2. Sedikit Harapan

Ghea memejamkan mata.

Napasnya berat. Tubuhnya bergetar.

Bukan karena Leon. Tapi karena dirinya sendiri.

Karena rasa yang seharusnya tidak ada… kini tumbuh subur dalam tanah yang basah oleh luka.

Dan saat sentuhan Leon kembali hadir—lebih dalam, lebih mengalir—ia tahu:

Yang paling menakutkan dari semua ini…

Adalah bahwa ia mulai ingin jatuh.

Dengan sisa kekuatan logikanya, Ghea mendorong tubuh Leon. “Lepaskan aku,” suaranya gemetar, tak meyakinkan. Ia kembali mencoba membuka pintu, tapi Leon lebih cepat. Tangannya menahan—bukan dengan kekerasan, melainkan dengan dominasi yang tenang dan nyaris tak terbantahkan.

“Tubuhmu bicara jujur, Ghea…” bisik Leon, napasnya memburu di belakang telinganya, seolah suara itu sengaja diciptakan untuk menyentuh sisi paling rapuh dari jiwanya.

“Bukan berarti aku menginginkannya!” Ghea berteriak, nyaris putus asa. Tubuhnya gemetar—bukan karena takut, tapi karena dirinya sendiri.

Ia membenci bagaimana tubuhnya mengkhianati akal sehat. Ia benci bagaimana jantungnya berdetak liar saat Leon menatapnya dengan bara. Ia benci betapa pria itu tahu letak luka terdalamnya… dan menyentuhnya dengan kehangatan yang nyaris membuatnya runtuh.

Lalu, air matanya jatuh. Diam-diam. Tanpa suara. Tapi Leon melihatnya. Dan seketika, sesuatu dalam dirinya meredup.

Sentuhannya melunak. Tekanan tubuhnya memudar. Leon mengangkat tangan, menyeka pipi Ghea dengan lembut. “Aku tidak ingin menyakitimu,” katanya pelan. Tak lagi mendominasi. Hanya suara seorang pria yang jujur menyampaikan perasaannya.

Ghea menatapnya. Matanya tak lagi menyala karena gairah atau amarah. Kini hanya ada keheningan. Sorot mata Leon berubah. Hangat. Luruh. Seolah ia telah mengenalnya sejak lama. Seolah perasaan itu tak pernah benar-benar lahir di momen ini… tapi telah tumbuh diam-diam, entah sejak kapan.

Leon menunduk, lalu mengecup kening Ghea. Pelan. Lama. Sebuah kecupan yang tak membakar, tapi menenangkan. Menusuk jauh ke dalam jantungnya. Menggetarkan… dan menyakitkan dalam kelembutannya.

“Aku akan membiarkanmu pergi malam ini,” bisiknya, serak. “Tapi jangan pikir aku akan menyerah. Ghea, kamu milikku…”

Ghea menahan napas. Lalu, dengan tangan yang bergetar, ia membuka pintu. Melangkah keluar tanpa menoleh. Tapi setiap langkah seperti meninggalkan sebagian dari dirinya.

Ia tahu harus pergi. Harus menjauh. Harus menang melawan perasaan ini. Karena jatuh untuk Leon berarti kehilangan kendali… dan itu menakutkan.

Begitu pintu tertutup, Leon masih berdiri di tempat. Tak bergerak. Tatapannya menempel pada pintu itu, seolah berharap detik berikutnya wanita itu akan kembali masuk. Tapi tidak.

Yang tersisa hanyalah keheningan.

Namun, senyum tipis terbit di bibirnya. Penuh tekad. Penuh ancaman yang manis.

“Lari sejauh apa pun… aku tetap akan mengejarmu...Ghea.”

 

Ghea pulang dengan langkah gontai dan kepala penuh kekacauan. Hatinya seolah menjadi medan perang antara luka lama dan godaan baru bertarung tanpa henti.

