“Nilai-lah seseorang itu dari kedua sisinya, karena hal tersebut yang akan mengantarkan kita pada siapa dia sebenarnya dan siapa kita baginya.”
~~ K.Tulip12 ~~
🌷
🌷
🌷
🌷
🌷
🌷
Aku menatap langit-langit rumah memikirkan bagaimana nasib novel ku mendatang nanti. Mataku tak bisa terpejam padahal sekarang sudah pukul 3 dini hari.
Hati ku berdebar-debar saat membayangkan pengumuman novel siapa yang akan menjadi pemenang nanti didalam imajinasiku. Tak banyak yang bisa ku harapkan, karena hidupku sudah penuh dengan kekalahan.
Bahkan aku masih bingung mengapa waktu itu Pak Heri, guru musik sd ku mempercayaiku untuk terus ikut lomba ini itu padahal sudah tau kalo hasilnya nanti hanya ada kekalahan.
Tetapi dibalik itu semua, hanya ada satu prinsip yang aku pegang hingga kini, prinsip yang membuat semangat dan percaya diriku membara melebihi rasa pesimis yang mencoba membelegunya.
Yaitu, prinsip tentang bagaimana aku tidak ingin melihat mereka kecewa karena sudah percaya padaku. Akan kutunjukkan ambisiku ini lewat usaha dan doa yang dengan tulus kulakukan. Setidaknya jika bukan diriku sendiri yang memotivasi untuk bergerak selain orang lain siapa lagi?
“Mau gimana nanti hasilnya akan keluar, aku siap menerimanya. Jika nanti gagal dan akhirnya
membuat pak Ryan kecewa karena telah percaya padaku, aku akan terima dengan lapang dada.”
Aku beranjak dari tempat tidur dan menuju dapur untuk membuat kopi.
“Bismillah! Semangat April!”
🕊
::::::::::::::::::
🕊
Mbok Sum menyingkapkan semua tirai diruang tamu membuat pantulan sinar mentari pagi menyerang Arian dkk yang kini tengah asik dengan posisi tidur mereka yang sedikit nyeleneh.
"Ya allah," ucap Mbok sum menggelengkan kepalanya melihat majikannya tidur dengan posisi tidak biasa.
Arian dan James yang tidur saling berpelukan seperti teletubis, Reno yang tidur dengan posisi terbalik diatas sofa hingga tumpukan ciki yang dijadikan guling oleh William.
Akhirnya Mbok Sum menjahili mereka dengan menumpuk posisi tidur mereka menjadi satu. Lalu membawa gelas kotor bekas ngopi mereka tadi subuh ke dapur. Tak lupa juga Mbok Sum juga menelpon para istri mereka untuk datang.
30 menit kemudian.....
Mbok Sum kembali ke ruang tamu, memastikan mereka masih tertidur dengan posisi seperti itu sementara ia membukakan pintu yang sudah kedatangan tamu. Siapa lagi kalo bukan para istri mereka.
“Monggo masuk Non Lina, Non Maya dan Non Dama! Mereka didalam tapi ojo ribut yo, ngeri mereka tangi nanti.”
Mereka mengangguk dan segera menyiapkan kamera masing-masing sebelum ke ruang tamu.
"Jalannya pelan-pelan aja ya," bisik Luna pada Maya dan Dama.
Alangkah terkejutnya mereka ketika melihat para suami dan calon suami mereka tidur saling tumpuk - menumpuk membentuk gunung.
“Gimana kalo kita matiin flash kamera kita biar gak mengganggu tidur nyenyak mereka?" Lina dan Maya menyetujui usul Dama yang ternyata diam-diam suka usil juga.
Sambil menahan tawa, mereka berhasil mengambil beberap jepret foto mereka.
"Celana suamimu nyentrik sekali, Lu," ujar Maya berbisik.
"Hihihihi....asal kau tahu, dia mengoleksi banyak celana seperti itu," ucapnya membongkar aib Reno, Suaminya.
“Ayo foto yang banyak! Kapan lagi kan bisa ngeliat mereka kayak gini.” Dama menambahkan.
Suara cekikikan mereka rupanya membuat Arian terbangun dari tidurnya. Dia terkejut saat menghadapi kenyataan bahwa wajah tampannya harus berhadapan
dengan pantat Reno yang berbalut celana mikey mouse warna ungu.
