Bab 5: Serangan Orc

Dari balik semak batu, mata Sissel membelalak. Napasnya tercekat. Di hadapannya, dunia berubah menjadi ladang pertempuran yang brutal—sesuatu yang hanya ia dengar dari cerita ayahnya, kini hadir nyata di depan mata.

Puluhan orc, tinggi dan gemuk berlumpur, dengan wajah yang lebih menyerupai babi raksasa, menggeram dan menyerbu dua sosok yang berdiri di tengah lingkaran maut: Pangeran Nieville, rambut putihnya berkibar dalam cahaya senja yang semakin gelap, dan seorang pemuda mestiz bertubuh tegap dengan rambut merah tembaga.

“Mestiz?”

Sissel tertegun. Ia tidak menyangka akan melihat kaum mestiz seperti dirinya ada di sana. Bahkan mestiz itu tampak dekat dan berperang bersama pangeran dengan beraninya. Ia kira semua Mestiz akan dihinakan sepertinya. Berdampingan dengan elf biasa saja sangat sulit, apalagi dekat dengan keluarga kerajaan.

Mereka bertarung gagah—Nieville dengan pedang satu tangan berlapis perak putih dan pemuda mestiz itu dengan tombak panjang bermata ganda. Namun jumlah orc terlalu banyak. Keduanya bergerak liar seperti binatang buas yang kelaparan, menebas, mencakar, dan mengaum.

Sissel ingin berlari namun tubuhnya terasa membeku.

Saat itu—seperti badai petir yang tiba tanpa suara—Sion melompat ke dalam lingkaran pertempuran.

Kedua pedangnya terhunus, satu di tangan kanan dan satu di tangan kiri. Gerakannya cepat, presisi, dan indah—seperti tarian perang. Pedang kiri menyapu kaki lawan, pedang kanan menebas ke arah dada. Dalam hitungan detik, dua orc jatuh ke tanah dengan jeritan parau.

“Siapa dia?!” Seru sang pemuda mestiz, terkejut melihat sesosok elf biasa bergabung tanpa perintah.

“Merunduk!” Teriak Sion kepadanya tanpa memperkenalkan diri.

Sang pemuda mastiz, meski bingung, menurut dengan cepat. Hampir saja ia diterkam oleh orc kalau saja Sion tidak memperingatkannya.

Pangeran Nieville menatap sosok berambut hitam itu tajam. Ada sesuatu pada gerakan dan aura pemuda itu yang aneh—tidak seperti pekerja biasa. Terlalu... Terlatih. Ia kembali mengayunkan pedang say dua orc mendekat hendak melawannya.

Orc menyerang dari berbagai sisi. Salah satu makhluk itu mengayunkan kapak besar ke arah kepala Sion. Ia berkelit, membungkuk, dan menebas lutut orc itu. Makhluk itu meraung dan jatuh, tapi sebelum Sion bisa memulihkan posisi, orc lain menerjang dari samping—dan salah satu pedangnya terlempar ke tanah.

Sion berbalik cepat, mencoba menarik kembali senjatanya, tapi orc itu terlalu dekat. Matanya yang merah darah menatap dengan haus penuh hasrat untuk membunuh.

Tiba-tiba, suara teriakan terdengar dari arah batu besar.

“Sion!”

Sissel.

Ia muncul, tubuhnya masih gemetar, tapi tangannya menggenggam pedang Sion yang terjatuh. Dalam satu gerakan cepat yang mengejutkan semua mata, ia melemparkan pedang itu ke arah Sion.

Sion menangkapnya tepat waktu dan menghunjamkannya ke perut orc yang menyerang. Darah kental hitam menyembur dan makhluk itu ambruk.

Beberapa orc berlari ke arah Sissel, menyadari ada mangsa lemah di pinggiran pertempuran. Tapi dengan gerakan cepat, Sissel mengambil kapak orc yang telah mati lalu mengayunkannya. Bukan gerakan sembarangan—ia memutar pergelangan dengan teknik dasar yang sempurna, menebas bagian paha hingga makhluk itu tumbang.

Sion membelalak. Sissel bisa bertarung.

Sissel mundur, menjaga jarak, tapi tetap waspada. Raut wajahnya tidak lagi dikuasai rasa takut. Dalam dirinya seperti ada dorongan keberanian yang membuatnya bersemangat dan berapi-api untuk bertarung. Padahal, ini pertama kalinya menghadapi pertempuran nyata apalagi melawan puluhan orc.

