bab 3

Sesampainya di Bali, Nayla menginap di hotel milik Stevan.

Setelah menaruh kopernya, ia segera berganti pakaian rapi. Hari itu mereka dijadwalkan meeting dengan klien penting.

Sore menjelang, angin pantai Bali berhembus lembut. Nayla berjalan di samping Stevan menuju restoran hotel. Langkahnya pelan, elegan, namun di dalam dadanya jantung berdetak tak beraturan.

“Kamu capek, Nayla? Duduk aja, ya. Dengerin baik-baik, takutnya aku salah tangkap. Kamu bantu catat,” ucap Stevan dengan suara tegas namun lembut.

“Iya, Pak,” jawab Nayla pelan sambil membuka laptopnya. Tangannya sedikit bergetar.

Fokus, Nayla. Fokus. Jangan sampai salah ngomong di depan klien penting, batinnya.

“Inget, Nayla. Ini klien besar. Jangan sampai tersinggung,” lanjut Stevan menatapnya serius.

“Iya, Pak,” ulang Nayla, mencoba tersenyum.

Tak lama, Stevan menatap ke arah pintu. “Dia datang,” ucapnya pelan namun tegas.

Nayla otomatis menoleh. Seketika napasnya tercekat.

Wajah itu.

Tatapan itu.

Suara langkahnya yang khas.

“Gue gak salah liat, kan…?” gumamnya nyaris tanpa suara.

“Kenapa?” tanya Stevan bingung.

“Ngga, Pak…” Nayla buru-buru menunduk, memaksa tersenyum.

“Sore, Pak. Sudah lama menunggu?” suara itu kini terdengar jelas. Reno.

“Ngga, kami baru sampai,” jawab Stevan santai, tertawa kecil.

Reno menatap Nayla. Tatapan yang dulu pernah membuatnya jatuh cinta, kini membuatnya gugup setengah mati.

“Ini manager saya,” kata Stevan, “Tapi saya ajak supaya nanti kalau dia dipindah ke sini, sudah hafal suasana.”

Nayla langsung membeku. Apa? Dipindah ke sini?! Jangan, ya Tuhan… jangan Bali, apalagi kalau dia di sini…

“Oh gitu…” sahut Reno pelan, tapi matanya tak lepas dari wajah Nayla. Tatapan itu tajam tapi lembut, seolah mengungkap banyak hal yang belum selesai.

Mereka pun duduk. Nayla pura-pura fokus mencatat, padahal setiap kali Reno tersenyum, jantungnya serasa diremas.

Usai meeting, mereka makan malam bersama. Tapi Nayla tak menyentuh makanannya, hanya memainkan sendok dengan gugup.

“Makan, Nayla. Dari tadi diem aja. Galau, ya?” goda Stevan sambil tertawa kecil.

“Ngga, Pak,” jawab Nayla gugup, senyumnya kaku.

“Jangan gugup, Nayla,” ujar Reno pelan, suaranya tenang namun menusuk.

Stevan langsung menatap heran. “Lho, Pak Reno kenal Nayla?”

Reno terkekeh pelan. “Dia mantan saya, Pak.”

Seketika suasana meja itu hening. Stevan hampir tersedak minumannya. “Oh… ya… ”

Reno melanjutkan dengan nada menggoda, “Jadi gini, Pak. Deal-nya saya setuju kerja sama. Tapi… bonusnya, manager ini saya yang urus.”

Stevan tertawa, tak paham maksudnya. “Siap, Pak! Nayla, kamu pindah ke sini, ya?”

“Anjir… gila ini…” batin Nayla panik. “Pak, saya harus izin ibu dulu,” ujarnya canggung.

“Nanti saya telepon ibumu,” sela Reno santai.

“Ngga usah, anjir…” batin Nayla nyaris menjerit. Tapi mulutnya terdiam, hanya senyum kikuk yang ia paksakan.

Setelah Reno pamit, Nayla duduk lemas.

