tragedi kolam renang

Mentari dan Mafia

Part 3

#Mentari

#Addovo

Sinar matahari pagi masuk dari celah gorden jendela. Dengan kesal Addovo membuka kain penutup jendela kamar Mentari.

"Dasar wanita pemalas," upat Addovo kesal.

Mentari masih tertidur di dalam selimut putih. Terlihat jelas memar di wajahnya. Addovo memggoyangkan tubuh Mentari, agar dia bangun. Namun mentari juga tidak bangun.

Saat dia menepuk pipi wanita itu, telapak tangannya terasa panas.

"Kau sakit?" tanya Addovo.

Perlahan Mentari membuka matanya, karena sinar cahaya matahari pagi menyilaukan.

"Ampun Tuan," mohon Mentari.

"Tenang! Kau tidak akan kusakiti lagi. Kau berarti bagi kami sebagai sandera. Kepolisian akan berpikir untuk menangkapku, karena ada warga sipil yang akan mati. Jika kau sampai mati, kepolisian dari negara kau pasti akan mengusut. Itu sangat memperburuk hubungan kerja sama dua negara," terang Addovo.

Seorang pelayan bernama Ros membawakan semangkok sop.

"Suapkan dia!" perintah Addovo

"Tidak usah, Tuan. Saya masih bisa sendiri," tolak Mentari

Addovo kesal mendengarnya. Apa pun perintah Addovo jangan pernah dibantah.

"Kalau kau tidak mau, biar aku yang menyuapkan." Mangkok berisi sop ditarik oleh Addovo dari tangan Ros.

Ros, pamit meninggalkan mereka berdua di dalam kamar. Situasi ini sangat membuat Mentari takut. Rasa sakit atas siksa kemarin malam saja belum hilang, apa mungkin mau ditambah lagi?

Sesondok sop diarahkan ke mulut Mentari. Terlihat ia ragu untuk membuka mulut.

"Tenang, aku sudah menyuruh satu chef khusus memasak makanan untuk kau." Seolah Addovo mengerti apa yang membuat Mentari ragu.

"Saya bisa makan sendiri, Tuan."

"Jangan membantahku!" bentak Addovo.

Mentari pun menghabiskan satu mangkok sop tersebut, tidak ada satu kata yang terucap. Takut jika itu salah lagi.

"Ponsel kau ada denganku. Kemarin Bapak Herman mengirim pesan, belum bisa mengirim uang bulanan, karena mengalami gagal panen." tutur Addovo.

Mentari membesarkan matanya, bagaimana pria kejam ini mengetahui nama ayahnya.

"Jangan menatapku begitu! Aku sudah mengirim sejumlah uang ke rekening Bu Halimah untuk biaya sekolah Bintang dan Bulan," jelas Addovo.

"Maaf Tuan, bagaimana Tuan tahu keluarga saya?" tanya Mentari nyaris berbisik.

"Itu hal yang sangat mudah bagiku. Jadi kau jangan macam-macam. Kalau kau berulah, mereka akan mati." Ancam Addovo.

Mendengar ancaman Addovo, semakin memupuskan harapan Mentari untuk terbebas dari pria kejam ini.

"Nanti aku akan menyuruh dokter memeriksa kau, aku tidak mau di rumah ini ada yang sakit."

Sebelum pergi, Addovo mengatakan bahwa Mentari boleh keluar kamar. Tugas apa saja yang harus Mentari kerjakan semua sudah diberi tahukannya kepada Ros.

Tidak lama setelah dia pergi, seorang dokter yang cukup cantik datang memeriksa Mentari. Setelah memberi beberapa obat dan vitamin dokter tersebut pamit.

***

Merasa bosan sepanjang hari berada di kamar ini, Mentari memberanikan diri keluar kamar. Rumah yang begitu mewah tidak akan pernah sepi. Entah ada berapa banyak pelayan di rumah ini.

Dia berusaha mencari kebaradaan Ros, karena hanya Ros yang mau berbicara kepadanya, meski masih banyak yang terkesan ditutup-tutupinya.

'Tidak hanya tuan rumah, para pekerja pun bersikap angkuh.' bisik Mentari di dalam hati.

Tidak ada satu tegur sapa dia dibalas oleh para pekerja di rumah ini.

"Mentari," sapa Ros dari arah dapur.

"Iya, Ros. Apa tugas saya di rumah ini?" tanya Mentari penuh sopan.

