Mentari dan Mafia
*Mengandung beberapa adengan sadis
Part 4
#Mentari
#Addovo
"Addovo, sesuatu yang menarik sedang menantimu di club," ucap Giano.
"Baik, aku akan berganti pakaian sebentar," balas Addovo
Dia memberi tanda kepada seluruh anak buahnya untuk bersiap-siap.
"Ros urus wanita ini, jangan sampai dia kabur," perintah Addovo.
Ia pergi meninggalkan Mentari yang masih terduduk di tepi kolam. Ros memapah Mentari menuju kamarnya. Kamar yang berada di lantai dua hanya berjarak satu kamar dengan kamar Addovo.
Saat di tangga, Mentar berpas-pasan dengan Addovo yang bersiap akan pergi. Tidak ada bedanya, siang atau malam bagi dia.
"Ros, kenapa pakaian Tuan Addovo bewarna hitam semua?" tanya Mentari melepaskan rasa penasarannya.
"Tuan tidak suka warna lain, bagi dia warna itu hanya dua, hitam dan putih," jelas Ros.
***
Di sebuah club malam milik Addovo, sudah membaur pria dan wanita tanpa rasa malu,
Seorang wanita berpakaian serba terbuka langsung memeluk Addovo, dan berusaha menciumnya. Hanya melirik sekilas, Addovo lalu mendorong wanita itu dengan kasar hingga iya terduduk di lantai.
Addovo sedang tidak ada nafsu pada wanita, dipikirannya hanya bayang-bayang Mentari yang tadi hampir tenggalam.
'shitt, kenapa wajah wanita itu yang muncul,' maki Addovo.
Dia melewati manusia-manusia yang sedang berjoged mengikuti dentuman musik. Cahaya remang membuat mereka bertambah asik dengan dunianya.
Para penari striptis sudah meliuk-liukkan tubuh sensualnya. Di sudut ruangan sudah ada pasangan yang hampir telanjang bercinta di atas sofa.
Addovo melewati semua itu dengan tenangnya. Tiba di sebuah pintu yang mengarah keruangan bawah tanah. Saat membuka pintu, bau anyir darah segar sudah menyeruak. Ia seolah menyukai bau itu, bagi dia ini adalah bau uang.
Ruangan ini tempat mengoperasi organ tubuh manusia. Ya, black market jual beli organ tubuh beharga ratusan hingga miliaran, Addovo lah orang yang berdiri di belakangnya.
"Apa saja pesanan dari pasar?" tanya Addovo.
Salah seorang anak buahnya yang sengaja ia kuliahkan kedokteran. Agar mereka tidak perlu bekerja sama dengan doktee mana pun, sehingga rahasia mereka aman.
"Jantung, kornea mata, ginjal, hati," terang mereka.
Ia melangkahi, tubuh-tubuh termutilasi tanpa tahu mana lagi pasangannya. Menuju satu ring tinju. Tempat dia melampiaskan segala kekesalannya.
Dia akan membayar mahal jika ada yang mengalahkannya, tetapi jika musuhnya kalah dia akan membuatnya kalah sampai mati.
Sungguh malam ini dia tidak konsentrasi, dia hanya memikirkan Mentari, bagaimana jika wanita itu kabur.
Satu pukulan memdarat tepat di pelipis mata Addovo. Dia murkah, menghantam hingga secara membabi buta. Tetap Mentari yang terbayang, hanya saja kini bayangan saat Mentari menolaknya berhubungan badan.
Rasa kesal yang tidak bisa lagi terlampiaskan kepada Mentari, kini ia lampiaskan kepada lawan duelnya.
Lawan tersebut terjatuh, sebagai perjanjian awal jika kalah akan mati. Addovo mengeluarkan pisau sejenis belati dari pinggangnya. Dengan santai dia hujamkan pisau tersebut ke arah dada lawan. Darah segar menyembur mengenai sedikit kemeja hitamnya.
Addovo terduduk puas di hadapan mayat tersebut. Tidak peduli bagi dia, seandainya pria yang mati itu ada anak dan istri yang sedang menunggunya pulang.
***
Pukul lima saat Mentari sedang melaksanakan salat Subuh, terdengar suara rombongan mobil memasuki rumah. Mentari tetap melanjutkan salatnya hingga selesai, menyambung dengan membaca beberapa ayat Al-Qur'an
Saat itu, Addovo masuk ke kamar Mentari ingin membentaknya menyuruh dia bangun, tetapi saat mendengar alunan ayat dari bibir Mentari niatnya hilang, dia duduk menunggu dengan sabar di atas tempat tidur.
"Maaf Tuan, sudah lama menunggu?" tanya Mentari.
"Lumayan, buatkan saya minuman hangat, saya dengar banyak di negara kau minuman herbal." Perintah Addovo.
"Baik Tuan." Mentari berlari menuju dapur yang letaknya di lantai dasar.
