Satria justru tertawa mendengar jawaban Kia. Dia berdiri dari kursi kebesarannya, dan berjalan mendekati Kia. Pria itu menghentikan langkahnya saat berdiri tepat di belakang Kia.
Satria membungkukkan badannya, dan memposisikan kepalanya sejajar dengan kepala Kia. "Kalian mungkin sudah tidak punya harta, tapi kamu masih mempunyai tubuh untuk bisa dijadikan imbalan," bisiknya tepat di telinga Kia.
Sontak Kia kaget mendengar ucapan pria kurang ajar ini. Kia langsung berdiri bersamaan dengan Satria yang kembali menegakkan tubuhnya.
Kia membalikan tubuhnya, menatap marah akan ucapan Satria. Kia tidak hanya tersinggung, tapi dia sakit hati karena merasa dihina.
"Saya tidak menyangka, seorang pengacara terkenal seperti anda ternyata suka dengan permainan kotor," ucap Kia yang masih berusaha sopan meski harus menahan kemarahannya.
Kia hendak melangkah pergi meninggalkan pria berengsek ini. Persetan dengan masalah kakaknya, ia akan memikirkannya nanti. Pengacara bukan hanya pria ini saja.
"Kita belum mencapai kesepakatan, kenapa terburu-buru pergi?" ucap Satria yang mencekal pergelangan tangan Kia untuk menghentikan langkah Kia.
Kia menghempaskan cekalan tangan Satria, menatap pria itu dengan tajam. Membuka matanya selebar mungkin untuk menunjukkan kemarahannya.
"Saya tidak suka bersepakat dengan pria yang tidak bisa menghargai wanita!" ucap Kia tegas.
Bukannya marah karena ucapan Kia yang menyinggung, Satria justru tersenyum dengan gadis di depannya ini.
"Kamu tidak mengenal saya, bagaimana bisa kamu menilai saya tidak bisa menghargai wanita," jawab Satria santai.
"Pria yang meminta tubuh wanita sebagai imbalan, apakah itu tidak cukup untuk membuktikan bahwa dia pria yang tidak bisa menghargai wanita?"
"Kamu terlalu cepat mengambil kesimpulan mu sendiri."
Kia masih berdiri menatap tidak suka pada pria bernama Satria ini.
"Duduklah kembali, kita akan berbicara tentang kesepakatan."
Kia tak mengindahkan perintah Satria untuk kembali duduk. Dia tetap berdiri diposisi nya.
Satria pun menarik kursi yang berada tepat di samping Kia. "Duduklah!" titahnya.
Yang langsung berjalan ke arah sofa yang terletak di ruang kerjanya. Satria mendudukkan dirinya di sana, dan menyilangkan kakinya dengan elegan.
Melihat Satria yang sudah duduk dan terus menatapnya seolah memberi perintah agar Kia juga duduk seperti perintahnya tadi. Kia pun akhirnya duduk di kursi yang tadi ditarik Satria. Mereka kini berhadap-hadapan, meski berjauhan.
"Sebelumnya Aku ingin bilang tidak usah terlalu formal dalam pembicaraan ini. Aku adalah teman kakakmu," ujar Satria.
"Aku tidak suka berbasa-basi, jadi aku akan langsung mengatakan maksud dari ucapanku tadi," ucap Satria mengakhiri kebisuan diantara dirinya dan Kia.
"Aku bisa saja membantumu dan juga kakakmu, dan sebagai imbalannya aku juga ingin kamu membantuku."
Kia diam, belum ingin memberikan respon apapun.
"Aku ingin kamu menjadi istri sirri ku."
Mendengarnya, Kia langsung berdiri dan tak ingin lagi membicarakan tentang kesepakatan.
"Jangan marah dulu, duduklah kembali," ucap Satria yang menyadari kemarahan Kia.
"Aku akan membantu kakakmu dan juga perusahaan milik almarhum ayahmu jika kamu bersedia menjadi istri sirri ku. Namun jika kamu tidak mau, tidak masalah untuk ku. Kamu bisa mencari pengacara lain, yang aku jamin, tidak akan ada pengacara yang mau bekerja cuma-cuma," jelasnya.
Kali ini Kia langsung berdiri dan meninggalkan ruangan pengacara itu.
"Pikirkanlah baik-baik, dan kapanpun kamu boleh datang padaku," ucap Satria sebelum Kia menghilang di balik pintu.
🍁🍁🍁🍁
Kia menghempaskan tubuhnya di atas ranjang begitu sampai di rumahnya. Rumah yang kini sepi, hanya dirinya sendiri yang tinggal di rumah sebesar ini. Para asisten rumah tangga sudah ia pulangkan semua, sejak ia mengetahui kondisi keuangan perusahaan. Kia pun juga harus segera meninggalkan rumah penuh kenangan ini, rumah yang menjadi saksi bertumbuhnya Kia.
Rumah ini termasuk aset yang akan disita untuk memenuhi kewajiban perusahaan. Dan waktu yang diberikan untuknya akan segera habis, Kia harus segera mengosongkan rumah ini.
Kia menatap langit-langit di kamarnya, memikirkan tentang bagaimana ia akan membebaskan kakaknya. Dan dimana ia akan tinggal setelah terusir dari rumahnya.
Di kontrakan atau menumpang di rumah temannya. Kia yakin teman-temannya akan dengan senang hati menampungnya.