“What the hell? Why must this pantat? Ya lord tolong semoga sesuatu yang buruk tidak terjadi," batin Arian.
Arian khawatir jika Reno kelepasan nantinya. Soalnya Reno memiliki kebiasaan dimana sebelum ia 100% sadar dari tidurnya, ia akan mengeluarkan kentut yang baunya super bau seperti telur busuk.
Brouuttttt 💭💭💭
Yang ditakutkan Arian pun terjadi. Suasana senyap pun pecah dengan tawa yang berasal dari ketiga wanita di sana.
Mereka tidak tahan melihat betapa jeleknya ekspresi Arian begitu terkena kebulan asap dari pantat Reno.
“OIIIII KAMPRET BANGUN!! SIALAN KAU NO! PUNYA PANTAT GAK PERNAH DIRISET WAKTU KENTUTNYA."
Arian berusaha menggerakan tubuhnya hingga menyerupai ulat keket. Tumpukan gunung tersebut pun berhasil dibubarkan dan membuat semua fondasinya bergulingan dilantai.
"Adohhhhh...." Reno mengerang kesakitan saat kepalanya kejedot ujung maki sofa.
“Apaan nih busuk-busuk?!” seru James menutup hidungnya dan masih tengkurap didekat Reno.
“Loh! Dama!? Kok ada kamu, sayang? Inikan di rumahnya Arian. Apa jangan-jangan...... kehadiranmu merupakan sebuah berkah dipagi hari?” tanya William setengah sadar.
“Berkah otak mu somplak! Itu emang Dama, ****! Makanya melek!"
"Kentut sialan!” gerutu Arian.
Sepeninggalan Arian, James, Will dan Reno pun tersadar dan sedetik kemudian mereka saling pandang, sebelum....
“MBOK SUMMMM!!!!”
Teriak mereka kompak hingga menimbulkan paduan suara tawa menggema ke seluruh ruangan.
Dibalik pintu dapur, Mbok Sum senyam-senyum dan melakukan selebrasi singkat karena telah berhasil menjahili Arian dkk.
🕊
::::::::::::::
🕊
April kini tengah beristirahat di ruangan yang diperuntukkan khusus untuk para pegawai di Reve Qreesto (Dibaca reve kresto) yang memiliki jumlah pegawai sejumlah 13 orang.
Diantaranya, lima orang sebagai waitrees, tiga orang koki yang masing-masing memasak makanan khas dari Indonesia, China dan utamanya Prancis. Lalu ada satu orang yang bertugas sebagai parkir valet. Dua orang penjaga pintu masuk dan seorang kasir serta April yang ditugaskan sebagai pianis sementara menggantikan temannya James yang sedang menjalankan wajib militer di Korea.
Kok bisa?
Ya percaya atau tidak, James memberikan pekerjaan ini padanya dalam jangka waktu selama 2 minggu. Karena setelahnya, temannya itu akan kembali ke Jakarta dan bekerja di Restorannya.
Walaupun batas kontrak part timenya tidak sepanjang yang ia harapkan, namun ia sangat bersyukur karena Allah SWT telah menjawab doanya.
"Besok udah hari terakhir kamu kerja di sini ya, Pril?" tanya Jhon sambil memainkan game puzzle diponselnya.
"Iya kak," jawab April sedikit menunduk. Ada sedikit rasa tidak ikhlas untuk meninggalkan tempat ini, khususnya piano coklat klasik diatas panggung diluar.
"Ciwe yuang nhgak mwo pwqergi (Cie yang gak mau pergi)," ucapnya dengan mulut penuh ciki kentang yang banyak dijual di minimarket.
"Mar! Itu mulutnya kosongin dulu baru ngomong." Jhon menasehati rekannya, Maria, yang memiliki kebiasaan buruk yaitu bicara dengan mulut yang penuh dengan makanan.
"Btw, kalo kakak boleh tahu, alasan kamu mau kerja part time kayak gini apa? Karna kalo dipikir anak SMA seumuran kamu pasti KEBANYAKAN pada nongkrong gitu bareng gengnya merekalah."
"Kwrepo bganhget srih (Kepo banget sih)"
"Hehehe, gak papa kok kak." April tersenyum.
