Vania keluar dari kamar kos. Dia menuju gerbang dan melihat Zef sudah menunggunya.
“ Di mana alamatnya? ” mendengar pertanyaan itu, Vania langsung memberikan alamat yang
dikirim Erna melalui whatsapp.
“ Wah majikan kamu ini pasti orang yang kaya banget Van. ” Zef
langsung menebak hanya dengan membaca alamatnya.
“ Tahu dari mana? Memangnya kamu dukun? ” Vania tidak percaya dengan apa yang diucapkan Zef.
“ Semua orang juga tahu itu
kawasan super duper elit. Yang tinggal di sana itu ya artis ternama, konglomerat, dan para pejabat yang sukses. ” Zef menjelaskan sambil memberikan helm. Mendengar itu Vania langsung berpikir liar.
“ Sepertinya Tuhan buka jalan nih. ” Hal itulah yang terlintas di pikiran Vania.
Zef mengenderai motor tanpa berhenti bercerita dengan Vania. Mereka seperti bertukar banyak cerita. Mereka sampai di alamat yang dituju. Vania mengenal siapa wanita yang sudah menunggunya di depan pintu. Dia adalah Erna. Sosok wanita yang telah memberikannya kesempatan untuk bekerja.
“ Nanti aku jemput lagi ya! ” Zef berbisik di telinganya. Erna membawa Vania ke sebuah rumah yang sangat besar. Rumah yang sangat besar itu membuat Vania berpikir bahwa itu bukan rumah tetapi istana.
Erna dan Vania masuk.
“ Oma, apa kabar? ” Erna menyapa seorang nenek yang sudah berusia tujuh puluh tahunan. Namun tidak ada balasan untuk Erna.
“ Oma, ini Vania. Dia yang akan membantu setiap keperluan oma. ” Erna memperkenalkan Vania.
Hal itu membuat oma Melinda berpaling. Dia hanya melihat Vania tanpa tersenyum. Dia sudah merasa muak jika harus ganti-ganti suster.
“ Dari yayasan mana dia? paling juga hanya bertahan tiga hari. ” Oma Melinda memberi penilaian negatif. Vania berusaha tegar dan bersikap manis pada oma Melinda.
“ Oma, mulai hari ini Vania akan merawat dan menjaga oma dengan sepenuh hati. ” Vania meyakinkan oma Melinda dengan kalimatnya.
Walaupun pertemuan pertama dengan oma Melinda tidak memberi kesan yang baik, tetapi Vania berusaha ramah karena dia membutuhkan pekerjaan tersebut.
“ Hari gini orang tidak ada yang bekerja dengan hati. Semua juga karena uang. ” Oma Melinda bersikap sangat tidak ramah.
Vania melihat ke arah Erna. Erna mengedipkan mata sebagai isyarat karena mereka perlu untuk bicara. Vania mengikuti langkah Erna dan meninggalkan oma Melinda di kamar.
“ Maafkan sikap oma Melinda. Dia memang sedikit sensitif. Anak-anaknya terlalu sibuk bekerja sehingga tidak ada yang mau merawatnya. Kasihan oma Melinda. Tetapi mau bagaimana lagi? budaya di rumah ini sudah turun temurun seperti itu. Aku harap kamu maklum ya. ” Erna menjelaskan penyebab dari sikap buruk oma Melinda.
“ Iya Mbak. Aku akan berusaha sebaik mungkin. ”
***
Vania berusaha keras untuk mengambil hati oma Melinda. Sebelum berangkat kuliah dia harus ke rumah oma Melinda untuk memastikan bahwa oma Melinda sudah makan, mandi, dll.
Dia buru-buru mengunci pintu kamar kos dan langsung berangkat menggunakan ojek online. Kali ini
tidak ada Zef di depan kosannya. Zef telah minta ijin karena tidak bisa menjemputnya. Ada hal penting yang harus Zef urus.
Sesampai di rumah oma Melinda, dia langsung mendapat ijin dari satpam untuk masuk rumah. Dia langsung buru-buru ke kamar oma Melinda. Namun kali ini dia kaget melihat kamar oma Melinda berantakan dan sedang berdiri seseorang.
