Disaat sang fajar belum menyingsing, suara langkah kaki kuda bersahutan membelah jalan pedesaan. Hawa dingin tak mereka pedulikan, kabut sungai masih menyebar disekitar, menghalangi pandangan.
Keributan itu membangunkan para warga dari tidurnya, tapi tak ada yang berani keluar. Mereka takut jika Kerajaan musuh menyerang, atau pun konflik antara kekaisaran dengan perguruan Long pecah kembali.
Sedangkan didalam sebuah gubuk kecil diujung desa, sepasang suami istri membereskan semua barang putrinya tak menyisakan apapun, air mata terus mengalir dari pelupuk mata sang istri, suara isakan yang tertahan terdengar samar-samar oleh salah satu gadis kecil yang tertidur.
"Suamiku, apa mereka akan selamat jika kita mengirim mereka keperguruan Long?" bisik sang istri sendu, kala melirik dua gadis kecil yang sedang tertidur lelap dengan damainya.
"Tenangkan dirimu istriku, sang kuasa pasti melindungi mereka, aku yakin itu. Kita harus menghilangkan semua jejak kedua putri kita, jangan sampai ada yang tersisa, aku tak menyangka jika hari ini telah tiba," ucap sang suami, ia merangkul tubuh bergetar istrinya, ia ingin menangis tapi siapa yang akan menenagkan istrinya?
"Mereka masih terlalu muda untuk kita lepaskan, aku takut jika dimasa depan mereka akan mendapat kesulitan tanpa kita," ucap sang istri, ia merapatkan tubuhnya didada sang suami.
Gadis kecil itu diam-diam membuka matanya, awalnya ia akan terbangun tapi ia urungkan, 'Sebenarnya apa yang akan terjadi?' batinnya.
"Mereka tak akan kekurangan apapun dimasa depan. Aku yakin Annchi kita akan menjaga adiknya dengan baik."
"Ayah, ibu? Apa yang terjadi?" gumam gadis berusia tujuh tahun itu terbangun.
"Hah..." Kaget mereka, "Kenapa kau bangun Chi'er?" tanya sang ibu.
"Hmm, apa ayah dan ibu baik-baik saja?"
"Kami baik-baik saja, hanya saja kami akan mengirim kalian ke perguruan Long untuk belajar disana," ucap sang Ibu.
Tok.. Tok.. Tok..
"Tabib Yi cepatlah keluar! Mereka sudah dekat!" teriak seseorang di luar sana.
"Gawat! Masuklah paman Mo, mereka akan siap sebentar lagi," ucap sang ayah, Annchi bingung, Wei pun terbangun kala keributan terdengar, "Chi'er bersiaplah, istriku siapkan semuanya!" lanjutnya.
Paman Mo adalah orang kepercayaan sang ayah mereka sama-sama tabib kekaisaran, ia juga salah satu tangan kanan sang kaisar saat permaisuri masih ada, tapi kini ia memilih menjadi rakyat biasa dan menjalani masa tuanya dengan damai.
Diluar sebuah kereta kuda sudah menunggu, semua barang Annchi dan Wei diangkut dalam satu kereta, dari kejauhan samar-samar terdengar suara langkah kuda yang mendekat.
"Chi'er, kuharap kalian saling menjaga satu sam lain. Paman Mo, dia akan membawa kalian keperguruan Long, belajarlah disana. Mungkin suatu saat nanti ayah dan ibu akan menyusul kalian," ucap sang ayah, dengan jari yang membentuk simpul.
"Jangan membuat sebuah janji jika kau tak yakin untuk menepatinya, Ayah! Sekarang katakan! Apa yang sebenarnya terjadi?" ucap Annchi.
"Aku.... " ucap sang ayah terhenti saat suara ringkikan kuda terdengar dikejauhan, wajahnya memucat, gerak tubuhnya gelisah.
"Cepat bawa mereka pergi!" teriak sang ayah, "Dengar Chi'er apapun yang terjadi kalian harus secepatnya meninggalakan tempat ini! Mo pergilah!" ucapnya, ia berlari menuju istrinya yang menangis.
"Ayah?!" teriak Annchi, ia akan melompat tapi totokan di tubuhnya menghentikan langkahnya. "Tenangkan dirimu Annchi, biarkan Ayahmu menghadapi masalahnya, aku tau kau bisa mengerti semua ini bukan?"
Annchi diam, ingin rasanya ia meberontak. kereta kuda itu melaju sangat kencang, berlawanan arah menuju jalur pegunungan, Annchi menangis saat mendengar teriakan sang ibu tertangkap oleh pendengaran jarak jauhnya.
'Mengapa aku tak bisa melindungi milikku, apa artinya hidupku jika aku tak bisa melindungi orang-orang yang aku sayangi?' Benak Annchi.
Kereta kuda memasuki hutan, saat sang fajar baru menyingsing, tapi keadaan hutan masih gelap karena rimbun pepohonan. Hening itulah suasana disana, tapi sayang tak bertahan lama.