Ia memeluk dirinya sendiri dalam dingin malam, seakan bisa memeluk kembali harga dirinya yang terenggut.

Setiap kali mencoba melupakan wajah Leon, ingatan tentang David kembali menyeruak. Suaminya—pria yang dulu ia cintai sepenuh hati—bercumbu dengan sekretarisnya di balik pintu yang tak tertutup sempurna.

Kalimat kejam itu terus terngiang,

"Wanita mandul itu tak becus melayani suami."

"Dia nggak bisa kasih aku kepuasan. Wanita tua itu tak lebih dari seonggok daging hidup. Membosankan, membuatku tak berselera."

Setiap kata itu tak hanya menusuk—ia seperti belati panas yang memelintir jantungnya perlahan, meninggalkan luka yang tak bisa dijahit waktu.

"David...tak kusangka kau tega mengkhianatiku. Begitu rendah dan tak berartikah aku di matamu...?"

Namun saat ia mencoba menghapus pengkhianatan David dari pikirannya, bayangan Leon justru mengambil alih... perlahan namun pasti.

Leon… dengan mata tajam dan senyum menggoda. Dengan dominasi yang tak kasar tapi menguasai. Dengan sentuhan yang membuat tubuh Ghea bergetar, dan kecupan di kening yang membangunkan sisi dirinya yang telah lama mati.

Kelembutan itu—yang seharusnya datang dari suami—malah hadir dari seorang pria asing yang bahkan belum sehari ia kenal.

"A-aku sudah gila..."

Ia menepuk wajahnya pelan, mencoba mengusir semua bayangan itu. Tapi gagal.

Kedua pria itu seperti dua sisi dari luka yang sama: satu menghancurkannya, satu membangunkannya. Tapi keduanya... membuatnya goyah.

Ia duduk di tepi ranjang, memejamkan mata sambil menarik napas panjang.

“Aku harus waras… aku harus kuat.”

Tapi hatinya tahu—di balik semua usaha untuk tetap berdiri tegak—ia telah goyah. Dan goyahnya bukan hanya karena rasa sakit… tapi karena pesona liar pria asing yang kini menyusup ke dalam mimpinya, membawa bara yang tak bisa padam.

 

Pagi masih muda.

Sinar matahari menyelinap malu-malu lewat celah tirai ruang tamu, seperti ragu mengusik kesunyian yang menyesakkan.

Ghea menatap jam dinding, gelisah.

"David tak pulang semalam. Ia bahkan tak menghubungiku. Pasti bermalam dengan perempuan sialan itu."

Hatinya dingin, tapi matanya masih basah oleh kelelahan dan emosi yang belum reda. Emosi yang meledak semalam, saat melihat dengan mata kepalanya sendiri—pria yang telah ia cintai dan nikahi lima belas tahun lalu—bercinta dengan wanita lain. Di kantor. Di ruang kerja yang sering mereka bersihkan bersama. Dengan posisi yang terlalu menyakitkan untuk diingat.

"Wanita mandul itu tak becus melayani suami."

Kalimat kejam itu berputar di kepalanya. Menghantam harga dirinya, menyayat sisa cintanya yang belum mati sepenuhnya.

Lalu, ketukan pelan di pintu depan memecah kekosongan pagi. Salah satu pelayan mendekat, raut wajahnya bingung.

"Nyonya, ada kurir… katanya ada kiriman bunga untuk Nyonya."

Ghea mengernyit. "Bunga? Dari siapa?"

Dalam hati ia bertanya-tanya, “Apa dari David?”

Sedikit harapan itu menyelinap, meski semalam pria itu menghancurkannya hingga serpih.

"Mungkin ia hanya bosan. Mungkin aku bisa memperbaiki diri. Cinta lima belas tahun tak mungkin habis begitu saja, 'kan?"

Dengan langkah pelan, ia menuju pintu.