"Alasannya yah karna aku ingin mencoba suatu hal baru yang dimana gak cuman pengalaman doang yang ku dapat, tapi juga penghasilan. Lumayan kak bisa buat tambah uang jajan kalo misalnya uang bulanan dari ayah macet."
"Ohh begitu.."
April mengangguk dan mengambil tasnya, mengambil jajanan nextar rasa coklat yang ia beli diwarung dekat rumahnya.
"Mau kak?" Ia menyodorkan jajanannya kepada Jhon.
"Makasih, kakak kurang suka coklat."
"Eh sorry kak aku gak tau," ujar April
"Santuy." Jhon tersenyum padanya.
"Kak Maria," tawarnya pada Mariah.
"Kamu yakin nawarin ke kakak?"
April mengangguk dan Maria langsung mengambil nextarnya beserta bungkusnya.
"Et dah, kira-kiralah Mar, ya masa iya semuanya kamu comot gitu. Tuh anak mau ngemil apa nanti." Jhon menepok jidatnya dan meminta maaf atas perlakuan Mariah yang sebenarnya.
"Ahahahahaha, gapapa kok kak, aku masih ada satu lagi." April mengambil sebungkus lagi dalam tasnya.
"Huftt! Jangan dibagi lagi Pril nextarnya sama Maria."
"Aku juga gak ada niatan buat bagi Kak Maria lagi kok kak."
"Jhon! Please deh! Kamu gak usah hasut-hasut anak orang buat jadi pelit sama kayak kamu. Biar begini juga aku masih butuh asupan gizi."
Aku tertawa mendengar ucapan Kak Maria yang sudah seperti curhatan hati.
"Mau kemana Kak?" tanya April saat melihat Jhon hampir membuka pintu.
"Toilet! Perutku langsung mengeluh minta keluar karna gak tahan sama celotehan si babon," jawabnya dan langsung pergi.
"Udah Pril, biarin aja. Dia kadang-kadang ngaco kalo lagi mules."
April mengangguk sambil mengunyah nextar coklatnya.
"Btw, kakak bagi nomor kamu dong Pril," Mariah duduk mendekati April.
"Nomor kamu yang waktu itu ke riset bareng semua data yang ada dihape kakak kemarin."
"Sebentar kak," ucapnya mengambil tas lalu merogoh dalamnya mencari ponselnya yang ia letakan disebuah bagian kecil disana.
"Kok gak ada ya?!" tanyanya pada diri sendiri mulai panik.
"Apanya Pril?"
"Hape aku kak, gak ada ditas."
"Coba kamu inget-inget lagi tadi narohnya dimana," saran Maria.
"Perasaan, aku udah nyimpen hapenya disini kak, pas udah selesai shift tadi."
"Hmm,.. tadi pas kelar shift kamu sempet mampir gitu gak kemana?"
"Cuman ke kamar mandi doang kak," jawab April.
"Nah, coba sekarang kamu periksa kesana dan pegang ini," ujarnya sambil menyodorkan ponselnya pada April.
"Buat apaan kak?"
"Jaga-jaga kalo misalnya kamu harus lewat tempat yag gelap kayak belakang panggung. Passwordnya mantan adalah makanan."
"Oh?! Ok kak! Makasih," ucapnya dan berlalu mencari ponselnya dimulai dari kamar mandi.
🕊
:::::::::::::::::
🕊
Dari dalam ruangan tampak James sedang sibuk membaca beberapa laporan yang bertumpuk di mejanya.
"Tembak terus....ehm...rasakan itu. ****** kau..... ahahhaha.."
"Arian! Bisa kecilin dikit gak suaramu itu?"
"Shutt! Diamlah! Kau urus saja berkasmu dan jangan mengganggu fokusku."
Lalu James pun melepaskan kacamatanya dan menatap jengkel Arian yang sedang tiduran disofa sambil bermain game Cober Shoot. Sebuah game tembak-tembakan bermisi.
"Seharusnya aku yang mengatakan itu. Dasar alien!"
Arian langsung menghentikkan permainannya dan menoleh ke arah James.
"Kau bilang apa? Siapa yang kau sebut alien, ha?"
Tok....tok....tok....
Seketika suara ketukan pintu diluar pun membuat James tidak membalas pertanyaan konyol sahabatnya itu. Ia malah sedikit berteriak menyilahkan orang diluar untuk masuk. Pintu terbuka menampilkan Sarah yang masuk sambil membawa sebuah ponsel.
