Titip Dia Yaa Allah
Pagi itu sudah terdengar saut sautan suara takbir yang berkumandang diberbagai penjuru, termasuk juga di desa yang jauh dari kota tempat Gadis desa bernama Maryam itu tinggal.
"Nduk, nanti sebelum berangkat ke Masjid, tolong jemput mbah putri dulu ya. Kemarin bilang katanya mau ikut sholat." Kata ibu Lami sambil berdandan dan hendak mendandani ibu mertuanya yang juga mau ikut sholat idul Adha di masjid.
Rumah Mbah putrinya Maryam tidak jauh dari rumahnya, masih satu RT. Dahulu ibunya Maryam dengan bapaknya menikah dapet tetangga. Semenjak menikah hingga memiliki empat anak, ibu bapaknya Maryam tinggal di rumah Bapaknya Maryam. Sehingga mereka juga merawat ibu bapak dari Pak Gimin, bapaknya Maryam.
"Njih bu." Jawab Maryam santun sambil merapikan jilbabnya. Diapun melangkah keluar rumah untuk menjemput simbah putrinya yang sudah sepuh. Simbah kakungnya masih sehat dan masih kuat untuk berjalan sendiri ke Masjid. Meski simbah kakung juga bisa menggandeng istrinya, tetapi Maryam tidak membiarkan begitu saja mereka berangkat sendiri ke Masjid.
Sedangkan simbah kakung dari bapaknya Maryam,sudah meninggal sejak Maryam kelas 3 SD. Kini Maryam sudah gadis, dia sudah duduk dibangku kelas 11 Aliyah.
Seusai Sholat ied, Maryam segera menyiapkan barang barang bawaannya untuk dibawa ke acara Bakti Sosial Sekolahannya. Dia bukan tipe gadis yang repot dengan banyak bawaan, sehingga satu ransel sekolah ya sudah cukup untuk membawa pakaian dan beberapa barang bawaannya.
"Nduk, kamu mau berangkat jam berapa?" tanya ibu Lami pada Maryam.
"Ba'da dzuhur bu." jawab Maryam sambil masih menata barang barangnya.
"Kamu jadi pinjem pisau ibu ini?" tanya ibu sambil memberikan pisau dapur yang baru saja ibu bersihkan sesusai membantu proses penyembelihan hewan kurban di desanya.
"Jadi bu. boleh kan?" tanya Maryam.
"Ya Boleh. Tapi jangan sampe ilang ya. Itu pisau pemberian abah Ulung. Ya buat kenang kenangan gitu." jawab Ibu Lami.
Pisau dapur ibunya itu tebal,dan sangat tajam. Sangat cocok untuk mengiris iris daging qurban. Sehingga Maryam memohon ijin untuk pinjam pisah kesayangan ibunya.
Setelah sholat dzuhur, Maryam berpamitan pada ibu bapak dan simbahnya untuk mengikuti kegiatan bakti sosial di sebuah perkampungan yang jauh dari rumahnya.
"Nduk, kamu naik sepeda?" tanya bapaknya penasaran.
"Iya pak. Enak naik sepeda. ga mikir jemputan pas pulangnya." Jawab Maryam pada bapaknya yang tampak kasihan melihat putrinya menggendong ransel dengan isi yang cukup berat serta membawa tikar.
"Bapak anter aja gapapa Nduk. biar bapak pinjam motor tetangga." ujar bapak Gimin tidak tega.
"Tidak apa apa pak. Tidak usah pinjam pinjam tetangga. kalo naik sepeda aja, Maryam udah bisa berangkat. Lagipula kan ngumpulnya di sekolahan." Maryam pun pamit. Dan dengan semangat dia mengayuh sepeda mininya untuk menuju ke sekolahan. bapak ibunya hanya bisa melihat kobaran semangatnya dari kejauhan.
"Semoga kelak anak kita bisa memetik hasil dari keprihatinannya ya pak. Dia anak yang kuat, Meski hanya bermodal sepeda mini, dia tetap semangat berkegiatan positif di luar jam sekolah. Semoga dia menjadi anak yang sholihah." kata ibu Lami mendo'akan putrinya yang sudah tidak tampak.
"Aamiin bu." ucap pak Gimin yang juga menatap kepergian putrinya. Pak Gimin masih merasa kasihan karena dia belum bisa memberi apa yang seharusnya dimiliki putrinya di usia SMA ini. Dimana semua anak seusianya berangkat sekolah dengan Motor, punya HP dan uang saku setiap harinya. Tetapi semua anak pak Gimin tidak mau memberatkan orang tuanya dengan meminta fasilitas apapun Yang terpenting bapak dan ibunya mengijinkan mereka tetap sekolah,itu sudah lebih dari cukup.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Shila Ibnuhasan
sangat menarik
2023-09-01
1
Farida Azizah
like ka'
2021-03-09
1
ptr_25
Ijin promo ya kak. 🥰
yuk mampir di karya aku yang berjudul " My Teacher Is Mine" menceritakan kisah cinta murid dan gurunya.
tinggalkan jejak ya kk🥰🥰💙💙💙
pasti aku feedback 😇😇😇
2020-10-01
1