Lima belas menit kemudian, dia sudag membawa satu cangkir minuman hangat. Addovo duduk di singgahsananya. Dengan berlutut di lantai, Mentari menghidangkan minuman di atas meja.
"Tunggu!" Cegah addovo saat Mentari ingin kembali ke dapur.
Mentari masih duduk bersimpuh di lantai. Berharap Addovo menyukainya minuman buatannya. Dia tidak mau mati sia-sia hanya karena secangkir minuman.
"Ini apa namanya?" ucap Addovo memecahkan kesunyian.
"Teh jahe, Tuan. Teh direbus bersama jahe yang dimemarkan," jelas Mentari ketakutan.
"Enak, saya suka."
Legah rasanya, nafas yang tadinya sesak kini sudah lepas. Mentari melihat ada sedikit luka di pelipis Addovo. Dia meminta izin untuk mengobatinya. Addovo memberinya izin.
"Lakukan yang terbaik! Kalau tidak, kau aku tembak saat ini juga."
Mentari berlari mengambil kotak P3K
"Ya Allah Mentari, kenapa bodoh. Nawarin diri mau ngobati luka pria kejam itu. Kalau salah-salah bisa dibunuhnya," racau Mentari.
Terdengar teriakkan Addovo memanggil namanya.
"Iya, Tuan. Sebentar," sahut Mentari.
Dia berlari tergopoh-gopoh, sambil membawa kotak P3K dan air berisi cairan anti septik.
Terlihat Addovo sudah merebahkan badannya di sofa panjang, menunggu kedatangan Mentari.
"Permisi, ya, Tuan."
"Hmmm," jawab Addovo singkat.
Addovo tidak menyerengit atau merasa sakit sedikit pun, saat kain kasa yang telah dibasahi cairan anti septik dioles pada lukanya.
Hanya luka kecil, mana ada terasa bagi Addovo. Dengan mata terpejam seakan dia menikmati sentuhan itu.
Tiba-tiba, seorang wanita memakai hotpant dengan atasan tank top menjatuhkan badannya di atas badan Addovo. Membuat Mentari mengeserkan posisinya. Addovo langsung membuka matanya.
"Permisi, Tuan," ucap Mentari.
Di berdiri, saat akan melangkah. Tangan Addovo reflek menarik tangan Mentari.
"Maaf, Tuan." Mentari menepis tangan Addovo dan berlalu pergi.
Mentari berlari meletakkan kembali peralatan yang dibawanya. Berusaha menenangkan hati yang entah apa rasanya. Berdebar, seakan ada sentrum bertegagan tinggi saat tangan Addovo menyentuh tangannya.
"Tenang Mentari! Jangan baper, dia hanya laki-laki kejam," Mentari mencoba menenangkan dirinya.
Sudah pukul delapan, jadwalnya membereskan kamar Addovo. Perlengkapan tempur sudah di pegangnya. Para pelayan sudah melakukan tugasnya masing-masing.
Saat melawati ruang di mana dia meninggalkan Addovo dan wanita itu. Betapa terkejutnya ia hingga kain pel yang dipegangnya terjatuh.
Sontak Addovo mencari sesuatu yang bisa menutup tubuh telanjang mereka. Manusia-manusia tidak tahu malu dan tidak takut dosa itu sedang menikmati pagi dengan caranya.
"Maaf, Tuan."
Mentari mengambil kain pel yang terjatuh dan segera berlari kelantai atas menuju kamar Addovo.
"Ya Allah, lindungi hamba-Mu dari perbuatan dosa seperti itu, hamba rela jika jadi pembantu di rumah ini, asal jangan jadi wanita pemuas nafsunya." Doa Mentari pagi ini.
Tiga jam berlalu, kamar mewah Addovo selasai dibersihkan. Saat Mentari hendak keluar kamar dia malah terkejut karena Addovo telah berdiri di depan pintu.
"Masuk!" perintah Addovo.
Mentari memundurkan langkahnya. Addovo duduk di sofa menatap Mentari dari atas hingga bawah.
"Apa kau tidak mau merasakan seperti apa yang kau lihat?" tanya Addovo serius.
"Pasti mau, tetapi hanya dengan pasangan halal saya, yaitu suami saya kelak," jawab Mentari lantang.
"Baik, lah."
Addovo melempar baju kemeja yang dia pakai tadi ke muka Mentari. Ia mencium bau yang tidak sedap dari kemeja itu.
"Tuan, bajunya kenapa bau darah ...."
Belum selesai Mentari berbicara, sebuah pistol sudah mengarah ke arahnya.
"Diam atau kau akan mati?" bentak Addovo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Nurma sari Sari
sadis dan kejam, berbuat maksiat sdh biasa karena gk punya agama
2022-11-29
1
💫Sun love 💫
bagus novel nya....
2022-01-27
0