"Tugas kamu, hanya membersihkan kamar Tuan Addovo. Tetapi kamu harus yakin kamar itu benar-benar bersih. Jika masih ada sedikit saja debu yang menempel, Tuan bisa marah besar," jelas Ros kepada Mentari.

"Baiklah, Ros. Saya akan berusaha melakukan sebaik mungkin."

Membayangkannya saja dia sudah takut, bagaimana bila hasil kerjanya tidak sesuai keinginan Addovo. Siksaan apa lagi yang akan dia terima.

Kamar ini sangat luas, tempat tidur berukurang besar dengan kasur yang sangat empuk terletak di sudut ruangan. Kamar ini sepertu kamar hotel yang menyediakan sofa dan home teater bagi tamunya. Begitu mewah kehidupan Addovo.

Mentari mulai merapikan dari tempat tidur yang berantakan, mengelap setiap sudut tempat tidut tersebut. Beralih pada meja depan sofa. Meja ini penuh dengan kertas-kertas. Saat merapikan lembar demi lembar. Dia menemukan foto keluarganya.

"Pria ini benar-benar serius," gumam Mentari.

Pasrah menjadi pilihan satu-satunya. Hampir tiga jam di habiskan untuk membersihkan satu ruangan ini saja. Remote TV juga harus benar-benar bebas dari debu. Belum lagi pajangan-pajangan yang lainnya.

Kamar mandi yang sebesar kamar asrama Mentari juga sudah selesai dibersihkan. Sela-sela keramik tidak lupa digosoknya. Biarlah lelah sekarang dari pada nanti kena siksa lagi.

"Ya Allah, lelahnya."

"Apa? Allah?" Suara Addovo mengagetkan Mentari.

Mentari langsung terperanjat dari duduknya. Baru saja dia meletakkan tubuhnya di atas sofa di kamar Addovo. Ternyata yang punya kamar sudah kembali.

"Maaf Tuan," ucap Mentari ketakutan.

Addovo berjalan berlahan dengan tangan kirinya menyentuh semua perabotan yang ada di kamar ini. Sementara Mentari menahan nafas, rasa tegang menjalar keseluruh tubuhnya.

Sekarang kamar mandi menjadi sasaran inspeksi Addovo.

"Cukup baik. Satu permintaan kau akan kuturuti," ucap Addovo.

Mendengar kalimat tersebut, akhirnya tubuh Mentari kembali rileks.

"Maaf Tuan, kalau boleh saya diizinkan pulang ke asarama sebentar untuk mengambil al-qur'an dan perlengkapan salat. Kata ibu saya, apa pun yang terjadi jangan tinggalkan salat."

"Saya tidak akan mengizinkan kau keluar dari rumah ini sendirian." Addovo menarik tangan Mentari keluar kamar.

Mentari berusaha mengimbagi langkahnya dengan tarikan Addovo. Apa maksud pria sadis ini. Sekarang dia mendorong Mentari masuk ke dalam mobilnya. Lalu ia duduk di kursi pengemudi.

"Kau akan ku antar mengambil semua itu. Jangan cari jalan untuk kabur!" bentak Addovo.

Lelaki ini belum pernah berbicara manis kepada siapa pun. Apa dia memang tidak punya hati?

Sesampainya di asrama, semua orang yang berpas-pasan dengan Addovo menghindar. Seketika lorong asrama ini sepi, hanya Mentari dan Addovo yang mengisi dengan derap langkahnya.

"Tuan, Saya bisa jalan sendiri. Jangan ditarik begini. Sakit," bisik Mentari.

"Bisa saja kau mencari kesempatan kabur." sergah Addovo.

"Mana mungkin saya akan kabur, bila keluarga saya dalam ancaman kematian," ucap Mentari lirih.

Addovo menyentakkan tangan mentari. Menyuruh jalan di sebelahnya. Dia tidak akan menyuruh Mentari jalan di depan. Karena bagi dia tidak ada satu orang pun yang boleh menghalangi langkahnya.

Selesai membereskan semua yang dibutuhkan, dia keluar kamar dengan membawa satu tas berisi beberapa pakaiannya dan buku-buku kuliahnya. Walaupun harapan bisa melanjutkan kuliah itu tidak akan ada lagi.