"Maaf menganggu waktumu James," ujarnya lalu melirik Arian sekilas. "Oh?! Hai Arian!"
Arian tak membalas sapaan Sarah dan malah asik main game. Sarah menanyakan sikap Arian kepada James lewat tatapan mata mereka.
"Biarkan saja, dia sedang IMS!" Sarah mengangguk mengerti dengan apa yang dimaksud James.
🔻🔻🔻
IMS atau Irritable Male Syndrome yaitu gejala hormon mirip PMS (pada wanita) yang khusus terjadi pada pria.
🔺🔺🔺
"Duduklah!"
"Maaf telah mengganggu waktu kalian. Aku kesini ingin memberikan ini kepadamu." Sarah memberikan ponsel James yang ia pegang kepadanya.
"Hmm...tidak apa-apa."
"Sejak tadi ada temanmu, Yadi menelpon ke situ, tapi aku tidak mengangkatnya karena tidak berani."
"Ada perlu apa?"
"Tidak tahu! Telpon balik saja! Aku mau lanjut ngerekap laporan dulu."
Sarah pun keluar dan James langsung membuka ponselnya. Disana tertera 5 panggilan tidak terjawab dari Yadi.
"Tumben Yadi menelponku disaat begini. Ada apaan ya?"
James berniat menelpon balik Yadi, tapi beberapa detik kemudian ada notifikasi chat dari Yadi yang menanyakan tentang April.
"Mau kemana?" tanya Arian begitu melihat James sedikit terburu-buru berjalan ke arah pintu.
"Keluar! Ada urusan sebentar dengan seseorang. Kau tunggu saja disini jangan kemana-mana!"
James pun keluar meninggalkan Arian sendiri.
"Dasar Bossy!"
👣
:::::::::::::::::
👣
Setibanya didapur, James langsung menanyakan keberadaan Coco kepada para koki yang sedang memasak.
"Maaf pak! Saya tidak melihatnya," jawab salah satu koki yang tengah menyiapkan garnish dari tomat untuk memperindah tampilan masakan yang ia buat.
"Saya disini Pak! Kenapa?" ucap Coco tiba-tiba dari belakang hingga membuat James sedikit kaget.
"Kamu tau April dimana? Saya tanya sama kamu karna sejak tadi siang saya perhatikan kamu yang paling sering mengobrol dengannya."
"Seingat saya, April sudah pulang pak."
"Kamu yakin?"
"Iya pak! Tadi pas saya lagi buang sampah lewat pintu belakang, saya liat dia pulang sambil menggendong tasnya."
"Yaudah kamu lanjut kerja sana. Makasih ya." Coco mengangguk dan kembali ke dalam dapur.
Setelah mengabari Yadi, ia pun bersandar pada pintu disebuah ruangan yang sempat dijadikan ruang khusus untuk berfoto saat acara lamaran Will dan Dama beberapa hari lalu.
"Duh, lier gusti! Harus tanya siapa lagi tentang April," keluh James memijit pelipisnya.
Lalu datanglah Jhon yang tidak sengaja mencuri dengar keluhan bossnya tersebut.
"Maaf Pak! Pak James nyari April? Dia ada tuh pak diruang gawai lagi istirahat bareng Maria."
Mendengar itu, James langsung membuka matanya dan menghadap ke arah Jhon yang berada disampingnya.
"Serius kamu? April ada diruang gawai?" Jhon mengangguk kebingungan.
"Tapi kenapa Pak James segitu pusingnya nyari April, ya pak?"
James menjelaskan semuanya dari awal hingga akhir. Ia juga menunjukkan bukti chattannya dengan Yadi pada Jhon.
"Kalo soal itu, sepertinya saya tau pak hape April dimana," ujarnya.
"Dimana?"
"Dibelakang panggung pak. Soalnya tadi saya denger ada suara ringtone yang bunyinya mirip kayak ringtone hape April."
"Oh, yaudah kalo begitu makasih ya," ucapnya dan berlalu pergi menuju belakang panggung.
Rupanya Jhon lupa memberitahu James bahwa ia juga telah memberitahu April perkara ponselnya tersebut.
Tadi ia tak sengaja melihat April celingukkan seperti mencari sesuatu dipembatas kamar mandi. Ternyata, ia juga mencari ponselnya yang lupa ia letakkan dimana.