“Ini … ini mengerikan!” Katanya berteriak.

Sion tersenyum tipis, meski masih sibuk menghadapi dua orc sekaligus. “Kalau kau mati, aku akan membuatmu hidup kembali hanya untuk memarahimu!”

Beberapa menit berlalu. Para elf menghadapi gerombolan makhluk bengis dan menjijikan. Akhirnya, satu per satu orc mulai tumbang. Jeritan terakhir mereka terdengar lirih, seperti hawa iblis yang tertelan kabut malam. Orc yang telah mati lambat laun tubuhnya meleleh menjadi lumpur hitam di atas tanah. Baunya sangat busuk dan menyengat.

Saat pertempuran mereda dan orc terakhir ambruk ke tanah, suasana hutan kembali pada keheningan semu. Pemuda mestiz itu tiba-tiba terduduk. Sebuah sayatan panjang di lengannya membuat darah merembes deras.

“Val!” Teriak Nieville seraya menghampiri pengawal setianya. Ia tampak panik melihat kondisi Val yang terluka parah.

“Aku tidak bisa merasa di jari-jariku...” Gumam Val sambil memegangi luka.

Sissel turut berjalan mendekat ke arah pangeran dan pengawalnya. Tiba-tiba saja ia merobek sedikit kain dari ujung bajunya dan mengeluarkan gulungan kecil daun dari kantongnya. Sissel menumbuk daun dengan batu kecil, lalu mengoleskannya pada luka Val. Raut wajah Val tampak tengah menahan rasa perih ketika ramuan itu menempel pada lukanya. Ajaibnya, zat hijau pucat itu meresap cepat dan darah mulai berhenti mengalir.

Val menatapnya, bingung. “Kau... Mestiz?” tanyanya heran. Wanita itu seperti ahli dalam obat-obatan, cekatan menangani orang yang terluka.

Sissel mengangguk perlahan.

Val tersenyum lemah. “Ternyata aku punya teman.”

Sion masih berdiri mematung, tubuhnya masih bersimbah lumpur dan darah. Nafasnya naik turun tak beraturan. Ia menyadari betapa tubuhnya menggigil, bukan karena dingin—tapi karena menyadari: ia telah memperlihatkan dirinya terlalu jelas.

Sinar mata Val menembus punggungnya seperti panah. Meski lelaki mestiz itu tengah duduk kelelahan dengan lengan yang dibalut ramuan obat oleh Sissel, tatapannya tetap tajam dan penuh tanya.

Sion perlahan menyarungkan pedang-pedangnya, lalu melangkah menjauh dari jasad orc yang mencair menjadi lumpur hitam. Ia menunduk pada Nieville. “Maaf atas kelancangan saya, Yang Mulia.”

Pangeran tidak langsung menjawab. Ia mendekat, menatap Sion dari atas ke bawah, lalu menatap pedang ganda di punggung lelaki itu.

“Aku tidak tahu pekerja ladang dibekali dengan keahlian seperti itu,” ujar Nieville.

Sion menjawab ringan. “Saya dulunya petualang. Menghabiskan waktu di hutan dan bukit, sebelum akhirnya menetap di sini.”

Jawaban itu cukup samar, cukup menggantung untuk menjauhkan kecurigaan. Namun, cukup dalam untuk menyembunyikan kebenaran.

Nieville mengangguk. Ia memanggil Uta yang mendekat pelan, menundukkan kepala ke arah Sion, seolah mengenali auranya yang tersembunyi.

“Uta sepertinya belum melupakanmu,” gumam Nieville.

Sion tercekat. Tapi pangeran melanjutkan pembicaraan seolah tak menyadari apa pun.

“Kami akan melanjutkan perjalanan menuju Tallava. Zenithia belum tiba. Kami sengaja memilih jalur memutar untuk menyambutnya dari arah utara.”

Sissel yang tengah mencuci darah dari tangannya dengan air telaga mendongak, matanya membulat.

“Nona Zenithia... tunangan Anda?”

Nieville menoleh dan mengangguk lembut. “Ya. Kami dijodohkan sejak usia belia. Ia putri keluarga Garya.”

Sissel tak berkata apa-apa. Namun, wajahnya menunjukkan ketertarikan yang samar. Perempuan yang dipilih kerajaan… seperti apa dia?

Val bangkit perlahan, wajahnya masih pucat, tapi cukup kuat untuk menatap Sion dengan lebih dekat.

