Reno menyuruh Stevan agar memecat Nayla agar Nayla tak bertemu Zevan lagi.
“Apaa? Pa masa saya dipecat sih?” ucap Nayla kesal. Suaranya meninggi, matanya membulat tidak percaya.
“Kamu kabur saat kerja,” ucap Stevan dalam telepon, suaranya datar tapi tegas seperti biasa.
“Tapi, Pa, itu kan ada masalah,” ucap Nayla mencoba menjelaskan, nada suaranya meninggi karena emosi bercampur panik.
“Tetap aja kamu nggak bertanggung jawab. Kamu kabur gitu aja. Udah, saya transfer uang gaji kamu sama tunjangan kamu,” ucap Stevan sambil menutup teleponnya begitu saja.
“Aàaaaakh, brengsek!” teriak Nayla, kesal. Ia marah sampai membanting barang di kamarnya. Helaan napasnya berat, dada naik-turun cepat karena emosi.
“Ini pasti ulah si Reno…” gumamnya dengan nada benci, rahangnya mengeras.
Tak lama kemudian, terdengar suara dari ruang tamu.
“Nayla, ada Reno,” ucap Bu Sari lembut.
Nayla langsung melangkah cepat ke arah pintu, wajahnya dingin.
“Mau apa lo?” ucap Nayla kesal di ambang pintu dengan tangan bersedekap.
“Nayla, jangan gitu,” ucap Bu Sari mencoba menenangkan.
“Gak apa-apa, Bu. Udah biasa,” ucap Reno sambil tersenyum tipis, seolah tak peduli dengan tatapan tajam Nayla.
Nayla menatap Reno penuh amarah. “Mau apa lo?” ulangnya, kali ini nadanya menekan, penuh sindiran.
“Kita fitting baju pengantin,” ucap Reno sambil tersenyum santai, sedikit memiringkan kepala seolah menggoda.
“Ogah!” jawab Nayla cepat.
“Ayok, waktunya mepet ini,” ucap Reno, tetap tenang seperti tak terpengaruh oleh kemarahan Nayla.
“Nggak,” balas Nayla pendek.
“Nayla Anindya,” ucap Reno dengan nada lebih dalam.
“Najis,” ucap Nayla sambil memalingkan wajahnya dengan ekspresi jijik.
“Buru, Nayla! Udah mepet ini. Abis fitting baju, ambil undangan. Kita sebar kan, udah beres cetak katanya,” ucap Bu Sari ikut menengahi.
“Aaaaaaarrrrrgggggg! KESAL!” teriak Nayla sambil mengacak-acak rambutnya, frustrasi setengah mati.
Siang itu, dengan wajah cemberut, Nayla akhirnya pergi bersama Reno.
Ia berdandan seadanya — rambut diikat asal dengan jepit, memakai sandal jepit, dan hanya mengenakan kaos oblong serta jeans. Tak ada make up, tak ada niat untuk tampil cantik.
“Pilih yang kamu suka,” ucap Reno santai di butik yang wangi dan mewah itu.
“Ngga mau, ah. Males,” ucap Nayla sambil duduk di sofa butik, memainkan ponselnya.
“Buat kakak bagus ini, pas kayaknya,” ucap pelayan butik sambil menunjukkan satu gaun putih elegan.
“Iya, itu aja,” ucap Nayla tanpa menoleh, masih fokus di layar ponsel.
“Nayla, liat dulu dong,” ucap Reno pelan, menatapnya sabar.
Nayla melirik sekilas. “Ngga, ah. Jelek,” ucapnya cuek.
Lalu ia bangkit dengan langkah malas dan menunjuk satu kebaya lain.
“Ini aja bagus,” ucap Nayla akhirnya.
“Cobain ya, Kak,” ucap pelayan sopan.
Nayla menghela napas panjang, lalu berjalan ke ruang ganti dengan langkah malas.