Slapp... Slaap... Blaarr.... Anak panah api menancap dipunggung kuda membuat kuda kesakitan juga kereta tersebut tak seimbang lalu menabrak pohon disisinya, sebagian kereta tersebut hancur dan beberapa barang berhambur keluar.
Slaap..Slaap.. Blaarr... Anak panah lainya menyusul, melahap sebagian tubuh kereta, serta barang yang didalamnya, dua gadis yang berada didalamnya ketakutan.
"Nona kau baik-baik saja?" ucap paman Mo.
"Paman lepaskan totokanmu, aku baik-baik saja, tapi Wei...," ucap Annchi, ia mengkhawatirkan Wei yang terhimpit beberapa barang, sedangkan dibelakang mereka api membesar siap melahap mereka.
"Kakak, huhuhu.. aku takut," ucap Wei, saat api itu menar-nari dibelakang mereka, ia mencoba melepaskan dirinya, paman Mo melepaskan totokannya juga membantu Wei.
"Tenanglah, Wei'er semua akan baik-baik saja." Annchi menenangkan, meski hatinya ingin berteriak dan mengatakan Apanya yang baik-baik saja? Annchi melirik barang yang yang hampir terbakar, ia melihat kotak kayu hadiah dari sang ayah.
Tak lama muncul bandit gunung menghadang mereka, dengan pedang dan panah sebagai senjatanya. "Hahaha jarang sekali kita mendapatkan tangkapan besar sepagi ini, lihatlah sungguh indah koin emas itu," ucap salah satu bandit, pandagannya tertuju pada koin yang berserakan dari kantungnya.
"Hmm, aku lebih tertarik pada dua gadis itu, jika mereka besar sepertinya akan sangat cantik," ucapnya, dengan tatapan penuh nafsu tercetak diwajahnya.
Paman Mo langsung mengeluarkan pedangnya, ia menghalangi kedua tubuh gadis kecil dibelakangnya, "Kalian larilah dari sini, aku akan menghadang mereka," ucapnya, meski tak yakin ia bisa menggunakan pedangnya.
"Tidak paman, ini wilayah mereka, walau pun kami lari tapi kami tak akan berakhir baik," ucap Annchi, ia melihat Wei yang semakin ketakutan.
"Hutan memang wilayahnya, tapi.... "ucap Paman Mo melirik jurang yang tak jauh dari mereka. "Mundurlah perlahan, aku memiliki rencana."
"Hey orang tua, berikan dua bocah itu pada kami, maka kami akan melepaskanmu," ucap salah satu dari mereka, sambil mengacungkan pedangnya.
"Kakak aku.. aku takut, dimana ayah dan ibu aku ingin bersama mereka," bisik Wei, ia menangis.
"Suuttt.. Tenanglah kita pasti akan selamat," bisik Annchi.
Mereka mundur perlahan "Lari" ucap Paman Mo, mereka berbalik dan Clebb.. Craatt... Akhh...Brukk.. Tubuh Wei bergetar, kala darah itu membasahi wajahnya, mereka tak menyadari ada bandit yang bersembunyi didekat mereka dan langsung menebas leher pria paru baya itu dengan kapaknya.
"Paman Mo?!" gumam Annchi, "Wei, sadarlah!" ucap Annchi, ia menggoyangkan tubuh adiknya itu, yang mematung.
"Hahaha, gadis kecil kemarilah! Jika tidak, kami akan melakukan hal yang sama pada kalian," ucap bandit yang membawa kapak.
'Kami tidak boleh tertangkap, pengorbanan mereka akan sia-sia jika kami menyerah.' Annchi melirik kebelakang, tinggal tiga langkah lagi mereka akan sampai diujung tebing.
"Wei, sadarlah!" Gadis berusia enam tahun itu tak bergeming, ia masih memandangi kepala Paman Mo yang terpisah dari tubuhnya. Tapi salah satu anak panah melesat kearah Wei, Annchi langsung menarik paksa Wei dan terjun bebas dari dari tebing tersebut.
"Kalian melakukan ini padaku, kuharap petir menyambar kalian hingga mati," ucap Annchi, matanya bersinar seperti menembakan sesuatu kelangit.
Benar saja, setelah mereka tak terlihat lagi, petir menyambar hutan tersebut, menghanguskan semua makhluk hidup yang tinggal disana.
*tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
el_shiraz
semangat,,,,
2021-04-06
0
🎐꧁༺𝒜𝒾𝓈𝓎𝒶𝒽༻꧂🦋
semangat author semoga inspirasi lancar seperti air sungai yang mengalir deras hingga sampai kelautan untuk penampungan terakhirnya. seperti novel ini, semua inspirasi di benak author tertuang kedalam novel.
semangat thor selalu menanti kelanjutan dari petualangan anchi season 2 ini.
semangat dan dukungan ku berikan pada novelmu author
2020-09-25
8