“Terima kasih,” katanya singkat.

Sion mengangguk. “Hati-hati di jalur barat. Kadang binatang buas lebih mudah ditebak daripada para orc.”

Nieville tersenyum, lalu memutar tubuh kudanya. “Aku akan mengingat wajahmu … Sion dari Tallava.”

Mereka berdua pun berlalu, meninggalkan jejak di tanah yang becek dan basah oleh darah orc.

Sissel menatap Sion lama. “Kau... seharusnya tidak menunjukkan semua itu,” ujarnya. Menurutnya, sejak awal seharusnya mereka tak perlu ikut campur. Pangeran seperti memiliki tatapan menyeramkan.

Sion menatap tanah yang basah oleh lumpur dan sisa-sisa pertempuran. “Aku tahu,” ujarnya pelan. “Tapi aku tidak bisa berpura-pura jadi pengecut hanya demi terlihat biasa.”

Sissel menghela napas. “Sudahlah! Setidaknya, kau masih hidup.” Ia sendiri masih merasa gemetar karena entah mengapa ia bisa berperang.

“Aku tidak takut pada kematian,” jawab Sion seraya menoleh padanya. “Aku hanya... tidak ingin dilihat terlalu jelas.”

Mata mereka bertemu sejenak. Ada banyak pertanyaan dalam sorot mata Sissel, tapi ia menahannya.

“Kau aneh,” gumamnya, lalu berbalik sambil merapikan rambutnya yang awut-awutan.

Sion tersenyum kecil. “Aku sudah sering dengar itu.”

Mereka berjalan menjauh dari tempat itu tanpa kata. Hanya dedaunan yang bergemerisik dan jejak yang mereka tinggalkan di tanah hutan sebagai saksi bahwa malam ini telah mengubah sesuatu—meski tak satu pun dari mereka tahu seberapa besar pengaruhnya nanti.

Terpopuler

Comments

vj'z tri

vj'z tri

sissel keren ,keturunan kerajaan menang tidak di ragukan 🤩🤩🤩🤩🤩

2025-06-03

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Perkebunan Anggur Tallava
2 Bab 2: Cahaya Tersembunyi
3 Bab 3: Seorang Mestiz
4 Bab 4: Telaga Tersembunyi
5 Bab 5: Serangan Orc
6 Bab 6: Pesta Panen Tallava
7 Bab 7: Pangeran Nieville
8 Bab 8: Elf Mulia Zenithia
9 Bab 9: Pemuda yang Banyak Tahu
10 Bab 10: Serpihan Mimpi Kelam
11 Bab 11: Mitos Tentang Naga Es
12 Bab 12: Legenda Acalopsia
13 Bab 13: Perasaan yang Samar
14 Bab 14: Desa Tua Syrren
15 Bab 15: Permohonan dari Sang Pewaris
16 Bab 16: Lantunan Doa di Nevaria
17 Bab 17: Mimbo, Teman Masa Kecil
18 18: Aura Kecantikan Sissel
19 Bab 19: Doa dan Harapan Homuran
20 Bab 20:Kebakaran Ladang Fayye
21 Bab 21: Rayuan Putri Fayye
22 Bab 22: Kekuatan yang Tersembunyi
23 Bab 23: Perayaan Musim Semi di Syrren
24 Bab 24: Di Dalam Kesunyian Gua
25 Bab 25: Sihir Api Kecil
26 Bab 26: Pesta Perjamuan Istana
27 Bab 27: Isi Hati Zenithia
28 Ba 28: Rencana Kegelapan
29 Bab 29: Ambisi Seorang Nona Bangsawan
30 Bab 30: Anugerah Dari Langit
31 Bab 31: Antara Mantra dan Rasa
32 Bab 32: Cara Memakai Sihir
33 Bab 33: Kepergian Sion
34 Bab 34: Pasar Rakyat Kaelmoor
35 Bab 35: Rahasia Penginapan
36 Bab 36: Lorong Gudang Rahasia
37 Bab 37: Rahasia Tambang Garya
38 Bab 38: Serangan Rauk
39 Bab 39: Kegemparan di Barak Prajurit
40 Bab 40: Permintaan Raja
41 Bab 41: Komandan yang Terbuang
42 Bab 42: Pertolongan Uta
43 Bab 43: Hanyut di Sungai
44 Bab 44: Hilangnya Sissel
45 Bab 45: Selimut Hidup Pangeran
46 Bab 46: Penangkapan Sion
47 Bab 47: Perasaan yang Tumbuh
48 Bab 48: Pengharapan Zenithia
49 Bab 49: Sion Kembali ke Istana
50 Bab 50: Percakapan Antara Val dan Sion
51 Bab 51: Berlatih Sihir
52 Bab 52: Kehadiran Orc
53 Bab 53: Pesan Raja R'hu
54 Bab 54: Nasihat Pendeta Xiberius
55 Bab 55: Kecurigaan Val
56 Bab 56: Jejak di Gua Tersembunyi
57 Bab 57: Pilihan yang Sulit
58 Bab 58: Perjalanan Pulang
59 Bab 59: Pertemuan Kembali
60 Bab 60: Perdebatan Menunggang Kuda
61 Bab 61: Kedatangan Jenderal Fardaq
62 Bab 62: Malam Sunyi di Desa Syrren
63 Bab 63: Di Balik Tembok Istana
64 Bab 64: Jangan Libatkan Putriku
Episodes

