Gadis Malang

Selama empat tahun menikah, ini adalah kali pertama bagi keduanya tidur terpisah. Walau kadang Prasetya harus melakukan pekerjaan diluar kota, Tari memang selalu ikut, hari ini saja dia memang memiliki pekerjaan yang tak bisa ditinggal hingga terpaksa mereka berpisah

Prasetya bangun lebih dulu, layar ponselnya belum mati, wajah terlelap sang istri masih menghiasi layar dan Prasetya masih sibuk memandangi

Wanita cantik itu menggeliat, membuka mata lalu menatap layar ponsel yang sambungan panggilan videonya belum terputus

"Selamat pagi"

"Pagi" Tari tersenyum manis pada sang suami yang tengah terpisah jarak

"Mas belum siap-siap?"

"Belum. Mas masih mau liat wajah cantik kamu dulu!" Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dan suara sang papa terdengar dari luar

"Itu papa"

"Ya udah sana mas siap-siap! Jangan bikin papa emosi!" Dengan hati yang sangat berat, Prasetya memutus sambungan telepon tersebut hingga wajah ayu istrinya berganti dengan layar ponsel yang gelap

"Ganggu banget sih papa!" Prasetya menggerutu, lalu dengan sangat terpaksa ia bangkit dari tempat tidur dan membuka pintu yang terus diketuk

"Ada apa sih Pah?"

"Masih nanya aja" ketus sang papa "Cepat siap-siap! Acaranya jam sepuluh pagi Pras"

"Iya, iya" dengan malas Prasetya kembali kedalam kamar dan bersiap untuk menghadiri acara pernikahan dari teman lama Alvian Wiguna sang papa

Prasetya sudah rapi dengan setelan kemeja batik, pakaian yang ia kenakan hari ini telah dipersiapkan oleh sang istri sebelum keberangkatannya ke Bandung

"Kamu tampan sekali Pras" puji Alvian saat pintu kamar yang ditempati Prasetya terbuka

"Tentu saja"

"Pasti pilihan Tari"

"Kok papa bisa tau?"

"Kalau pilihan kamu pasti warnanya nggak akan nyambung" Alvian memang tau kebiasaan sang putra yang terlalu bergantung kepada Betari istrinya

"Terserah papa. Sebentar, aku telepon Tari dulu" Prasetya hendak kembali ke kamar namun dicegah oleh sang papa

"Apa sehari aja kamu nggak bisa kalau nggak ada Tari!" Gerutu Alvian, putranya satu ini memang terlalu bucin kata anak zaman sekarang

"Nggak" Prasetya sudah mengambil benda pipih itu dari saku dan menekan nomor milik sang istri

"Halo mas" suara merdu sang istri sudah terdengar

"Sambil jalan saja Pras!" Titah Alvian dan Prasetya ikut saja

Selama perjalanan dari hotel ke rumah sahabat Alvian tempat acara pernikahan itu berlangsung, Prasetya selalu berbicara lewat panggilan telepon dengan Betari, sehingga dengan terpaksa Alvian yang menjadi supir hingga mobil mewah mereka tiba di tempat acara

Setelah mengetahui kedatangan Alvian, Gunawan yang merupakan sahabat lama Alvian menyambut kedatangan keduanya

"Senang sekali pak Alvian menyempatkan diri untuk hadir" ucap Gunawan dengan senyum ramahnya. Kedua pria paruh baya itu saling berpelukan "Apa Lidya tidak ikut?"

"Lidya tidak seberapa sehat, oh iya kenalkan ini putraku Prasetya!" Prasetya menyalami Gunawan

"Saya pernah bertemu saat acara pernikahannya" Gunawan tersenyum ramah "Ayo masuk!"

Prasetya duduk berdampingan dengan sang papa di salah satu kursi undangan, sejak tadi pria itu hanya berbalas pesan dengan sang istri yang memang tidak bekerja hari ini dikarenakan kakinya yang terkilir membuat wanita itu kesulitan bergerak

"Katanya acaranya jam sepuluh, sekarang sudah jam dua belas pah" Prasetya sejak tadi menggerutu, bagi seseorang yang selalu tepat waktu, keterlambatan hingga dua jam begitu menyebalkan bagi Prasetya

"Kamu benar, sebentar! Biar papa lihat dulu" Alvian baru saja hendak berdiri, riuh suara tamu undangan terdengar bahkan sayup terdengar suara tangisan dari kerumunan dari dalam rumah dan itu mengundang perhatian Alvian

"Astaga Gunawan" Dengan langkah cepat Alvian menghampiri diikuti oleh Prasetya dari belakang " Pras. Segera siapkan mobil!"