Untungnya Jhon langsung memberitahunya tentang ponselnya ketika tanpa sengaja ia mendengar ada bunyi ringtone ponsel dari arah belakang panggung.
"Ya udahlah! Pak Jamesnya juga udah keburu pergi." Lalu ia pun kembali memegangi perutnya dan buru-buru ke toilet.
👣
:::::::::::::
👣
"Sepertinya aku harus mengambil hape itu sendiri," ujarnya saat melihat tidak ada satupun pelayan yang free.
Namun langkahnya terhenti begitu Will menelponnya.
"Halo..."
"Oi, Je! Bantu kita angkat barang dong di basement."
"Lho, kok jadi kamu yang angkat telponnya No, Willny kemana?"
"Ada disamping aku lagi bawa banyak barang."
"Cepetan kesini woii! Berat nih!" teriak Will disebrang
"Tapi aku harus cari ponselnya April dulu dibelakang panggung."
"Suruh Arian aja kalo begitu," saran Will dan James langsung mengechat Arian. Ia berdalih jika telpon cliennya ketinggalan dibelakang panggung. Ia sengaja melakukannya karena jika tidak begini, Arian pasti akan langsung menolaknya begitu tau jika ponsel yang dimaksud adalah milik April. Namun untungnya ia menyetujuinya tanpa banyak tanya seperti biasanya.
"Ok, wait! I'm coming!"
🕊
:::::::::::::::::::::
🕊
Back to Arian!!
"Nih bule kemana sih? Perasaan lama banget keluarnya," gerutunya yang tiba-tiba mendapatkan notifikasi pesan dari James.
"Shit!" ujarnya saat nyawa terakhir heronya hilang begitu saja dan permainan pun berakhir alias game over.
Dengan jengkel ia membuka pesan dari James dan membalasnya. Dan....
Arian pun meninggalkan ruangan James dan pergi menuju ke belakang panggung. Selama perjalanan menuju kesana, ia terus menggerutukan tentang betapa tidak adilnya sikap James pada dirinya. Ia bahkan lebih mementingkan cliennya daripada sahabatnya sendirk yang tengah kelaparan didalam ruangan ber-AC tersebut. Boro-boro dikasih cemilan, dirinya bahkan tidam disuruh makan dulu oleh James.
"Sahabat macam apa yang tega menelantarkan sahabatnya sendiri demi sebuah ponsel." gerutunya.
Sesampainya ia disana, ia lalu menyalahkan senter diponselnya dan mulai berjalan memasuki belakang panggung.
"Aishhh, kurasa aku harus menyuruh James untuk cepat-cepat merenovasi bagian yang satu ini," katanya pada diri sendiri saat hampir tersandung oleh sebuah tali yang banyak berserakan dilantai.
"Demi martabak kacang wijen Pak Salman, suasana disekitar sini sedikit membuatku merasa seperti sedang bermain film horror."
Tring!!
Kembali ia mendapatkan pesan dari James yang isinya membuat dirinya bertambah kesal bercampur jengkel.
"Awas saja kau James! Jangan harap aku memaafkan mu karna aku bilang It's ok. Tidak semudah itu kawan," ucapnya melampiaskan kekesalannya pada ponselnya.
Lalu, ketika ia ingin berbalik, tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu tampak meraba perutnya. Ia sorotkan senter diponselnya pada sesuatu didepannya, ia juga sedikit meraba dan jarinya menangkap sesuatu yang keras serta memliki rambut.
Kemudian rambut itu ia tarik perlahan dan menampilkan kedua mata yang tengah tertutup. Sesaat, ia merasakan tubuhnya kaku dan perlahan mendingin.
"Ya allah, tolongin hamba dari godaan setan yang terkutuk ini!" batinnya dalam hati yang setelah itu membuat kedua mata sesosok didepannya terbuka.
Jreng!!
Arian langsung melepaskan genggamannya itu pada rambut sesosok asing yang ternyata adalah April.
April mengadu kesakitan karena rambutnya belum sepenuhnya terlepas dari tangan Arian. Lebih tepatnya sih rambutnya kini tersangkut digelang yang ia gunakan.
Gelang itu memiliki rongga sempit yang dapat membuat rambut siapapun mudah kecantol begitu mereka tanpa sengaja bersentuhan, kecuali orang botak ya.
