kediaman Addovo

Mentari dan Mafia

Part 2

*Mengandung beberapa adengan kekerasan

#mentari

#Addovo

Di dalam kamar bernuansa hitam putih, Mentari terbaring, kurang lebih sudah lima jam. Addovo memperhatikan setiap inci wajah Mentari. Wajah yang sama dengan rekaman CCTV itu.

Gadis berkulit kuning langsat, ciri khas kulit wanita Asia. Mempunyai daya tarik tersendiri bagi Addovo karena selama ini dia selalu bergelut dengan wanita berkulit putih ciri khas wanita eropa.

Mentari terbangun dari tidurnya. Dia terkejut, saat m membuka mata, ada wajah pria dengan jarak hanya lima centi dari wajahnya. Reflek, Mentari mendorong pria itu hingga terjatuh.

"kurang ajar kamu, beraninya kamu mendorong saya!" bentak Addovo.

Suaranya keras membuat Mentari ketakutan. Dia menarik selimut dan berusaha melindungi badannya. Berharap pria itu tidak akan berbuat jahat kepadanya.

Antara sadar dengan tidak, dia berusaha mengingat wajah pria ini. Dia teringat, pria ini yang membunuh malam itu. Rasa takutnya semakin menjadi. Takut akan menjadi korban selanjutnya.

"Tolong, jangan sakiti saya!" mohon Mentari.

"Jadi kamu sudah mengingat siapa saya?" tanya Addovo dengan nada datar.

Mentari tidak sanggup lagi mengeluarkan suara. Dia hanya mengangguk.

"Saya tidak akan menyakiti kamu, asal kamu mau mengikuti semua perintah saya. Paham?"

Mentari tetap saja diam.

"Paham tidak?" bentak Addovo.

"I-iya, paham, Tuan," jawab Mentari terbatah-batah.

"berapa usia kamu?"

"Dua puluh empat tahun, Tuan. Usia tuan berapa?" tanya Mentari tanpa sadarnya.

"Kamu tidak ada hak mengetahuinya!" Kembali Mentari dibentak.

Setelah menekan salah satu tombol yang berada di dekat kepala tempat tidur, seorang pelayan berpakaian seragam seperti di film-film barat itu memasuki kamar.

Dia menyerahkan sebuah baju, yang warnanya sama dengan yang ia pakai.

"Ganti baju kamu! Sekarang kamu menjadi budak saya."

Setelah pakaian itu di bentang oleh Mentari, dia tidak suka dengan pakaian begini. Roknya terlalu pendek di atas lutut. Walaupun dia tidak menggunakan hijab, tetapi dia tidak suka pakaian pendek begini.

"Maaf, Tuan. Saya tidak bisa memakai pakaian sependek ini." Tolak Mentari.

Addova langsung menjambak rambut Mentari.

"Saya tidak suka dibantah. Pakai atau kamu akan tidak akan saya kasih makan." Ancam Addovo dengan tangan masih menjambak rambut.

"Biar aja saya kelaparan, Tuan," jawab Mentari.

Addovo semakin kesal, dia mendorong Mentari hingga terjatuh, dan kepalanya terbentur sudut nakas yang berada di sisi kiri tempat tidur.

'Apa hidup aku akan berakhir di sini?' bisik Mentari dalam hati.

Air matanya menetes menahan sakit.

"Tuan, biarkan saya pulang ke negara saya, saya janji akan melupakan semuanya," mohon Mentari sambil memegang kaki Addovo.

Pria tidak punya hati itu, mana peduli. Dia menendang Mentari hingga kembali terpental.

Addovo pergi meninggalkan Mentari, dan menyuruh pelayan tersebut juga keluar dari kamar. Tidak ada yang berani melawan perintah Addovo. Pintu kamar lalu di kuncinya.

"Siapa yang berani membuka pintu ini, kalian akan saya bunuh," ucap Addovo.

Addovo tidak segan-segan membunuh siapa saja yang membuat hatinya tidak senang. Entah sudah berapa banyak pembantu yang mati sia-sia hanya karena salah mengikuti perintahnya.

Resiko yang besar berbanding dengan upah yang mereka terima. Bekerja dengan Addovo akan mendapatkan upah lima kali lipat dari upah biasanya di kota ini.

***

Pukul delapan malam Addovo sudah duduk di meja makan. Beberapa hidangan lezat sudah siap ditata para chef terbaik yang sengaja dikontrak untuk berkerja di rumahnya.

"Giano, bawa wanita itu kemari!" Perintah Addovo

"Baik." Giano melangkah menuju kamar Mentari.

Saat pintu kamar dibuka, Mentari sedang duduk di dekat jendela memandangi halaman belakang yang cukup mewah, rumah ibarat hotel berbintang.

'Seandainya aku punya rumah seperti ini, ayah dengan ibu pasti akan senang, berapa puluh anak jalanan bisa ditampung di sini'

Cita-cita ayah dan ibu, ingin memiliki rumah singgah bagi anak-anak jalanan.

"Ayo keluar! Addovo sedang menunggu," perintah Giano.

Perkataannya membuyarkan semua lamunan Mentari akan orang tuanya. Terjebak di rumah ini, sudah membuat Mentari pesimis bisa bertemu lagi sama mereka.

"Ayo buruan, jangan bikin dia menunggu lama!" bentak Giano.