Seorang pria berdiri di sana. Mengenakan topi kurir yang diturunkan rendah, wajahnya tersembunyi bayangan. Ghea tak terlalu memerhatikan, pikirannya masih berkecamuk antara sakit hati dan harapan tipis.

"Buket bunga, Nyonya. Dari seseorang… tanpa nama."

Suaranya... dalam, sedikit serak. Ada sesuatu dalam intonasinya—hangat sekaligus mengancam—yang membuat bulu kuduk Ghea meremang.

"Leon?" pikirnya cepat. Tapi ia menggeleng. "Jangan bodoh, itu hanya halusinasi."

Ia mengambil pulpen, menandatangani tanda terima.

"Terima kasih," ucapnya.

Buket mawar merah muda itu terasa aneh di pelukannya. Sebentuk romantisme yang datang di saat hatinya masih koyak. Ada secarik kertas terselip di sela tangkai bunga—kosong. Hanya lembar putih, namun terasa penuh makna yang tak bisa ia baca.

Baru satu langkah ia berbalik, hatinya masih bertanya-tanya, “Siapa yang mengirim bunga ini?”

Lalu tiba-tiba, sepasang tangan hangat melingkar di pinggangnya dari belakang—erat, penuh penguasaan.

Tubuhnya menegang. Napasnya tercekat. Jantungnya membentur dada.

Hanya satu nama yang terlintas: Leon.

"Selamat pagi, Honey," bisiknya di telinga—suara rendah yang hangat, tapi mengandung keberanian yang terlalu berani untuk pagi sesepi ini.

Jantung Ghea seperti akan meloncat keluar. Ia spontan mencoba melepaskan diri, panik, matanya melirik ke sekeliling takut ada pelayan yang melihat.

“Leon?! Kamu gila! Apa yang kamu lakukan di sini?!” tanyanya pelan tapi penuh tekanan.

Leon hanya terkekeh pelan sambil berpindah posisi di depan Ghea.

“I Miss you, Honey.”

Tangannya masih berada di pinggang Ghea, wajahnya mendekat, menyentuh pipi wanita itu dengan ujung hidung mancungnya.

"Lepaskan! Bagaimana kamu tahu alamatku?" desis Ghea, mendorong dadanya tapi tak sekuat yang seharusnya.

Leon menatapnya dengan senyum tajam, matanya bersinar penuh nakal.

“Aku punya banyak cara… dan aku nggak sabaran nunggu kabar darimu. Jadi aku memutuskan bawa kabar sendiri.”

“Leon, kamu nggak bisa seenaknya datang ke rumah orang, apalagi—”

“Apalagi nyium pemilik rumah?” potong Leon sambil mengecup pelipisnya cepat. “Tenang aja, pelayanmu udah aku alihkan tadi, dia ke dapur. Kita punya waktu beberapa menit.”

Ghea mundur selangkah, matanya masih terbelalak, tapi ada sesuatu dalam dirinya yang tak bisa memalingkan pandangannya dari Leon. Bukan hanya karena ketampanan atau suara rendahnya, tapi karena… getarannya. Ketegasan dominannya. Dan sesuatu yang menyesakkan: kenyataan bahwa tubuhnya menyambut kehadiran pria itu, meski akalnya menolak.

“Aku beneran gila…” gumam Ghea.

Leon tersenyum miring. “Kalau gila itu artinya kamu nggak bisa berhenti mikirin aku… berarti kita sama.”

Satu detik sebelum Ghea membalas, langkah pelan terdengar dari arah dalam rumah. Ghea panik.

...🌸❤️🌸...

Note :

Cerita ini adalah fiksi belaka. Tokoh, tempat, dan kejadian yang digambarkan bukanlah cerminan dari kehidupan nyata siapa pun.

Apa yang dilakukan Leon dalam cerita ini bukan pembenaran. Merayu istri orang tetap salah, seburuk apa pun kondisi rumah tangga mereka. Namun dalam fiksi, kita diizinkan menjelajahi sisi kelam manusia, bukan untuk ditiru, tapi untuk dipahami.