"Aaaaaaaaaaaaa...." teriak Arian yang tanpa disadari telah membuat kepanikan disekitar Restoran.
Lantas hal itu memicu ketidaknyamanan para pelanggan yang sedang menikmati makanan mereka.
"Ada apa ini?" tanya James tegas pada salah pelayannya yang berdiri menonton sesuatu dari sebelah kanan panggung.
"Itu pak......"
Pelayan tersebut tidak bisa melanjutkan perkataannya karna keburu ke potong oleh teriakan Arian yang cetar membahana yang telah keluar dari belakang panggung bersama April yang sedang menahan rambutnya yang tersangkut dengan satu tangan.
Will langsung menahan Arian agar tidak banyak gerak dan segera menyuruh Reno dan James untuk membantu April melepaskan rambutnya dari gelang Arian.
Reno berusaha mengendurkan ikatan gelang Arian sementara James dengan teliti mencoba membuka lilitan tersebut dengan perlahan agar tidak menyakiti April.
"Makasih Pak James," kata April kemudian membenarkan kuncir rambutnya.
"No, Will!" mereka pun menoleh pada James. "Tolong bawa Arian sama April ke ruanganku. Ada yang harus aku bereskan disini."
Mereka pun mengangguk dan segara pergi masuk ke dalam ruangan James.
"Sampaikan pada Chef Bimo tolong buatkan dessert spesial kita untuk semua pelanggan disini," perintahnya berbisik pada Jhon yang langsung ngacir ke dapur.
"Saya selaku manager di sini meminta maaf atas ketidaknyamanan kalian. Sebagai gantinya, kami akan menggantinya dengan dessert spesial yang kami berikan secara gratis untuk kalian semua."
James tersenyum singkat melihat raut wajah pelanggannya yang kini berubah senang.
🕊
::::::::::::::
🕊
"Gelangku kak," kataku meminta gelangku yang disita oleh Kak Reno karna katanya berbahaya kalo aku yang pakai lagi. Hah, Alasan klasik!
"Tunggu James dulu baru aku kembalikan," ujarnya.
Aku berdecak kesal dan beralih menatap si cewe tengil yang tertunduk memainkan jari jemarinya yang berulang kali ia remas.
Ceklek!
Akhirnya James datang namun tak sendiri, ada Dama dan Maya yang mengekor dibelakangnya.
Kulihat Dama menghampiri William dan menanyakan mengapa suasana disini rasanya tegang sekali. Lalu Will menunjuk cewe tengil itu.
"April!" panggilnya menghampiri cewe tengil itu dan duduk disampingnya.
Ia kemudian menoleh pada Dama yang tersenyum kepadanya.
"Apa kabar? Lama ya gak ketemu kita."
"Alhamdulillah baik kak," jawabnya dan tersenyum.
"Pinter banget dramanya cewe ini, tadi aja kesakitan sekarang malah bisa tersenyum manis seperti itu." batinku yang agak cringe melihatnya.
"Btw, makasih ya buat yang waktu itu. You'r melody is very Amazing. Xie-xie."
"Bù kèqì, Kak. (Sama-sama kak)," balasnya.
"Kau bisa bahasa Chinese?" tanya Will terkejut.
"Tidak bisa pak. Saya hanya menjawabnya sesuai apa yang telah saya pelajari dari buku."
"Hěn kù (Keren)" ujar Will kagum pada cewe tengil itu.
Aishhh, obrolan macam apa ini? Hanya membahas dia dan melupakanku.
"Mau kemana? Duduk! Aku ingin meminta kejelasanmu mengapa kau berteriak-teriak, hah? Bikin malu saja kerjaanmu, Yan....Yan...." tanya James kepadaku.
"Kenapa hanya aku yang disalahkan??" belaku tidak terima.
"Ya jelas karna kau berteriak bodoh!" sambar Reno.
"Lagipula aku juga tidak akan berteriak jika bukan karena dia yang meraba-raba perut seksiku."
"Bukannya itu alasanmu saja, ha? Sebenarnya kau takutkan," ledek Will.
"Takut? Hah! Yang ada setannya yang takut denganku karna terlalu tampan."
"Cih, ewhhhh..." seru Reno, Will dan James kompak.
