"Uhuk uhuk! Uhuk uhukk!"
Kim Hwa berjalan masuk perlahan. Mendengar suara batuk dari kaisar saja ia sudah takut setengah mati. Ancaman yang baru ia terima dari ibu suri membuatnya ketakutan.
"Jika kau berhasil menyembuhkan putraku, kau akan mendapat dua kotak sedang berisi perhiasan emas. Tapi kalau kau gagal menjalankan peran sebagai tabib istana, kau harus mati."
Kim Hwa membuka kembali matanya, siap tidak siap ia harus bisa lolos dari ujian ini. Selama ini ia gemar membaca, jadi hari ini harus bisa mempraktekkan.
A Yong berlutut sampai ke tanah.
"Yang Mulia, ini adalah Tabib Kim Hwa. Anak dari Tabib Cheng. Yang Mulia percaya saja, Yang Mulia pasti baik-baik saja." ucap A Yong.
Shen Wang belum pernah mau diobati oleh tabib lain selain Tabib Cheng. Tapi mendengar kalau Kim Hwa adalah anaknya Tabib Cheng, ia mencoba melihat parasnya.
"Tabib wanita?!" marahnya.
Kim Hwa langsung menunduk dan bergetar ketakutan.
"Benar, Yang Mulia. Tabib Cheng hanya punya seorang putri saja." A Yong menunduk merasa bersalah.
"Uhuuk uhuk! Uhuk uhuk!! Khuu khuu!" Karena merasa dalam kesempitan, Shen Wang tak bisa menolak untuk diobati.
Kim Hwa masih menunduk di tempatnya karena takut.
"Kau." Shen Wang menoleh pada Kim Hwa.
"I-iya, Yang Mulia?" Kim Hwa mencoba menatap mata kaisar walau jelas bahwa ia terlihat sangat ketakutan.
"Jangan bicarakan penyakitku pada siapapun. Jangan satu orangpun walau permaisuri, selir, atau ibu suri."
Kim Hwa berlutut sampai ke tanah. "Hamba berjanji." ucapnya.
"Baiklah uhuk!!" Shen Wang terbatuk lagi.
"Tuan, aku butuh semua peralatan meracikku." Kim Hwa menatap melas pada A Yong.
"Kau tidak membawanya??" A Yong menaikkan alisnya.
"Tuan terus menarik pergelangan tanganku. Aku bahkan tidak bisa bicara lagi." Kim Hwa menggeleng.
"Khuu khuu!" batuknya terdengar semakin parah.
"Baik aku akan mengambilkan semuanya. Tapi Tabib Kim Hwa, panggil aku A Yong saja. Seorang tabib akan memanggil pelayan pribadi kaisar dengan namanya." A Yong pergi begitu saja.
"Be-benarkah." gumam Kim Hwa dengan gugup.
Karena sifat kutu bukunya, ia sampai jarang bergaul. Selama ini siapa saja yang bekerja di istana akan ia panggil tuan.
"Hahh..." Terbatuk tanpa henti membuat Shen Wang merasa sangat kelelahan. Ia segera merebahkan dirinya sembari membuang nafas.
"Yang Mulia!"
Kim Hwa langsung berlari mendekat dengan panik. Ia tak ingin dihukum mati hari ini juga. Kaisar Shen Wang tak boleh pingsan atau sekarat sekarang.
"Yang Mulia! Bertahanlah!" Kim Hwa memanggil-manggil. Dengan panik ia meraih pergelangan tangan Shen Wang dan memeriksa nadinya.
"Detak jantung masih ada. Iramanya biasa saja. Ada perasaan ganjal artinya ada yang sedang sakit dalam tubuhnya." gumam Kim Hwa bertubi-tubi dengan mata tertutup demi merasakan nadi sang kaisar.
Perlahan Shen Wang membuka matanya dan menoleh kepada Kim Hwa. Ia terus memperhatikan betapa paniknya Kim Hwa saat ini.
Tak terasa ia menahan tawa. Gadis di sebelahnya ini panik bukan main seakan nyawanya sendirilah yang terancam. Padahal memang begitulah kenyataannya, jika kaisar tidak sembuh, nyawanyalah yang jadi taruhan.
"Yang Mulia baik-baik saja?" Kim Hwa secara spontan bertanya begitu menyadari tatapan mata Kaisar Shen Wang.
"Yang Mulia sudah sadar?" tanyanya lagi.
"Aku tidak pingsan. Kau ini tabib sungguhan apa bukan? Memangnya tidak bisa tahu?"
Kim Hwa menunduk takut lagi saat Kaisar Shen Wang memarahinya.
"Khuu khuu! Khuu! Khuu!"
"Yang mulia. Apa Anda merasa pilek?" tanya Kim Hwa.
Kaisar Shen Wang menggeleng.