Kisah ini ditulis bukan untuk mengagungkan perselingkuhan, tapi untuk menampilkan realita bahwa cinta bisa datang di waktu yang salah, pada cara yang salah, dari orang yang salah. Dan manusia, dengan segala luka dan dendamnya, bisa tersesat dalam keputusan yang salah pula.

Jangan ambil sisi negatifnya—ambil pelajaran, ambil makna. Dan semoga kisah ini membukakan mata, bukan menutup hati.

Bacalah dengan bijak. Ambil pelajaran, bukan pembenaran.

To be continued

Terpopuler

Comments

asih

asih

lah ini terkadang yg membuat saya berhayal kayak di novel di manjakan suami mau beli apa tinggal beli gesek kartu cukup duduk di rumah,jalan², shopping makan tak perlu mikir besok masak apa,belanja gimana jajan anak gimana,terus di tanya uangnya bulanan nya cukup ga sayang 🤣🤣🤣🤣😅 semua hanya hayalan realita nya harus kerja keras dulu dapaat uang baru makan 😭😭😭😭 sungguh lelah ya tapi aku tetep bangga Dan bersyukur menjadi wanita Mandiri tdk terlalu tergantung pada suami

2025-06-02

3

Yuni Setyawan

Yuni Setyawan

Dengan adanya novel ini Qt bisa berimajinasi mengila sesukanya,karena di kehidupan nyata sesakit apapun wanita TDK banyak yg berani menggila😂

2025-06-01

3

Felycia R. Fernandez

Felycia R. Fernandez

dari novel ini kita juga belajar, bahwa pasangan yang kita anggap biasa aja bisa menjadi luar biasa di mata orang lain...😆😆😆😆
jagalah pasanganmu

2025-06-02

2

lihat semua
Episodes
1 1. Kesepakatan Gila
2 2. Sedikit Harapan
3 3. Urusan Mendadak
4 4. Varendra Mahardika
5 5. Bukan bodoh
6 6. Topeng
7 7. Di Bawah Meja
8 8. Cemburu
9 9. Curiga
10 10. Tempat Pelarian
11 11. Hati Lebih Jujur
12 12. Ciuman di Ambang Batas
13 13. Ide
14 14. Membakar Hati
15 15. Terbaca
16 16. Hampir Putus Asa
17 17. Kompensasi
18 18. Antara Hati dan Logika
19 19. Antara Hasrat dan Logika
20 20. Pengkhianat Logika
21 21. Basah
22 22. Tak Ada Lagi Leon
23 23. Satu Ranjang
24 24. Menolak Sentuhan
25 25. Rencana
26 26. Godaan di Meja Makan
27 27. Syak Wasangka
28 28. Terlambat
29 29. Kartu
30 30. Syarat
31 31. Mencintai dalam Diam
32 32. Curiga
33 33. Takut
34 34. Dominasi Diam Seorang Berondong
35 35. Tanda Tanya
36 36. Tunjukkan Sedikit Penghargaan, Sayang!
37 37. Percaya Diri
38 38. Melogika
39 39. Bekapan
40 40. Kehilangan
41 41. Bukan Orang yang Sama
42 42. Muak
43 43. Lelah Mental
44 44. Enggan Mengaku
45 45. Tiga Langkah di Depan
46 46. Belajar di Tengah Godaan
47 47. Ajakan Berdansa
48 48. Kecewa
49 49. Panggung Sandiwara
50 50. Surat Perjanjian
51 51. Pelajaran Tambahan
52 52. Mengambil Alih
53 53. Saling Menyalahkan
54 54. Pengakuan
55 55. Kesempatan
56 56. Ancaman
57 57. Kagum
58 58. Wedding
59 59. Pertanyaan
60 60. Lelah
61 61. Keputusan
62 62. Efek Visual
63 63. Gara-gara Merger
64 64. Merger dan Bekas Cinta
65 65. Hampir Saja
66 66. Revisi dan Penangguhan
67 67. Pertanyaan yang Sempat Terlupakan
68 68. Rahasia Dibalik Cinta
69 69. Pengakuan
70 70. Tercabik
71 71. Iri
72 72. Tambahan
73 73. Umpan
74 74. Menuntut
75 75. Transformasi
76 76. Bukti
77 77. Bayangan Penjaga
78 78. Menanggung Sendiri
79 79. Hanya Jessi
80 80. Pembicaraan Empat Mata
81 81. Janji Hati
82 82. Hanya Ingin Tahu
83 83. Sampah
84 84. Mangsa
85 85. Game Over
86 86. Berubah
87 87. Dua Garis yang Terlewat
88 88. Panik
89 89. Dengan atau Tanpa Anak
90 90. Hangat
91 91. Kangen Ditengok
Episodes