“Agak longgar,” ucap Nayla setelah keluar.
“Tinggal diatur nanti,” ucap pelayan dengan senyum sopan.
Ia memilih dua baju, lalu mereka pergi bersama Reno untuk mengambil undangan.
“Kita ke mall ya, belanja buat seserahan,” ucap Reno pelan dari balik kemudi.
“Terserah,” balas Nayla ketus, menatap keluar jendela.
Reno hanya tersenyum kecil, menikmati sikap Nayla yang keras kepala itu.
“Lo suruh Stevan pecat gue, kan?” tanya Nayla kesal, menatap tajam ke arah Reno.
“Iya,” ucap Reno jujur tanpa ragu.
“Brengsek lo! Gue lima tahun di sana aman-aman aja, walau salah juga gak apa-apa. Tiba-tiba Stevan pecat gue, aneh! Lo gila!” teriak Nayla dalam mobil, matanya berkaca-kaca karena emosi.
“Kan kita mau ke Bali, ngapain juga masih kerja di sini,” ucap Reno sambil terkekeh santai.
“Lo nyebelin!” ucap Nayla sambil menepuk bahu Reno keras-keras.
“Aww, sakit,” ucap Reno pura-pura meringis, masih sempat meledek.
Mereka pun sampai di sebuah mall besar. Lampu-lampu terang menyilaukan mata, dan suasana ramai membuat Nayla makin kesal.
Ia sengaja membeli baju, tas, make up, sepatu, sandal, handuk, dan barang-barang lainnya yang semuanya berharga mahal. Tapi Reno tidak mengeluh sedikit pun — ia membayar semuanya dengan tenang.
“Dih, pake black card, pantes aja,” gumam Nayla sambil mengintip dengan nada sinis.
“Makan dulu, ya,” ucap Reno sambil tersenyum ramah.
“Males,” balas Nayla singkat.
“Makan, biar gemoy,” goda Reno sambil cengengesan.
Nayla menatap Reno tajam.
PLAAAK!
Satu tamparan keras mendarat di pipi Reno. Suara tamparannya terdengar nyaring hingga beberapa orang menoleh.
“Wow, galak ya masih saja." goda Reno sambil terkekeh, meski pipinya merah.
“Reno, bisa diam nggak, sih?! Lo tuh nyebelin banget sumpah!” ucap Nayla kesal setengah mati, wajahnya memerah karena marah.
“Ok, ok, fine,” ucap Reno sambil tersenyum kecil, mengangkat tangan tanda menyerah.
Mereka berjalan mengelilingi mall mencari tempat makan. Akhirnya, mereka duduk di restoran steak mewah.
Suasana tenang. Hanya terdengar suara pisau dan garpu beradu. Reno tidak banyak bicara. Ia tahu betul, kalau Nayla lagi bete seperti itu, biasanya karena sedang datang bulan.
“Kamu Nayla, kan?” tanya seorang wanita tiba-tiba menghampiri.
Nayla yang sedang menunduk menoleh. “Ekh, Bu… sehat?” ucap Nayla sopan.
Bu Widya — ibu Zevan — menatap Reno dari ujung kepala hingga kaki, lalu mengangkat alis.
“Bagus ya, udah dapat cowok baru. Udah bisa lupakan Zevan, kan?” ucap Bu Widya sinis.
Nayla hanya mengangguk canggung, tak ingin ribut.
Reno memperhatikan Bu Widya yang wajahnya kaku dan tajam seperti batu.
“Kamu itu harus tahu diri. Kamu punya apa ingin sama Zevan? Saya udah bilang jauhi anak saya dari dulu, tapi kalian malah lanjut, hingga berapa tahun pacaran! Anak saya mau menikah, jadi jangan coba-coba ganggu dia lagi!” bentak Widya keras.
“Iya, Bu…” ucap Nayla lirih, matanya berkaca.
“Anak Ibu kerja sebagai apa di hotel?” tanya Reno pelan.