Prasetya segera menyiapkan mobil, dan lekas membawa pria paruh baya yang tidak sadarkan diri itu kerumah sakit diikuti oleh seorang gadis dengan pakaian pengantin

"Ayah bangun!" Tangisan gadis belia itu terdengar pilu

"Lebih cepat Pras!"

Prasetya menambah kecepatan mobilnya, setelah tiga puluh lima menit menempuh perjalanan, mobil tersebut tiba dengan selamat di salah satu rumah sakit dikota Bandung

"Tolong tunggu diluar!" Seorang perawat menghentikan langkah ketiganya

Sementara Prasetya memilih untuk duduk disalah satu kursi didepan ruang Instalasi Gawat Darurat, sang papa dan gadis cantik yang merupakan putri Gunawan berdiri tidak sabaran didepan pintu ruangan tersebut

"Tenanglah nak, ayahmu pasti baik-baik saja" Alvian dengan sangat lembut menenangkan gadis cantik tersebut

Namanya Sabrina Permata, usianya masih sangat muda yaitu dua puluh tahun. Diusia seperti itu harusnya dia belum menikah dan melanjutkan pendidikannya

"Semua ini salah Sabrina om" Gadis cantik itu terisak, bahkan riasannya sudah terlihat berantakan. Dia duduk bersandar pada pintu ruangan dengan kebaya pengantin yang ia kenakan bahkan tanpa alas kaki

"Kamu harus kuat demi ayahmu! Ayo biar om bantu kamu duduk dikursi!" Prasetya membantu gadis malang itu untuk duduk dikursi tepat disamping Prasetya. Alvian memberi perhatian seolah Sabrina adalah putrinya

"Sebenarnya ada apa? Kenapa ayah kamu sampai seperti itu?" Alvian mencoba bertanya, sementara Prasetya diam saja, dirinya juga tidak tahu harus bersikap seperti apa

"Kang Rama membatalkan pernikahan kami, katanya dia memilih untuk bersama dengan perempuan lain" Sabrina mengatakan hal itu sambil terisak

"Harusnya Sabrina dengerin kata ayah, semua ini nggak akan terjadi"

"Sabarlah nak, kita berdoa saja!"

Sebenarnya Prasetya juga merasa iba dengan nasib buruk gadis ini, diusia yang masih sangat belia dia memutuskan untuk menikah, lalu ditinggalkan oleh calon suaminya dan sekarang ayahnya masuk rumah sakit karena shok

Setelah hampir satu jam, pintu ruangan tersebut terbuka, menampilkan seorang dokter wanita yang baru saja keluar

Ketiganya berdiri, bertanya dengan penuh harap bahwa semuanya akan baik-baik saja

"Bagaimana ayah saya dokter?" Tanya Sabrina tidak sabaran, sementara Alvian berdiri disampingnya

"Pasien mengalami serangan jantung" Semua orang terkejut, Sabrina menutup mulutnya dengan tangan mendengar ucapan sang dokter semakin membuatnya terisak

"Tapi dia akan baik-baik saja kan dok?" Tanya Alvian

"Kita doakan yang terbaik, masih terlalu dini untuk menentukan kondisi pasien saat ini" jelas dokter wanita itu

"Kami bisa menjenguk?"

"Saat ini pasien masih dalam pengaruh obat, setelah ini akan dipindahkan ke ruang perawatan. Baru pihak keluarga diizinkan bertemu" terang sang dokter kemudian berlalu meninggalkan ketiganya

"Papa urus administrasinya dulu, kamu tolong temani Sabrina!"

"Biar Pras saja!"

"Biar papa saja, kamu temani Sabrina!" Alvian pergi, guna mengurus administrasi rumah sakit agar sahabat lamanya itu bisa dirawat dengan baik

Setelah kepergian sang papa, Prasetya juga ikut pergi. Dirinya ingin membeli minuman, sungguh rasanya sangat haus terlebih sekarang sudah hampir sore dan dirinya belum makan siang

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!