“ Kak Lewi? ” Vania langsung mengenali siapa yang ada di kamarnya.
Oma Melinda berteriak meminta mereka keluar.
“ Kak Lew, sebaiknya kamu keluar dulu. Biar saya coba berbicara dengan oma. ” Vania memberi saran.
Lewi mengikuti saran tersebut. Dia ingin memberikan kesempatan kepada Vania untuk membujuk omanya.
Oma Melinda semakin marah ketika dia mendengar Vania memanggil cucunya dengan nama.
“ Oma, ada apa? kenapa pagi-pagi oma sudah marah? ” Vania
mendekati oma Melinda.
“ Kamu juga keluar saja dari sini! siapa kamu memanggil nama
majikan dengan nama? benar-benar tidak punya sopan santun! " oma Melinda mencibir.
Perkataan oma Melinda berhasil diabaikannya. Untuk saat ini pekerjaanlah yang paling dia butuhkan.
“ Oma tenang dulu ya! ” Vania duduk di sebelahnya.
“ Kalau bukan karena butuh
uang, aku nggak akan di sini deh. " Vania berkata dalam hati dan menghela nafas.
“ Semua hanya perduli sama bisnis dan uang. Tidak ada yang sayang sama oma. ” Oma Melinda mengasihani dirinya sendiri.
“ Oma salah besar kalau berpikir seperti itu! untuk itu beri Vania kesempatan untuk membuktikan kalau Vania sayang sama oma. ”
Vania mencoba untuk memahami apa yang dirasakan oma Melinda. Dia pernah membaca sebuah artikel.
Menurut survei orang tua yang sudah berusia lanjut akan memiliki sifat seperti anak-anak. Ingin disayang dan diperhatikan. Karena mereka merasa rasa berdaya guna sudah tidak ada.
“ Kamu janji akan sayang sama oma bukan karena uang? ” oma Melinda menatap wajah Vania.
Untuk saat ini, harta sepertinya tidak terlalu berarti untuk oma Melinda.
Bukan uang yang oma Melinda butuhkan, tetapi perhatian dan kasih sayang.
“ Vania janji oma! ” Vania tersenyum dan mengusap lembut tangan majikannya itu.
Vania membantu oma Melinda menuju ruang makan.
Tiga orang berseragam putih telah menyiapkan banyak makanan di meja makan.
“ Mbak, ini makanan banyak sekali. Siapa yang akan makan? ” Vania bertanya kepada seorang wanita berseragam putih tersebut.
“ Kami melakukan hanya sesuai perintah. Mereka bisa memilih makanan yang mereka suka. Bahkan sering kali tidak ada yang makan karena mereka masing-masing sudah makan di luar. Mau tidak mau kita dapat limpahan rejeki. ” Wanita tersebut menjelaskan dengan tersenyum.
“ Aku makan saja sampai diirit-irit, ehhh… di sini justru banyak makanan mubazir. ” Vania berbicara dalam hati.
“ Hei, ” Lewi yang baru keluar dari kamar langsung menyapanya.
“ Baru saja aku dapat kabar dari kak Erna. Dia bilang kamu suster baru oma. Tolong maklum ya kalau sikap oma kadang menyebalkan! ” Lewi berharap Vania tidak mengundurkan diri seperti yang lain.
Vania seperti terpukau dengan ketampanan pria itu. Lewi memiliki postur tubuh yang tinggi, kulit putih, bibir sexy, dan tampil berkharisma. Jika diperhatikan Lewi seperti artis dari negeri ginseng (Korea Selatan).
“ By the way gimana dengan penampilan aku waktu jadi pembicara di kampus kamu? ” Lewi
penasaran dengan penilaian orang tentang presentasinya.
Dia tahu banyak orang hanya akan memujinya. Tidak ada yang berani mengkritiknya kecuali Lea sahabatnya yang sedang menjadi dokter di Inggris.
Sahabatnya itu juga sedang proses menyelesaikan disertasi sama dengan dirinya. Hanya bedanya, dia jurusan bisnis sementara sahabatnya kuliah kedokteran.
“ Keren Kak. ” Vania mengacungkan kedua ibu jarinya.
