. Selain cantik dia juga sangat ramah dan lembut. Bahkan banyak dari ibu - ibu yang menginginkan Kanya menjadi menantu mereka. He...he...he...
Tetap melaju dengan santai karena hari masih pagi jadi dia tidak akan terlambat sampai di sekolah. Tiba - tiba dari kejauhan dia melihat mobil putih menuju kearahnya. Segera dihentikannya scoopynya dan berdiri dipinggir jalan seperti menunggu sesuatu. Dadanya bergemuruh.
" Bagaimana kalau dia tidak berhenti dan mengacuhkanku? Hah, aku pasti akan malu sekali. Apa aku harus jalan lagi?"
Pikirannya benar - benar kacau. Tapi mobil itu berhenti persis didepannya. Ketika pintu terbuka seraut wajah tampan muncul dan berjalan menghampirinya. Wajahnya tidak dingin lagi, sekarang sangat kharismatik.
" Selamat pagi, Bu Guru,"
Sedikit membungkukkan badan.
Kanya berdiri seperti patung hidup. Tak tau apa yang harus diucapkan. Dirinya benar - benar merasa kecil berhadapan dengan orang ini.
" Selamat pagi juga ,Pak"
Akhirnya keluar suara lirih dari bibirnya. Itupun setelah dia berjuang keras mengeluarkan suaranya.
" What??? Dia memanggilku Pak? Apa aku sudah sebegitu tua dimatanya ?"
Harris menggerutu dalam hati. Tapi cuma dalam hati he...he...he...
" Apa ibu mau berangkat mengajar?"
Pertanyaan itu dijawabnya sendiri dalam hati. Sudah tau kok nanya.
Kanya menganggukkan kepalanya perlahan. Dan mengatakan sesuatu.
" Aku mau mengucapkan terimakasih atas pertolongan Bapak kemaren. "
Harris mengangguk dan tersenyum mengingat kejadian itu.
" Kamu sudah sembuh?"
" Sudah."
Terdiam lagi. Mereka seperti kehabisan kata - kata.
" Baiklah Pak, aku permisi dulu."
Kanya mengangguk sangat kaku. Tatapan laki - laki itu mampu meluluh lantakkan perasaannya. Dadanya bergemuruh. Sebelum memasang helm dia tanpa sadar memberikan senyuman teramat manis yang akan membuat Harris tak mampu melupakannya.
Dipandanginya gadis itu sampai hilang dibelokan jalan. Dia sangat tidak mengerti dengan perasaannya. Semalaman tadi dia memikirkannya. Tidak bisa melupakan peristiwa ketika dia menyelamatkan gadis itu.
Sebuah senyuman terukir dibibir Harris Wijanto. Dia melangkah dengan penuh semangat menuju mobilnya.
Di kantornya ponselnya berbunyi ternyata dari sang papa.
" Harris, segera pulang ke Jakarta. Ada pekerjaan penting untukmu"
" Ya Pa. Nanti siang Harris berangkat."
Ditutupnya telpon dari sang papa dan melanjutkan pekerjaanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments