Bab 2: Cahaya Tersembunyi

Mentari menggantung tinggi di langit Acalopsia, tak pernah menyengat, tapi cukup untuk membuat dahi para pemetik berkeringat. Angin dari arah lembah membawa harum tanah basah yang bercampur manisnya buah anggur yang baru dipetik. Di sisi utara perkebunan, tak jauh dari gudang penyimpanan hasil panen, sebuah bangunan kecil dari batu tua berdiri bersahaja, dindingnya dilapisi lumut hijau dan atapnya beratap kayu tua.

Di belakang bangunan itu, di balik semak yang tumbuh lebat, Sion duduk bersandar pada batang pohon tua. Napasnya teratur, meski keringat masih mengalir perlahan di pelipisnya. Di depannya, sebuah botol tanah liat kecil telah dibuka—di dalamnya cairan pekat berwarna kehijauan memantulkan kilau samar. Ramuan itu beraroma tajam, seperti akar tumbuhan dan embun yang difermentasi oleh waktu.

Dengan gerakan pelan dan penuh perhitungan, Sion mencelupkan dua jarinya, lalu mengoleskan cairan itu ke leher, pundak, hingga dada. Ramuan ini bukan sekadar penawar lelah. Ini adalah penutup tirai—penghalang bagi aura elf suci yang hidup dalam tubuhnya. Aura yang jika terpancar, bisa mematahkan penyamarannya dalam sekejap.

Aroma tubuhnya yang biasa menyejukkan hati dan menenangkan hewan-hewan pun diredam hingga tak tersisa. Ia hidup dalam kulit palsu. Dalam penyamaran yang ia bangun dari kebohongan demi kelangsungan nyawanya.

Tak ada suara, selain desir dedaunan dan langkah-langkah kecil burung-burung yang berloncatan di ranting pepohonan.

Tapi tiba-tiba, Uta—kuda putih bercula milik pangeran—yang biasanya tenang, meringik pelan. Dari balik semak, suara derap kaki terdengar mendekat, tidak tergesa, tapi penuh arah. Sion langsung meraih kain lusuh dan menutup botol ramuan, menyembunyikannya ke dalam tanah yang sudah ia gali sedalam telapak tangan.

Tak lama kemudian, suara itu menjelma menjadi sosok.

Pangeran Nieville.

Ia berdiri tak jauh dari tempat Sion duduk. Matanya tajam, tidak memancarkan kecurigaan, tapi ada rasa ingin tahu yang tampak jelas. Di belakangnya, kuda Uta masih sesekali meringik, tak tenang, seperti mencium sesuatu yang tidak seharusnya.

Sion bangkit perlahan, menunduk sopan. Gerakannya tetap tenang, tapi setiap otot di tubuhnya menegang.

Pangeran memiringkan kepala. “Kuda ini ... Biasanya tenang pada siapa pun. Tapi padamu, ia gelisah.” Suaranya datar, tapi tak kasar. Ada logika yang bekerja dalam ucapannya, dan ketelitian seorang bangsawan terlatih.

Sion menjawab tanpa mengangkat pandangan. “Mungkin keringat saya membuatnya tak nyaman, Yang Mulia.”

Pangeran tersenyum tipis. “Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Siapa namamu?”

“Sion,” jawabnya pelan.

“Kau bekerja di sini?”

Sebelum Sion sempat menjawab, langkah kaki lain datang dari arah gudang. Lincah dan ringan, suara itu mendekat di antara suara daun-daun yang terinjak lembut.

“Natu,” gumam Sion dalam hati, dan ia benar.

Natu Tallava, putri pertama bangsawan Roman, muncul dengan keranjang kecil berisi buah anggur yang tampak baru dipetik. Rambutnya pirang pucat, bergelombang lemas dan diikat sebagian ke belakang dengan pita berwarna perak. Ia memiliki kecantikan khas keluarga bangsawan: tidak mencolok, tapi anggun dan menghanyutkan. Setiap langkahnya seperti telah diatur agar terdengar sesempurna irama musik istana.

“Oh, Yang Mulia, Anda ada di sini rupanya,” ucap Natu, tersenyum, lalu memandang Sion sekilas. “Sion sudah bekerja di sini sejak lama. Ia anak dari Barja, penjaga gudang kami. Lelaki paling setia di seluruh perkebunan Tallava.”

Pangeran menoleh ke arah Natu dan mengangguk kecil. “Begitu rupanya.”

Sion merasa ketegangan di dadanya sedikit berkurang. Tapi ia tidak bisa mengabaikan nada ringan pada suara Natu yang tiba-tiba berubah begitu berbicara kepada pangeran—seolah angin di sekitarnya menjadi lebih hangat, dan langkahnya menjadi lebih ringan.

Mata itu—mata Natu—saat menatap Nieville, berubah seperti sinar matahari yang menyinari bunga. Lembut, kagum, dan tersimpan keinginan yang tidak disuarakan. Sion memperhatikan dalam diam. Tatapan itu bukan milik seorang bangsawan pada pewaris tahta. Itu adalah tatapan seorang wanita kepada lelaki yang ia dambakan.

Diam-diam, Sion berkata dalam hati, Setiap perempuan di negeri ini pasti bermimpi menjadi permaisuri.

Pangeran menoleh kembali kepada Sion. “Aku rasa kau lebih pantas menjadi seorang prajurit dibandingkan hanya sebatas pekerja perkebunan. Apakah kau berminat mengikuti seleksi prajurit kerajaan?” Tanyanya.

Sion menunduk sedikit lebih dalam. “Belum, Yang Mulia. Saya hanya bekerja untuk ladang ini.”

Pangeran memperhatikan sesaat. “Sayang. Acalopsia butuh lebih banyak lengan yang terlatih.” Ia kemudian berbalik, memanggil Uta dengan siulan lembut. Kuda itu masih sempat memandang ke arah Sion sebelum mendekati tuannya dengan ragu.

Setelah pangeran menjauh beberapa langkah, Natu mendekat pada Sion. Ia tidak berkata apa-apa, hanya menatapnya sejenak, lalu tersenyum kecil—senyum yang bukan untuk Sion, tapi lebih untuk dirinya sendiri.

“Pangeran ... Sangat tampan, bukan?” Bisik Natu, seolah sedang membagi rahasia yang telah lama ia simpan dalam dada.

Sion hanya menanggapi dengan anggukan singkat.

Natu berjalan pergi sambil bersenandung kecil, meninggalkan aroma mawar dan anggur muda di belakangnya.

Sion menatap ke arah tempat pangeran tadi berdiri. Meski Nieville telah pergi, gema suaranya masih tinggal di telinga Sion. Tak ada nada kasar, tak ada penghinaan seperti yang biasa ia terima dari para bangsawan lain. Tapi justru itulah yang membuatnya resah.

Nieville terlalu baik. Terlalu sempurna. Terlalu bersinar. Itu adalah masalah.

Sion duduk kembali. Tangannya menyentuh tanah tempat ia menyembunyikan botol ramuan. Ia tak tahu berapa lama lagi penyamarannya bisa bertahan. Tapi satu hal ia tahu pasti—mata seekor kuda bisa membaca yang tak terlihat. Saat hewan mulai gelisah, manusia biasanya akan segera menyusul untuk gelisah.

“Apa yang kau lakukan sampai pangeran tertarik mendatangimu?" Suara Barja tiba-tiba saja muncul dari arah belakang.

Elf tua itu memang terkadang terkesal menyebalkan.

“Tidak ada. Aku hanya duduk di sini.” Sion meraih botol minum yang terbuat dari bambu lalu meneguk air di dalamnya.

“Aku rasa Uta mengenaliku,” imbuhnya sembari mengusap sisa air yang menempel di sekitar mulutnya.

Barja menghela napas. Ia berjalan dan duduk tepat di samping Sion. “Bagaimana mungkin kuda itu akan melupakan pangeran kecilnya,” ujarnya.

Masih teringat jelas dalam benak Barja, saat seluruh keluarga elf muda di sampingnya itu masih hidup. Uta – kuda tunggangan pangeran dulunya juga pernah bermain bersama Sion. Ia sendiri yang selalu memandikan dan memberi makan kuda itu.

“Kau harus lebih berhati-hati.”

Nasihat Barja semakin muak didengarkan. Berjuta-juta kali elf tua itu mengucapkannya sejak ia masih kecil. Semakin dilarang, semakin ia ingin memberontak. Ia justru ingin segera menginjakkan kaki di tempat yang disebut istana.

“Kau tidak mendengarkan aku?” Tanya Barja memastikan. Setiap kali pertanyaannya direspon dengan diam, rasa cemas meliputi perasaannya. Semakin dewasa, Sion semakin tak bisa ia arahkan. Apa yang ia lakukan hanya berharap bisa menjaga elf mud aitu tetap hidup.

“Barja, berhentilah mengkhawatirkanku. Aku sudah cukup dewasa untuk mengambil keputusan. Aku tahu apa yang akan aku lakukan,” ucap Sion percaya diri.

Terpopuler

Comments

vj'z tri

vj'z tri

ada ikatan batin ya dia mengenali siapa tuan nya yang sebenarnya 🎉🎉🎉🎉🎉

2025-06-03

0

Hatus

Hatus

Mampir nih thor

2025-06-24

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Perkebunan Anggur Tallava
2 Bab 2: Cahaya Tersembunyi
3 Bab 3: Seorang Mestiz
4 Bab 4: Telaga Tersembunyi
5 Bab 5: Serangan Orc
6 Bab 6: Pesta Panen Tallava
7 Bab 7: Pangeran Nieville
8 Bab 8: Elf Mulia Zenithia
9 Bab 9: Pemuda yang Banyak Tahu
10 Bab 10: Serpihan Mimpi Kelam
11 Bab 11: Mitos Tentang Naga Es
12 Bab 12: Legenda Acalopsia
13 Bab 13: Perasaan yang Samar
14 Bab 14: Desa Tua Syrren
15 Bab 15: Permohonan dari Sang Pewaris
16 Bab 16: Lantunan Doa di Nevaria
17 Bab 17: Mimbo, Teman Masa Kecil
18 18: Aura Kecantikan Sissel
19 Bab 19: Doa dan Harapan Homuran
20 Bab 20:Kebakaran Ladang Fayye
21 Bab 21: Rayuan Putri Fayye
22 Bab 22: Kekuatan yang Tersembunyi
23 Bab 23: Perayaan Musim Semi di Syrren
24 Bab 24: Di Dalam Kesunyian Gua
25 Bab 25: Sihir Api Kecil
26 Bab 26: Pesta Perjamuan Istana
27 Bab 27: Isi Hati Zenithia
28 Ba 28: Rencana Kegelapan
29 Bab 29: Ambisi Seorang Nona Bangsawan
30 Bab 30: Anugerah Dari Langit
31 Bab 31: Antara Mantra dan Rasa
32 Bab 32: Cara Memakai Sihir
33 Bab 33: Kepergian Sion
34 Bab 34: Pasar Rakyat Kaelmoor
35 Bab 35: Rahasia Penginapan
36 Bab 36: Lorong Gudang Rahasia
37 Bab 37: Rahasia Tambang Garya
38 Bab 38: Serangan Rauk
39 Bab 39: Kegemparan di Barak Prajurit
40 Bab 40: Permintaan Raja
41 Bab 41: Komandan yang Terbuang
42 Bab 42: Pertolongan Uta
43 Bab 43: Hanyut di Sungai
44 Bab 44: Hilangnya Sissel
45 Bab 45: Selimut Hidup Pangeran
46 Bab 46: Penangkapan Sion
47 Bab 47: Perasaan yang Tumbuh
48 Bab 48: Pengharapan Zenithia
49 Bab 49: Sion Kembali ke Istana
50 Bab 50: Percakapan Antara Val dan Sion
51 Bab 51: Berlatih Sihir
52 Bab 52: Kehadiran Orc
53 Bab 53: Pesan Raja R'hu
54 Bab 54: Nasihat Pendeta Xiberius
55 Bab 55: Kecurigaan Val
56 Bab 56: Jejak di Gua Tersembunyi
57 Bab 57: Pilihan yang Sulit
58 Bab 58: Perjalanan Pulang
59 Bab 59: Pertemuan Kembali
60 Bab 60: Perdebatan Menunggang Kuda
61 Bab 61: Kedatangan Jenderal Fardaq
62 Bab 62: Malam Sunyi di Desa Syrren
63 Bab 63: Di Balik Tembok Istana
64 Bab 64: Jangan Libatkan Putriku
Episodes