“Gede, loh, gajinya. Kamu pikirin baik-baik ya,” ucap Stevan.

“Tapi saya harus pulang dulu, Pak.”

“Ya udah, besok kita pulang,” jawab Stevan.

“Sekarang kalau mau ke pantai, santai aja dulu.”

“Baik, Pak.”

°°°°°°°°°°°°°°°°°°°

Di pantai sore itu, langit oranye memantul di permukaan laut. Nayla berjalan sendirian di pasir putih, melepas sepatu. Angin laut menyapu rambutnya yang terurai.

“Kenapa harus ketemu Reno lagi sih? Gila… hidup gue kayak di-prank semesta,” gumamnya kesal.

Ia duduk di tepi pantai, menatap laut. “Mungkin kalau gue pindah ke sini, gue bisa cepat lupain Zevan,” ucapnya pelan.

“Sendiri aja?” suara bariton itu muncul tiba-tiba dari belakang.

Nayla menoleh cepat. Reno berdiri di sana, dengan senyum kecil yang sama menyebalkannya seperti dulu.

“Menurut lo?” Nayla membalas ketus.

“Ish, judes amat,” balas Reno sambil tertawa kecil.

“Benci gue sama lo,” ucap Nayla, matanya tajam.

“Udah tujuh tahun loh. Masih aja diungkit,” ucap Reno, nada suaranya lembut tapi menyindir.

“Ngga bakal gue lupa.”

“Aku cari kamu, loh, Nay.”

Nayla menatapnya tak percaya. “Lo gila. Gue di Bandung, lo di Bali. Rumah gue masih di situ! Jangan ngarang, Reno!”

Reno malah tertawa. “Iya juga ya, haha. Maaf, maaf.”

“Kok lo bisa ada di sini?” tanya Nayla dingin.

“Udah lulus kuliah. Papa suruh urus bisnis di sini. Jadi ya, sekarang aku urus perusahaan cabang Bali,” jawab Reno santai.

“Oh,” ucap Nayla pendek.

“Gitu doang?” Reno memiringkan kepala.

“Ya lo berharap apa?” Nayla melipat tangan di dada.

“Nikah yuk,” kata Reno tiba-tiba, tersenyum.

Nayla langsung mendelik. “Najis!”

“Aku serius.”

“Ogah.”

“Aku udah telepon ibu kamu. Malah dia seneng banget.”

“APA?! Lo gila ya!” Nayla hampir menjerit.

Reno hanya terkekeh. “Aku sering kontak sama ibumu, loh.”

“Dih, parah!” Nayla melotot.

“Yuk,Biar bisa tinggal di sini bareng aku.”

“Ogah! Nikah sama tukang selingkuh? Najis!” Nayla langsung berbalik pergi.

Reno hanya tersenyum kecil, memandangi punggung Nayla yang menjauh.

Masih sama. Masih keras kepala. Tapi tetap cewek yang bikin gue jatuh cinta.

Malamnya Nayla di kamar. Ia menatap layar ponsel dan mengetik status:

“Mataharinya indah ya… tapi hati aku mendung.”

Komentar langsung berdatangan.

Tari: Wew, pantai?

Sasa: Ngga ngajak!

Davin: Mau ke sana dong 😭

Ray: Otw ❤️

Nayla: Apa sih, Rayhan?

Ray: Love you, Nay ❤️

Nayla: Ogah.

Ray: Akh patah hati 🥲

Dan tiba-tiba—chat dari Zevan muncul.

Zevan: Nayla, kamu di mana?

Nayla: Di neraka.

Zevan: Jangan gitu, sayang.

Nayla: Jangan panggil gue sayang. Kita udah usai.

Zevan: Aku batalin pernikahan aku. Kita mulai lagi, ya?

Nayla: Ngga usah.

Zevan: Aku serius, Nay.

Nayla: Gue juga serius.

Zevan: Aku udah di bandara Denpasar.