Eropa malam hari sungguh megah, lampu-lampu menghiasi sudut kota. Mobil melaju tanpa hambatan. Siapa yang tidak kenal dengan mobil bertanda khusus itu.

"Kenapa kau memilih agama yang aku rasa sangat repot," tanya Addovo memecahkan kesunyian.

"Islam tidak repot, Tuan. Islam itu indah. Kehidupan kita sudah ada aturannya di dalam al-qur'an."

"Bagaimana tidak repot, kau harus salat lima kali sehari," bantah Addovo.

"Tidak repot, Tuan. Salat Subuh, itu memang waktunya kita bangun. Salat Dzuhur, itu waktunya kita istirahat bekerja. Salat Ashar, setelah kita pulang kantor atau kegiatan lainnya. Salat Magrib, waktu menjelang kita menunggu makan malam. Terakhir salat Isha, bisa kita lakukan sebelum tidur."

Addovo diam mendengarnya, berusaha mencerna apa yang Mentari sampaikan. Walaupun belum bisa sepunuhnya dia menegerti.

"Mengapa kalian puasa, apa tidak mati seharian tidak makan?" tanya Addovo kembali.

"Kalau berpuasa bikin kita mati, mungkin dari umur lima tahun saya sudah mati, Tuan." jawab Mentari

"Terserah kau saja! Yang terpenting bagiku. Jangan ada yang mengganggu kerja kau di rumahku."

"Tuan, agamanya apa?" tanya Mentari.

"Ada hak apa kau menanyaiku?" Mata Addovo langsung melotot memandang Mentari yang duduk di sebelahnya.

"Maaf Tuan, saya lancang."

Tanpa menunggu waktu lama, saat melihat mobil Addovo datang, pintu pagar segera terbuka lebar. Mobil yang mereka kendarai memasuki istana Addovo. Ini tepatnya istana bukan lagi rumah.

Addovo manatap Mentari yang masih duduk di sebelahnya dengan liar. Kini dia mencoba untuk mencium, tetap saja Mentari memohon jangan pernah lakukan itu. Dengan kesal Addovo mendorong Mentari, hingga kepala terbentur dasbor mobil.

Addovo keluar mobil, dan kembali menarik tangan Mentari. Membawanya ke arah kolam renang, dan mendorongnya masuk ke dalam kolam. Untung saja Mentari bisa berenang sehingga dia tidak akan tenggelam.

"Jangan coba-coba kau keluar dari kolam itu! Aku selalu mengawasi dari sini." Perintah Addovo.

Udara dingin malam bercampur dengan dinginnya air kolam, hanya membuat Mentari bertahan dua jam.

"Tuan kaki saya keram," ucap Mentari dengan bibir bergetar menahan dingin.

Mendengar itu, Addovo tidak peduli, dia masih saja sibuk dengan laptop-nya.

"Tuan tolong!" teriak Mentari.

Barulah Addovo menoleh ke arah kolam, Mentari hampir tenggelam, tangan yang menggapai-gapai minta tolong hanya kelihatan ujung-ujung jari saja.

Sontak, Addovo berlari dan melompat ke dalam kolam renang. Menyelam berusaha menangankap tubuh Mentari yang akan tiba di dasar kolam. Dia berusaha mengangkat Mentari ke tepi kolam.

Mengetahui itu beberapa anak buah Addovo berkumpul di tepi kolam. Pelayan sudah siap dengan handuk dan pakaian ganti untuknya.

Iya menekan-nekan dada Mentari untuk mengeluarkan air kolam yang terminum.

"Kau jangan mati dulu wanita sialan," upat Addovo.

Hingga suara batuk Mentari terdengar baru dia berhenti menekan dadanya. Mentari segera iya dudukkan.

Anak buah dan para pelayan yang berada di tempat saling bertatapan heran. Ada apa? Kenapa Tuan mereka peduli dengan wanita ini?

By yati suryati

Terpopuler

Comments

Asri Angsela Melivina Potabuga

Asri Angsela Melivina Potabuga

palink suka crta mafia,,ingat ajj cara Alex n maryam

2022-12-17

0

Asri Angsela Melivina Potabuga

Asri Angsela Melivina Potabuga

palink suka crta mafia,,ingat ajj cara Alex n maryam

2022-12-17

0

Winsulistyowati

Winsulistyowati

Dgn Kserderhananmu Tuanmu yg angkuh itu Isa Peduli..Sabar say..😊🤭

2022-12-06

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!