Updated 91 Episodes

1
1. Kesepakatan Gila
2
2. Sedikit Harapan
3
3. Urusan Mendadak
4
4. Varendra Mahardika
5
5. Bukan bodoh
6
6. Topeng
7
7. Di Bawah Meja
8
8. Cemburu
9
9. Curiga
10
10. Tempat Pelarian
11
11. Hati Lebih Jujur
12
12. Ciuman di Ambang Batas
13
13. Ide
14
14. Membakar Hati
15
15. Terbaca
16
16. Hampir Putus Asa
17
17. Kompensasi
18
18. Antara Hati dan Logika
19
19. Antara Hasrat dan Logika
20
20. Pengkhianat Logika
21
21. Basah
22
22. Tak Ada Lagi Leon
23
23. Satu Ranjang
24
24. Menolak Sentuhan
25
25. Rencana
26
26. Godaan di Meja Makan
27
27. Syak Wasangka
28
28. Terlambat
29
29. Kartu
30
30. Syarat
31
31. Mencintai dalam Diam
32
32. Curiga
33
33. Takut
34
34. Dominasi Diam Seorang Berondong
35
35. Tanda Tanya
36
36. Tunjukkan Sedikit Penghargaan, Sayang!
37
37. Percaya Diri
38
38. Melogika
39
39. Bekapan
40
40. Kehilangan
41
41. Bukan Orang yang Sama
42
42. Muak
43
43. Lelah Mental
44
44. Enggan Mengaku
45
45. Tiga Langkah di Depan
46
46. Belajar di Tengah Godaan
47
47. Ajakan Berdansa
48
48. Kecewa
49
49. Panggung Sandiwara
50
50. Surat Perjanjian
51
51. Pelajaran Tambahan
52
52. Mengambil Alih
53
53. Saling Menyalahkan
54
54. Pengakuan
55
55. Kesempatan
56
56. Ancaman
57
57. Kagum
58
58. Wedding
59
59. Pertanyaan
60
60. Lelah
61
61. Keputusan
62
62. Efek Visual
63
63. Gara-gara Merger
64
64. Merger dan Bekas Cinta
65
65. Hampir Saja
66
66. Revisi dan Penangguhan
67
67. Pertanyaan yang Sempat Terlupakan
68
68. Rahasia Dibalik Cinta
69
69. Pengakuan
70
70. Tercabik
71
71. Iri
72
72. Tambahan
73
73. Umpan
74
74. Menuntut
75
75. Transformasi
76
76. Bukti
77
77. Bayangan Penjaga
78
78. Menanggung Sendiri
79
79. Hanya Jessi
80
80. Pembicaraan Empat Mata
81
81. Janji Hati
82
82. Hanya Ingin Tahu
83
83. Sampah
84
84. Mangsa
85
85. Game Over
86
86. Berubah
87
87. Dua Garis yang Terlewat
88
88. Panik
89
89. Dengan atau Tanpa Anak
90
90. Hangat
91
91. Kangen Ditengok

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!