"Apa batuknya berdahak?" tanya Kim Hwa.
Kaisar Shen Wang mengangguk.
Kim Hwa melihat ke sekitar dan mendekati seorang pelayan kediaman kaisar. "Tuan, bisa ambilkan tempat kosong yang tak terpakai?" tanyanya dengan hormat.
"Ah ada, Tabib. Ini." Pelayan itu dengan sigap menyediakan keperluan Kim Hwa.
Shen Wang meliriknya dari sana masih dengan tangan yang membekap mulutnya.
Tabib kerajaan mana yang memanggil seorang pelayan dengan sebutan tuan, selain Kim Hwa yang bodoh ini?
Shen Wang menggeleng sendiri, entah siapa yang mengobatinya ini. Shen Wang bertanya-tanya 'Apa tampang Kim Hwa yang bodoh ini bisa dipercaya untuk menyembuhkan dirinya?'.
"Panggil mereka pelayan." Suara parau itu menyadarkan Kim Hwa.
"Memanggilnya pelayan?" Kim Hwa bertanya lagi dengan ragu.
"Ya. Seperti kamu memanggil pelayan sendiri di kediaman para tabib." kata Kaisar Shen Wang.
"Ooh begitu ya." Kim Hwa mengangguk-angguk dan bergumam sendiri.
Bodoh. batin Shen Wang.
Sementara Kim Hwa menunduk dan merutuki ketidaktahuannya.
"Tabib. Badanku rasanya mulai panas dingin." kata Shen Wang.
"Ah panas dingin? Be-berarti ada infeksi." Kim Hwa berlari kecil mendekat.
"Pe-permisi yang mulia."
Mau menyentuh kening Kaisar Shen Wang untuk memeriksanya saja Kim Hwa meminta ijin.
"Apa Tabib Cheng tidak pernah mengajarimu?"
"Soal apa yang mulia?"
"Tabib tidak perlu ijin untuk memeriksa. Apa ayahnya jenius dan anaknya bodoh?" Shen Wang tersenyum.
Kim Hwa menunduk lagi.
"Jangan menunduk terus. Kau terlihat semakin bodoh."
Kim Hwa kembali menegakkan dagunya dan menyentuh kening Kaisar Shen Wang tanpa permisi.
"Cukup demam. Apa Yang Mulia sempat terluka?" tanya Kim Hwa.
Kaisar Shen Wang menggeleng.
"Hanya pernah mendapat pukulan disini." Shen Wang menyentuh dada kanannya.
"Apa itu masih nyeri?" tanya Kim Hwa.
Shen Wang mengangguk-angguk.
"Itu sebabnya aku dipaksa pulang dari medan perang. Apa lagi aku terserang batuk." Shen Wang menggeleng seakan tak mau mengakui kelemahan tubuhnya.
"Uhuk uhuk!!"
"Yang Mulia, bila ada dahaknya harus dikeluarkan." Kim Hwa menyodorkan wadah kayu yang sedari tadi ia pegang.
Shen Wang meludahkan dahaknya kesana.
Dari sekali lihat, Kim Hwa langsung paham apa yang sedang terjadi.
"Dahak berbusa." gumamnya.
Shen Wang meliriknya dengan penasaran.
"Dahak berbusa, panas dingin karena luka dalam, luka dalam yang nyeri, merasa kelelahan, dan batuk kronis." ucap Kim Hwa dengan mata tertutup seakan ia sedang mengingat sebaris kalimat dalam buku obat-obatannya.
"Apa?" Shen Wang menyela.
"Yang Mulia. Aku tahu obatnya. Ini ada di buku yang ayahku berikan padaku." Mata Kim Hwa berbinar-binar bagai anak kecil yang menemukan mainan. Ia yakin seratus persen bila resepnya sudah pernah diketemukan, ia tak akan salah apa lagi sampai dihukum mati.
Shen Wang menatap keceriaan si bodoh itu dengan mulut setengah menganga.
"Tabib Kim Hwa. Ini peralatan meracik obatmu." A Yong datang kembali dengan pelayan-pelayan yang membantu membawakan barang di belakangnya.
"Uhuk uhuk!" Shen Wang kembali terbatuk.
"Tabib Kim Hwa! Hamba mohon sembuhkan kaisar!!"
Kim Hwa berjalan mundur karena kaget. A Yong memohon hingga tersungkur dan memegang salah satu kaki Kim Hwa.
"I-iya." jawab Kim Hwa sebisanya.
"Aku butuh bahan bahan obatnya. Tuan tolong carikan untukku." katanya dengan polos.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
feetye
mampir...bukan corona kan????
2021-03-30
1
Ririn Satkwantono
syuukaaa thoor
2021-02-15
1
Mami Mara
ada yg menarik dsini, nyimak dlu ya 😊
2020-12-05
0