Tiba-tiba mereka kaget karena oma Melinda langsung memotong pembicaraan mereka.
“ Siapa yang kamu panggil kakak? cucu saya ini majikan kamu! harusnya kamu panggil dia tuan. Mendengar itu Lewi langsung membela Vania.
“ Oma biarkan saja! Lewi yang ngasi ijin Vania untuk manggil nama. ”
Mendengar itu oma Melinda
memberi pandangan curiga kepada Vania.
“ Dari mana kamu kenal cucu saya? Kamu tidak tahu siapa dia? ” oma Melinda menghujani Vania dengan banyak pertanyaan.
“ Omaku sayang... kita ke kamar saja ya! ” Lewi menuntun oma Melinda ke kamar.
Melihat oma Melinda dan Lewi meninggalkan ruang makan, Erna mendekati Vania.
“ Van, saya sangat kaget ketika tahu kamu dan Lewi saling kenal. Saya nggak tahu bagaimana kalian bisa kenal. Mulai hari ini berhenti
memanggilnya dengan sikap seperti itu. Tidak ada satu karyawanpun yang berani memanggil dia nama. ” Erna menjelaskan salah satu peraturan dengan senyuman.
Mendengar itu Vania mengangguk tanda mengerti. Vania menuju dapur. Dia ingin membantu menyiapkan makanan buat oma Melinda. Dia melihat salah satu ART sedang sibuk di dapur.
“ Hai... nama saya Vania. ” Vania memperkenalkan dirinya.
“ Maya. ” Wanita yang lebih
tua dua tahun darinya memperkenalkan diri.
“ Kamu kerja di sini juga? ” Maya memberikan pertanyaan.
“ Iya. Ini hari pertamaku kerja. Kalau kamu sudah berapa lama kerja di sini? ” Vania balik bertanya.
“ Sebenarnya yang bekerja di sini adalah ibu. Ibu sebagai tukang bersih-bersih, sementara ayah sebagai tukang kebun. Hanya hari ini ibu sedang sakit. Jadi saya
menggantikannya. ” Maya menjelaskan.
“ Ohhh… ” Vania menganguk-nganggukan kepalanya pertanda mengerti.
“ Memangnya di sini pembantu ada berapa orang? ” Vania bertanya lagi.
Dia menyimpan banyak pertanyaan karena dia ingin tahu siapa Lewi sebenarnnya.
“ Husss…! di sini ada aturan tidak boleh menyebut pembantu. Tetapi ART (Asisten Rumah Tangga). ” Maya melarangnya.
Setelah mendapatkan peraturan yang pertama dari Erna, kini Vania mendapatkan peraturan yang kedua dari Maya. Mendengar larangan itu, Vania bergumam dalam hati.
" Apa bedanya sih? "
Meskipun kaya, keluarga Lewi tidak pernah merendahkan semua karyawannya. Tidak perduli posisinya seperti apa. Mereka tidak sombong, hanya saja mereka hampir tidak memiliki rekan
yang kondisi ekonominya di bawah. Hal itu bisa dimaklumi karena pergaulan mereka pasti tidak jauh dari status sosial mereka.
Tidak tahu apa yang ada di pikiran Vania, Maya tetap menjawab pertanyaannya.
“ Di sini ada banyak yang kerja mbak. Saya saja sampai nggak hafal. Sopir ada berapa, tukang
kebun ada berapa, yang memberi makan ikan dan doggy saja beda orang. Belum lagi yang masak harus chef. ” Vania sangat kaget dengan penjelasan Maya.
“ Chef ? Jadi tadi yang berseragam putih itu chef ? ” jarinya sambil menunjuk ruang makan.
“ Bukan yang itu! kalau itu
namanya Melly. Dia bertugas membantu chef menata makanan di meja. Melly sama saja kayak
kita. ” Mendengar itu Vania tidak terima.
“ Sama kayak kita? ya jelas bedalah. Aku itu mahasiswi. ” Vania membanggakan dirinya sendiri.
Sebuah pesan masuk melalui whatsapp.
“ Aku jemput ya! ” Vania membaca pesan dari Zef.
“ Dari pacarnya ya? ” Maya melirik
tersenyum. Vania tidak menjawab pertanyaanya .