Updated 64 Episodes

1
Bab 1: Perkebunan Anggur Tallava
2
Bab 2: Cahaya Tersembunyi
3
Bab 3: Seorang Mestiz
4
Bab 4: Telaga Tersembunyi
5
Bab 5: Serangan Orc
6
Bab 6: Pesta Panen Tallava
7
Bab 7: Pangeran Nieville
8
Bab 8: Elf Mulia Zenithia
9
Bab 9: Pemuda yang Banyak Tahu
10
Bab 10: Serpihan Mimpi Kelam
11
Bab 11: Mitos Tentang Naga Es
12
Bab 12: Legenda Acalopsia
13
Bab 13: Perasaan yang Samar
14
Bab 14: Desa Tua Syrren
15
Bab 15: Permohonan dari Sang Pewaris
16
Bab 16: Lantunan Doa di Nevaria
17
Bab 17: Mimbo, Teman Masa Kecil
18
18: Aura Kecantikan Sissel
19
Bab 19: Doa dan Harapan Homuran
20
Bab 20:Kebakaran Ladang Fayye
21
Bab 21: Rayuan Putri Fayye
22
Bab 22: Kekuatan yang Tersembunyi
23
Bab 23: Perayaan Musim Semi di Syrren
24
Bab 24: Di Dalam Kesunyian Gua
25
Bab 25: Sihir Api Kecil
26
Bab 26: Pesta Perjamuan Istana
27
Bab 27: Isi Hati Zenithia
28
Ba 28: Rencana Kegelapan
29
Bab 29: Ambisi Seorang Nona Bangsawan
30
Bab 30: Anugerah Dari Langit
31
Bab 31: Antara Mantra dan Rasa
32
Bab 32: Cara Memakai Sihir
33
Bab 33: Kepergian Sion
34
Bab 34: Pasar Rakyat Kaelmoor
35
Bab 35: Rahasia Penginapan
36
Bab 36: Lorong Gudang Rahasia
37
Bab 37: Rahasia Tambang Garya
38
Bab 38: Serangan Rauk
39
Bab 39: Kegemparan di Barak Prajurit
40
Bab 40: Permintaan Raja
41
Bab 41: Komandan yang Terbuang
42
Bab 42: Pertolongan Uta
43
Bab 43: Hanyut di Sungai
44
Bab 44: Hilangnya Sissel
45
Bab 45: Selimut Hidup Pangeran
46
Bab 46: Penangkapan Sion
47
Bab 47: Perasaan yang Tumbuh
48
Bab 48: Pengharapan Zenithia
49
Bab 49: Sion Kembali ke Istana
50
Bab 50: Percakapan Antara Val dan Sion
51
Bab 51: Berlatih Sihir
52
Bab 52: Kehadiran Orc
53
Bab 53: Pesan Raja R'hu
54
Bab 54: Nasihat Pendeta Xiberius
55
Bab 55: Kecurigaan Val
56
Bab 56: Jejak di Gua Tersembunyi
57
Bab 57: Pilihan yang Sulit
58
Bab 58: Perjalanan Pulang
59
Bab 59: Pertemuan Kembali
60
Bab 60: Perdebatan Menunggang Kuda
61
Bab 61: Kedatangan Jenderal Fardaq
62
Bab 62: Malam Sunyi di Desa Syrren
63
Bab 63: Di Balik Tembok Istana
64
Bab 64: Jangan Libatkan Putriku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!