Updated 64 Episodes

1
Bab 1: Perkebunan Anggur Tallava
2
Bab 2: Cahaya Tersembunyi
3
Bab 3: Seorang Mestiz
4
Bab 4: Telaga Tersembunyi
5
Bab 5: Serangan Orc
6
Bab 6: Pesta Panen Tallava
7
Bab 7: Pangeran Nieville
8
Bab 8: Elf Mulia Zenithia
9
Bab 9: Pemuda yang Banyak Tahu
10
Bab 10: Serpihan Mimpi Kelam
11
Bab 11: Mitos Tentang Naga Es
12
Bab 12: Legenda Acalopsia
13
Bab 13: Perasaan yang Samar
14
Bab 14: Desa Tua Syrren
15
Bab 15: Permohonan dari Sang Pewaris
16
Bab 16: Lantunan Doa di Nevaria
17
Bab 17: Mimbo, Teman Masa Kecil
18
18: Aura Kecantikan Sissel
19
Bab 19: Doa dan Harapan Homuran
20
Bab 20:Kebakaran Ladang Fayye
21
Bab 21: Rayuan Putri Fayye
22
Bab 22: Kekuatan yang Tersembunyi
23
Bab 23: Perayaan Musim Semi di Syrren
24
Bab 24: Di Dalam Kesunyian Gua
25
Bab 25: Sihir Api Kecil
26
Bab 26: Pesta Perjamuan Istana
27
Bab 27: Isi Hati Zenithia
28
Ba 28: Rencana Kegelapan
29
Bab 29: Ambisi Seorang Nona Bangsawan
30
Bab 30: Anugerah Dari Langit
31
Bab 31: Antara Mantra dan Rasa
32
Bab 32: Cara Memakai Sihir
33
Bab 33: Kepergian Sion
34
Bab 34: Pasar Rakyat Kaelmoor
35
Bab 35: Rahasia Penginapan
36
Bab 36: Lorong Gudang Rahasia
37
Bab 37: Rahasia Tambang Garya
38
Bab 38: Serangan Rauk
39
Bab 39: Kegemparan di Barak Prajurit
40
Bab 40: Permintaan Raja
41
Bab 41: Komandan yang Terbuang
42
Bab 42: Pertolongan Uta
43
Bab 43: Hanyut di Sungai
44
Bab 44: Hilangnya Sissel
45
Bab 45: Selimut Hidup Pangeran
46
Bab 46: Penangkapan Sion
47
Bab 47: Perasaan yang Tumbuh
48
Bab 48: Pengharapan Zenithia
49
Bab 49: Sion Kembali ke Istana
50
Bab 50: Percakapan Antara Val dan Sion
51
Bab 51: Berlatih Sihir
52
Bab 52: Kehadiran Orc
53
Bab 53: Pesan Raja R'hu
54
Bab 54: Nasihat Pendeta Xiberius
55
Bab 55: Kecurigaan Val
56
Bab 56: Jejak di Gua Tersembunyi
57
Bab 57: Pilihan yang Sulit
58
Bab 58: Perjalanan Pulang
59
Bab 59: Pertemuan Kembali
60
Bab 60: Perdebatan Menunggang Kuda
61
Bab 61: Kedatangan Jenderal Fardaq
62
Bab 62: Malam Sunyi di Desa Syrren
63
Bab 63: Di Balik Tembok Istana
64
Bab 64: Jangan Libatkan Putriku

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!