Tiba-tiba Kia teringat juga tentang ucapan pengacara yang tadi sore ia temui. Haruskah ia memenuhi tawaran itu. Kalau dipikir-pikir, benar juga kata pengacara itu. Tidak akan ada pengacara yang mau bekerja cuma-cuma. Tapi jika dia penuhi tawaran menjadi istri sirri pengacara itu, bukankah sama saja dengan menjual diri.
Dering ponsel Kia menyadarkan Kia dari lamunannya. Kia merogoh tas yang tadi ikut ia lempar ke atas ranjang. Saat hendak mengangkat panggilan itu, ponsel Kia sudah berhenti berdering. Kia membuka layar ponselnya, dan tertulis nama shila yang panggilannya tidak sempat terjawab.
Kemudian Kia membuka pesan dari Shila, yang merupakan satu-satunya sahabatnya sekarang. Teman-temannya yang lain seolah menghilang, dan tidak bisa dihubungi sejak keluarga Kia bermasalah. Tinggal Shila saja yang masih mau berteman dengan Kia. Shila menanyakan kabar Kia, yang memang sejak berita dan kasus kakaknya mencuat ke publik, Kia tak lagi muncul di kampus. Kia juga menonaktifkan ponselnya, itu semua untuk menghindari wartawan yang akan mengorek informasi darinya.
Baru tadi pagi Kia mengaktifkan lagi ponselnya. Ternyata banyak pesan dari sahabatnya yang mengkhawatirkan keadaannya. Kia mulai membalas pesan dari Shila dan mengatakan bahwa ia baik-baik saja.
Kia merasakan perutnya lapar, karena sejak tadi siang dia belum mengisinya sama sekali. Kia turun kedapur dan mencoba mencari makanan disana, lemari pendingin yang biasanya penuh dengan makanan ataupun bahan masakan, kini sudah nampak kosong. Sejak ia merumahkan asisten rumah tangganya, tidak ada yang mengurusi dapur.
Hingga ketika tidak ada persediaan makanan di dapurnya pun ia tak tahu. Beruntung masih ada telur didalam lemari pendingin yang satunya. Kia mengambil dua telur dari sana, dan menaruhnya di meja. Kia memandangi dua butir telur yang baru saja ia ambil, menatapnya penuh tanya. Akan jadi makanan apa telur ini, dan juga bagaimana cara mengolahnya menjadi makanan.
Kia tidak pernah terlibat dengan urusan dapur sebelumnya, karena ayah dan kakaknya terlalu memanjakannya. Kia mengambil kedua telur itu, satu di tangan kanannya dan yang lain di tangan kiri. Ditatapnya sungguh-sungguh kedua telur di tangannya.
"Bisakah kalian berubah menjadi makanan yang lezat untuk ku?" ucapnya pada telur-telur itu, lalu menggenggamnya. Kia menutup matanya, kemudian berkomat-kamit seperti merapal mantra. "Boooom," teriaknya, lalu meniup dua telur dalam genggamannya.
Perlahan Kia membuka matanya, beriringan dengan genggaman tangannya yang juga membuka. Kia menatap kecewa pada dua telur ditangannya, kenapa telur-telur itu tidak berubah seperti biasanya. Dulu kakaknya selalu mengajarinya, jika ia ingin sesuatu tinggal merapal mantra yang diajarkan kakaknya, dan semua yang ia inginkan akan terwujud.
Semua itu memang ia lakukan ketika ia masih kecil, dan Kia mencobanya lagi kali ini. Berharap keinginanya merubah telur itu jadi makanan yang lezat terwujud seperti saat ia masih kecil.
Ah ... mungkin dia salah merapal mantra, Kia kembali memulai ritualnya. Menggenggamnya dan merapal mantra dengan hati-hati agar tak salah ucap. Namun setelah ritual yang ia lakukan, telur itu tetap tak berubah menjadi apapun. Tetap menjadi telur. Kia mulai menangis, diletakkannya kedua telur itu di atas meja.
"Dasar bodoh." Kia merutuki dirinya sendiri, Kia sadar semua yang diajarkan kakaknya hanyalah tipuan untuk membujuknya saat masih kecil. Mungkin karena sudah terlalu frustasi, Kia ingin mencobanya kembali.
"Ayolah Kia, kamu bukan orang bodoh yang hidup di alam mimpi," hatinya menyuarakan logika agar Kia bangkit dari khayalannya.
"Tapi aku ingin, kalau ini semua hanya mimpi. Aku mau semuanya kembali!" teriaknya sambil menangis terisak.
"Aku mau kakakku, aku mau semua kesenanganku kembali. Bukan seperti ini!" teriaknya lagi.
Kia semakin menangisi nasibnya, sekarang ia tak memiliki apapun. Bahkan kemampuan memasakpun ia tak punya. Menyedihkan.
❤️❤️❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
🍁🅰🅽🅶💃🅺🅰🆃🆁🅸🅽❣️
Terima aja.. untuk menolong kk kamu.. ku trasa gak buruk juga.. dari pada kau jadi gembel
2025-03-26
0
Kendarsih Keken
kasihan Kia biasa hidup mewah dan sekarang dunia nya terbalik , untuk masak telur ajaaa dia nggak bisa 😒😒
2023-06-15
1
Byla
Pun ada temen gw gak tahu cara rebus air wkwkwkwkw
2022-01-04
0