Mentari melangkah keluar kamar dengan ragu. Ternyata rumah ini sangat luas. Sesampai di ruang makan telah menunggu Addovo di kursinya.

"Duduk!" Perintahnya.

Mentari menarik satu kursi yang ada di hadapan Addovo. Addovo memberi tanda agar mereka ditinggalkan berdua.

"Makan!" Kembali Addovo memberi perintah.

Sebuah makanan dengan olahan daging telah terhidang di atas meja.

"Maaf, Tuan. I-ini daging apa?" tanya Mentari terbatah.

Addovo segera memanggil salah seorang chef yang memasak makan malam ini. Setelah dijelaskan, baru diketahui ternyata ini daging ****.

"Maaf, Tuan. Saya tidak bisa memakannya. Di agama saya, ini termasuk makanan yang dilarang," jelas Mentari dengan kepala masih tertunduk.

"Kau mengacaukan selera makanku." Air di dalam gelas disiram kearah Mentari.

Sontak Mentari terkejut, tetapi tetapi tidak berani menegakkan kepalanya. Addovo memanggil pelayan untuk membereskan semua makanan yang baru beberapa menit terhidang.

"Biarkan dia kelaparan! Jangan ada yang memberi dia makan. Sampai kapan dia akan bertahan," titah Addovo kepada semua pelayan di rumah ini.

Semua mengangguk mengerti. Seorang stylist pribadi Addovo datang membawakan pakaian ganti untuk Mentari. Dia membawa Mentari dalam satu ruangan. Yang isinya khusus pakaian pribadi Addovo. Ruangan ini layaknya disebut butiq. Semua pakaian-pakian mahal berjejer rapi menurut jenisnya.

"Ini pakaian untuk kamu, segera bersihkan diri kamu!" Sang Stylist menyerahkan beberapa kantongan berisi pakaian.

"Baik, Tuan," jawab Mentari.

"Kamu bisa mendapatkan kemewahan jika kamu menuruti semua maunya Tuan Addovo. Seperti kami ini." Jelasnya lagi.

***

Pukul satu malam, pintu kamar Mentari kembali dibuka. Walaupun berada di kamar yang super nyaman, tetapi dia tidak bisa tidur.

"Jangan kau pernah berpikir bisa kabur dari sini." Suara bariton itu sangat menakutkan bagi Mentari.

"Saya mau pulang, Tuan. Saya bersumpah tidak akan bercerita apa pun. Biarkan saya pulang ke negara saya," mohon Mentari.

Tidak akan semudah itu lepas dari tangkapan Addovo. Namun, entah apa yang ada dipikirannya kali ini. Kenapa tawanannya yang ini diberi kamar mewah. Biasanya mereka akan langsung dihabisi.

Addovo melangkah mendekati Mentari. Seakan ingin melahap Mentari bulat-bulat. Satu langkah maju Addovo, disambut dengan satu langkah mundur Mentari. Hingga akhirnya terhenti, sudah tidak bisa lagi bergerak. Dia sudah berada di sudut ruangan.

"Temani aku tidur malam ini." Tangan Addovo dengan keras menarik pinggang Mentari hingga dia kini berada dalam pelukan Addovo.

"Jangan Tuan, saya mohon Jangan!" Mentari mengiba.

Air matanya tidak bisa lagi dibendungnya. Tidak bisa dibayangkan betapa kecewa orang tuanya jika mereka tahu, Mentari tidak bisa menjaga keperawanannya.

Addovo tidak peduli dengan tangisan Mentari.

"Tolong jangan Tuan! Tuan boleh lakukan saya sebagai budak tapi jangan pemuas nafsu Tuan. Saya mohon Tuan, saya masih perawan."

Mendengar kata-kata perawan membuat Addovo menghentikan serangannya. Bukan karena iba, tetapi merasa heran. Masih ada wanita dua puluh empat tahun yang masih perawan.

"Itu bagus, saya belum pernah mendapatkan perawan di sini." Addovo kembali menagkap Mentari yang berusah berlari.

Dia terjatuh di lantai tanpa alas, rasa sakit di tubuhnya tidak dirasakannya lagi. Tubuhnya meronta-ronta dan berhasil menendang perut Addovo.

Addovo terkejut. Melihat Mentari berani melawannya, membuat amarahnya naik kepuncak. Tangan kekar itu menampar Mentari berkali-kali hingga darah seger keluar dari sudut bibirnya.

"Ini lebih baik, Tuan," ucap Mentari dari sela teriakan kesakitannya.

Mendengar ucapan itu, Addovo merasa ditantang. Ia membuka sabuk pinggangnya, lalu mengayukan ke tubuh Mentari, entah berapa banyak ayuanan itu. Tidak sanggup lagi menerimanya, Mentari tersungkur, dan pingsan.

Addovo menekan kembali tombol yang ada di atas tempat tidur. Tidak perlu menunggu lama, salah satu pelayan sudah datang ke kamar itu.

"Urus dia!" Perintah Addovo.

Dia meninggalkan Mentari dan pelayan di kamar itu. Mungkin dia akan menemui wanita lain untuk melampiaskan hasratnya.

By: Yati Suryati

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

Addovo mafia celup..

2023-04-20

0

Winsulistyowati

Winsulistyowati

Sabar Mentari Say..Moga Suatu Saat Tuan Addovo Jatuh Cinta padamu..

2022-12-06

0

Nurma sari Sari

Nurma sari Sari

mampir

2022-11-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!