“Anjir! Gila si Zevan!” Nayla langsung panik, melempar ponselnya ke kasur.

Beberapa detik kemudian, ponsel berdering lagi. Nama di layar membuatnya memutar bola mata.

“Mak Lampir nelpon lagi…,” gumamnya kesal.

“Hallo,” jawab Nayla datar.

“Nayla! Zevan mau nikah. Kamu jangan ganggu dia lagi!” suara tajam Bu Widya langsung menusuk telinganya.

“Iya, Tante. Saya tau.”

“Anak saya nyari kamu! Jangan layani dia! Dari dulu saya gak restuin kalian, jangan hancurkan hidup Zevan lagi!”

Telepon langsung diputus.

“Fuck!” Nayla mengumpat, menjambak rambutnya sendiri.

Ia buru-buru chat Stevan:

“Pak, jangan bilang kamar saya nomor berapa kalau Zevan nyari ya!”

“Yah, aku udah bilang, Nay… gimana dong?”

“Sial!” Nayla menepuk kening, panik. Ia keluar kamar, mengendap-endap menuju taman.

“Gue mau kemana sih ini?” gumamnya.

Di lobby, ia melihat Stevan sedang berbicara dengan Zevan.

“Anjir… mampus gue…” Nayla langsung bersembunyi di balik pohon. Malam mulai gelap, hanya cahaya lampu taman yang temaram.

Begitu Zevan pergi masuk lift, Nayla berlari keluar hotel, tergesa-gesa. Nafasnya memburu.

Hingga sebuah mobil melintas cepat—

Klaxon membelah udara.

“BRAAAKK!”

Nayla hampir tertabrak.

Bersambung....

Mohon dukungan nya dengan cara.

#Vote

#Like

#Komen

Biar author semangat makasih.

Terpopuler

Comments

Cemployn

Cemployn

tokoh utama kita anak sosmed bangettt 😭😭😭😭

2025-10-20

1

☠ᵏᵋᶜᶟˢ⍣⃟ₛ𝔸𝕥𝕙𝕖𝕟𝕒 ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ

☠ᵏᵋᶜᶟˢ⍣⃟ₛ𝔸𝕥𝕙𝕖𝕟𝕒 ⍣⃝𝖕𝖎ᵖᵘ

𝑨𝒌𝒖 𝒉𝒂𝒅𝒊𝒂𝒉𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒌𝒖𝒏𝒕𝒖𝒎 𝒃𝒖𝒏𝒈𝒂 𝒎𝒂𝒘𝒂𝒓🌹 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌𝒎𝒖 𝑻𝒉𝒐𝒓...
𝑫𝒊 𝒔𝒆𝒕𝒊𝒂𝒑 𝒌𝒆𝒍𝒐𝒑𝒂𝒌 𝒎𝒂𝒘𝒂𝒓 𝒊𝒏𝒊, 𝒕𝒆𝒓𝒔𝒆𝒍𝒊𝒑 𝒅𝒐𝒂 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌𝒎𝒖. 𝑺𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒑𝒆𝒓𝒋𝒂𝒍𝒂𝒏𝒂𝒏 𝒌𝒂𝒓𝒊𝒆𝒓𝒎𝒖 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒉𝒂𝒓𝒖𝒎, 𝒊𝒏𝒅𝒂𝒉, 𝒅𝒂𝒏 𝒃𝒆𝒓𝒖𝒋𝒖𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒅𝒂 𝒌𝒆𝒔𝒖𝒌𝒔𝒆𝒔𝒂𝒏 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒎𝒆𝒎𝒃𝒂𝒉𝒂𝒈𝒊𝒂𝒌𝒂𝒏.
✿⚈‿‿⚈✿

2025-10-20

2

Xia Ni Si☀

Xia Ni Si☀

Tujuh tahun berlalu ternyata perasaan Reno masih ada. Apa mungkin bener dulu itu cuma salah paham?/Slight/

2025-10-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!