Hari sudah sore. Vania mengambil kelas kariawan. Dia tahu posisinya yang sedang bekerja mengharuskannya pindah dari kelas reguler ke kelas kariawan. Dia berdiri di depan gerbang.
Tiba-tiba pandangannya beralih kepada Lewi yang masuk ke dalam salah satu mobilnya.
“ Memang orang kaya! mobilnya ganti terus. ” Vania memuji dalam hati.
Dia melihat beberapa mobil mewah berjejer di garasi. Khayalannya buyar ketika ada suara yang memanggilnya.
“ Hei... mau pulang? ” terdengar Lewi bertanya.
“ Iya kak, eh tuan.” Vania takut ada yang mendengar.
Lewi tersenyum melihat wajah Vania yang panik.
“ Saya mau ke kampus tuan. ”
Vania melanjutkan jawabannya.
“ Masuk sini! saya akan antar. Sekalian saya juga ke arah sana. Ada meeting yang harus saya hadiri.” Vania masih berdiri terpaku. Lewi memanggilnya lagi.
“ Mau ikut nggak? saya buru-buru nih! ” tanpa pikir panjang, Vania langsung membuka pintu dan duduk di sebelah Lewi.
Hari ini Lewi tidak bersama sopir. Dia ingin menyetir sendiri. Vania
memandang wajah Lewi. Dia seperti terhipnotis dengan ketampanan pria yang ada di hadapannya. Sadar dengan kelakuan Vania, Lewi yang dari tadi diam langsung bersuara.
“ Lihatin apa sih? apa ada yang salah dengan wajahku? ” Vania menggelengkan kepala.
“ Terus? ” Lewi bertanya tetapi salah satu tangannya meraih cermin yang ada di depannya. Dia ingin
memastikan jika wajahnya tidak bermasalah.
“ Masih ganteng. ” Vania keceplosan karena melihat Lewi sedang bercermin.
Lewi menghiraukan perkataan Vania.
Vania ingat pesan Zef. Lalu dia memberitahu untuk tidak usah menjemputnya. Melihat Lewi yang bersikap ramah, akhirnya Vania memberanikan diri untuk bertanya.
“ Tuan. ” Mendengar dipanggil seperti itu Lewi langsung melihat ke arah Vania lalu fokus menyetir kembali.
“ Kalau lagi di luar rumah atau kantor panggil nama saja. Saya nggak mau menarik perhatian orang hanya karena mendengar aku dipanggil tuan. ” Vania mengangguk.
“ Kamu tadi mau nanya apa? ” Lewi membiarkan Vania untuk bertanya.
“ Maaf jika saya lancang. Saya hanya ingin belajar banyak. Kira-kira
kenapa di usia yang masih sangat muda kakak sudah bisa sukses. Aku masih belum habis pikir. Di umur kakak yang sekarang kok sudah sukses sih? ” akhirnya Vania memberanikan diri untuk bertanya.
Memang Lewi masih tergolong muda. Usianya masih dua puluh lima tahun.
“ Belum sukses sih (Tanpa keberatan Lewi menjawab rasa penasaran Vania). Aku hanya mimpin salah satu perusahaan keluarga. Papa dua bersaudara, mama anak tunggal, aku juga anak tunggal. Sewaktu sekolah aku ikut fasttrack. SMP aku hanya dua tahun, SMA dua tahun, untuk gelar sarjana aku hanya menghabiskan tiga tahun. Nggak heran di umur segini aku sudah ambli S3. Kebetulan keluarga punya banyak perusahaan makanya aku bisa seperti sekarang. ” Lewi menjelaskan detail.
“ Kayaknya hidup kakak senang banget ya? Tidak pernah merasakan susah, uang tidak masalah, keluarga sempurna. ” Vania memberi penilaian pertama.
Lewi tidak menggubris penilaian Vania. Karena menurut dia hal itu tidak penting untuk dibahas.
Tidak terasa akhirnya mereka tiba di kampus.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Caramelatte
eyoo kakak aim kambekk yuhuuuu mangattzzz
2020-12-02
0
Sri Nur Apriandhi
belum paham betul
2020-11-21
0