“Supervisor resto. Kenapa?” tanya Bu Widya dengan nada menantang.
“Oh, tinggi jabatan Nayla dong. Kok Ibu bilang Nayla punya apa buat anak Ibu?” ucap Reno sambil tersenyum ringan namun penuh sindiran.
“Kamu siapa ikut campur?” ucap Widya, matanya melotot.
“Kan tadi Ibu nanya udah punya lagi ke Nayla. Saya calon suaminya. Kita nikah hari Minggu ini, datang ya, Bu,” ucap Reno dengan senyum menawan.
“Ngga janji,” ucap Widya ketus, wajahnya menegang.
“Saya akan buat anak Ibu dipecat, karena Ibu udah sakiti Nayla hari ini,” ucap Reno tegas, masih dengan senyum dingin yang nyaris seperti milik psikopat.
“Nayla kaget. ‘Ren, jangan!’” bisiknya cepat.
“Coba aja kamu! Paling juga kerja sebagai pelayan! Belagu amat!” ucap Widya menantang, suaranya keras hingga beberapa orang menoleh.
Reno mengambil ponselnya. “Iya, Pa,” ucapnya pada Stevan di seberang sana.
“Bisa bantu saya?” ucap Reno santai.
“Boleh, Pa. Ada apa?” tanya Stevan.
“Tolong pecat Zevan, kata ibunya,” ucap Reno sambil tersenyum sinis.
“Apa?!” Widya kaget, wajahnya pucat.
“Ok, Pa. Saya pecat dia hari ini,” ucap Stevan tanpa ragu.
Reno menatap Widya dengan tatapan penuh kemenangan. “Saya sekarang pemilik saham terbesar di hotel itu. Jadi saya punya wewenang. Gimana, Bu?” ucap Reno sambil tersenyum manis — tapi matanya tajam.
“Brengsek kamu, ya!” ucap Widya kesal, suaranya bergetar.
“Kamu juga udah berapa kali hancurin anak saya! Semoga kalian tidak bahagia!” ucap Widya sambil pergi, langkahnya cepat dan penuh amarah.
“Ren, lo apa-apaan sih?!” ucap Nayla kesal, suaranya meninggi.
“Aku nggak suka ada yang hina kamu kayak gitu,” ucap Reno tegas, menatap Nayla dengan sorot tajam tapi tulus.
“Tapi kasihan dia,” ucap Nayla pelan, masih memikirkan Zevan.
“Udah, buruan makannya. Kita pulang,” ucap Reno tegas, nadanya dingin.
“Ngga mood,” ucap Nayla cemberut manja, melipat tangan.
“Ya udah, kita pulang,” ucap Reno akhirnya, sedikit kesal tapi menahan diri.
“Ya udah, hayu,” ucap Nayla sambil mengambil tasnya dengan wajah lelah.
Mereka pulang sore itu. Reno menatap jalanan dengan rahang tegang, masih marah dengan Bu Widya. Sedangkan Nayla bersandar diam, menatap ke luar jendela — hatinya penuh sesak.
Hening. Tak ada kata.
Suara mesin mobil dan deru angin sore menjadi satu-satunya yang menemani perjalanan panjang dan dingin itu.
Bersambung...
Mohon dukungan nya dengan cara.
#vote
#like
#komen
Biar author semangat makasih 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Nurika Hikmawati
lha... sebenarnya si reno ini pny kekuasaan apa? Kok bisa2 bos perusahaan lain mecat karyawannya dgn semena2 gt
2025-10-26
1
Drezzlle
Kalau Nayla nggak mau,.aku aja bang yang diajak belanja sama si jajanin biar gemoy 😭😭😩😩
2025-10-27
1
Dewi Ink
ni orang ya, ampun bgt dah..cewe nya ga mau masih aja maksa, tapi yakin lagi /Drowsy/
2025-10-27
0