"Yang dikatakan Pak Arian bener, pak," ucapnya membenarkan perkataanku yang entah benarnya dibagian mana.
"Hey! Berhenti memanggilku seperti itu anak kecil," geramku.
"Dan jangan menyebutku anak kecil kalo begitu" tegasnya balik membuat mereka menertawakanku karena kalah dari anak kecil.
"Kau sedang tidak membela Arian kan, Pril?" tanya Dama.
"Jujur saja pada kami! Katakan yang sebenarnya, apa dia mengancammu juga?" sambung Maya.
"Nggak kok kak, aku mengatakan yang sejujurnya dan aku juga tidak membela siapapun. Tadi pas aku dalam perjalanan habis ambil hapeku dibelakang panggung, tiba-tiba hapenya Kak Maria yang aku pake buat senter mati. Aku pengen ganti pake senter dihapeku tapi batrenya gak cukup. Akhirnya aku mutusin untuk jalan sambil tutup mata. Teruskan aku denger suara kayak bisik-bisik gitu yang langsung ngebuat aku panik. Tanpa pikir panjang, aku main terobos aja sampe sempat kesandung beberapa kali tadi sampe akhirnya tanganku berhenti didepan something yang lunak dan sedikit keras. Kupikir itu tadinya boneka, gak taunya perutnya Pak, eh, maksudku Kak Arian."
"Ehmmm...." respon Maya dan Dama bersamaan.
"Kok ada yang ngeganjal ya," kata Reno. "Kamu kenapa deh Pril, kok jalan sambil tutup mata? Padahal lebih mudah buat langsung lari pake mata yang terbuka."
"Saya punya Nyctophobia, Pak."
"Ha..? Nikipo.....akhh...ngomongnya yang jelas kek," balasku geram ketika sudah membahas istilah yang sulit untuk kuucapkan.
"Nyctophobia, Yan, sebutan buat orang yang phobia gelap. Benerkan Pril." Cewe tengil itu mengangguk mengiyakan ucapan James.
"Oh I see...." tutur Reno. "Yang kau maksud hape clienmu itu sebenanya hape April kan?"
"Iya No!" jawab James.
"Daritadi juga James udah ngejelasin lagi, Ren, di Basement. Fokusmu kemana tidak mendengarkannya," celetuk Will.
"What??" pekikku yang ternyata telah ditipu oleh James. Aku menatapnya dan mempertanyakan arti dari omongan Will dan Reno.
"Sorry Yan! Aku terpaksa melakukannya karna aku takut kau menolaknya."
Fix! Ternyata gadis ini rupanya telah mencuci otak sahabat dekatku. James yang selama ini selalu jujur ketika meminta bantuan, kini ia malah dengan teganya berbohong hanya demi gadis jelek ini, jelek seperti capung. I hate her and Dragonfly!
"Ini semua gara-gara kamu tau gak!" tuduhku menunjuknya.
"Makanya kalo hidup tuh jangan suka nyusahin orang! Kalo begini kau tidak ada bedanya dengan SAMPAH! Gak dimana-mana pasti bikin masalah."
"ARIAN!" bentak Reno.
"Apa? Aku hanya mengatakan kebenarannya saja," jelasku pada mereka kecuali si capung yang tengah menatap aneh diriku.
"Sadar Ari! Dia cewe lho! Seenggaknya saring sedikitlah perkataanmu barusan. Jangan terlalu kasar sama wanita," bela Maya yang berdiri disampingnya dan menenangkannya yang sedari tadi hanya menatap ke bawah.
Ku perhatikan dirinya semakin kuat meremas jari jemarinya yang sepertinya tengah berusaha menahan emosi agar tidak terbawa suasana.
"Hello! Kau bisu ya daritadi diam saja? Apa jangan-jangan matamu katarak karena kebanyakan merem pas jalan di dalam kegelapan tadi?"
Sedetik kemudian aku merasakan sebuah tinju yang sangat keras mendarat bebas menghantam pipi mulusku.
"Dama, tolong bawa April keluar dari sini." perintah Will.
"Kau juga May! Pergilah bareng mereka berdua," sambung James.
"Cih! Lebay banget pake ditemenin. Cuman pianis part time aja berasa anak ratu elizabeth."
"Reno! Jagain pintu biar gak ada yang sembarangan masuk."
Lalu kakakku menyeret kursinya dan duduk berbalik membelakangi pintu yang menjadi satu-satunya jalan keluar masuk ruangan ini.
"Mau menonjokku lagi? Ayo maju, nih nyari yang empuk," kataku menunjukkan pipi kiriku yang bebas dari legam.
"Kurasa satu tinju dariku sudah cukup menyampaikan rasa betapa kecewanya diriku atas sikap kurang ajarmu tadi pada April. Awalnya aku berpikir kau adalah pria yang sangat menghargai wanita, mengingat tentang bagaimana dulu kau membantuku melindungi ibuku yang hampir disiksa lagi oleh si ******** itu. Tapi nyatanya....kau dan ******** itu.....sama saja."
Oh no...no...no! Kenapa jadi riweh sih. Bodoh kau Arian! Bodoh! Seharusnya kau ingat, Will itu sangat membenci sikap seseorang yang merendahkan wanita yang dikenalnya dengan kasar. Apalagi, gadis capung itu juga telah berjasa membantunya beberapa hari lalu.
"Will! Will... aku bisa jelaskan sedikit......"
Ia mengacuhkanku dengan tatapan kecewa yang teramat dalam yang tersirat dari sorot matanya.
"Ayo, James, Ren..." ujarnya mengajak Reno dan James keluar.
"Sebentar," potong James menghampiriku dan mendekat ke telingaku.
"Lain kali berpikirlah terlebih dahulu sebelum berbicara. Kuharap kau bisa belajar dari hari ini tentang bagaimana kau harus menilai seseorang dari kedua sisi mereka. Dan maaf telah membohongimu sobat."
James menepuk pundakku dan mereka pun keluar meninggalkanku sendiri yang frustasi karena tidak bisa mengontrol emosiku.
"Aaarrrggggghhhhh....."
🕊
:::::::::::::::
🕊
"April!"
Aku menoleh kebelakang dan melihat Kak Sarah berlari sambil memegang sebuah amplop coklat. Ya allah! Bagaimana aku bisa lupa untuk mengambil bayarannya sebelum pulang dari sini.
"Ini ambillah," kata Kak Sarah menyerahkan amplopnya kepadaku.
"Makasih banyak Kak! Maaf telah merepotkanmu," ucapku.
"Tidak apa-apa," balasnya tersenyum. "Yadi tidak menjemputmu?" Aku menggeleng dan ia menanyakan alasannya.
"Kak Yadi sibuk ngurusin persiapan lamaran kakaknya, kak."
"Mau kita anter, Pril?" tanya Kak Maya menawarkan tumpangan untukku.
"Gak usah, makasih kak. Gak enak sama abang ojolnya yang udah nungguin daritadi deket besment," jawabku berbohong karena tidak ingin merepotkan mereka.
"Yaudah kalo gitu hati-hati yak!" ucap Kak Dama. Aku mengangguk dan berpamitan kepada mereka lalu pergi keluar lewat pintu belakang.
🔺 🔻 🔺
Sepi! Batinku yang kemudian mengeluarkan earphone kesayanganku dan menjejalkannya ke kedua telingaku.
Ku buka daftar musik favoritku dan memutar lagunya secara acak. Aku bingung ingin memilih yang mana karena suasana hatiku saat ini juga sedang campur aduk.
Ku besarkan volumenya disaat suara petikkan gitar mengawali lagu yang ku dengar. Mendengarnya, membuatku kembali terbayang dengan caci maki teman Pak James yang sebelas dua belas dengan monyet. Bahkan monyet pun lebih pintar sepertinya dari dirinya.
Lalu, aku pun menyanyikan beberapa bait lirik lagu ini yang nadanya sangat mewakili emosi yang sedang kurasakan.
🎶
🎶
🎶
Show me a smile then
Don't be unhappy
Can't remember when
I last saw you laughing
This world makes you crazy
And you've taken all you can bear
Just call me up
'Cause I will always be there
And I see your true colors shining through
I see your true colors
And that's why I love you
So don't be afraid to let them show
Your true colors
True colors are beautiful
I see your true colors shining through, true colors
I see your true colors
And that's why I love you
So don't be afraid to let them show
Your true colors
True colors are beautiful
Like a rainbow
Oh, like a rainbow
🎵 True Colors – Justin Timberlake 🎵
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 14 Episodes
Comments