3. Pelukan dalam Jaket Hijau

"Saya hanya ingin meyakinkan diri bahwa saya tak salah memilih wanita yang akan menjadi pendamping hidup saya," ucapnya singkat melepas jaket bewarna hijau, berganti jas mewah yang diserahkan Wirya.

"Padahal, kalau dia tahu Bapak kayak raya, dari tadi dia akan pingsan dalam pelukan Bapak, loh?" canda Wirya, menggoda sang pimpinan.

Mendengar banyolan sang asisten, Robin hanya tertawa kecil menggelengkan kepala.

Tak lama, Wirya menelengkan kepala. "Masih muda, Pak? Atau udah berpengalaman?"

Robin sedikit tersentak. Ia mencoba mengingat kembali visual Ratna yang kini menari di kepalanya. Ratna memiliki senyum yang tenang, cara bicaranya sangat bijak, dan tubuh ramping yang masih tegap meski rambutnya tak lagi terikat dengan rapi. Ratna pernah bilang, dia punya satu anak kandung dan satu anak tiri. Anak tirinya, sudah berkeluarga.

"Mungkin sekitar 45-an," simpulnya.

Mulut Wirya membulat dan ia mengangguk cepat. "Berarti ia sudah matang tuh, Pak. Jadi akan aman dari drama-drama rumah tangga yang Bapak takutkan semenjak dulu."

"Tepat sekali!" ucapnya lagi.

....

Keesokan pagi, Ratna telah berada di warungnya. Ia memiliki agenda untuk membersihkan warungnya agar lebih mengkilap.

"Permisi ..." ucap seseorang dari luar. Tapi, suaranya terdengar serak dan berat. Ia berjalan sempoyongan dengan mata merah menyala.

Sejenak, Ratna menyadari ada hal yang aneh pada tamu yang baru datang itu. Untuk menutupi rasa canggungnya, ia bersandar pada dinding, menggenggam sudut lemari yang ada di dekatnya.

"Maaf, warungnya belum buka. Bukanya sore hari seperti biasa," ucap Ratna dengan sedikit takut.

Namun, seorang yang baru saja masuk itu, menurunkan pintu rolling yang tadi dibuka oleh Ratna.

"A-apa yang kamu lakukan? Ke-keluar!"

Ratna mencoba mundur, tapi dinding di belakangnya membuat tubuhnya terhenti. Tak ada celah. Tak ada jalan keluar. Tubuhnya menegang, dan suara langkah si tamu justru makin mendekat.

"Ratna, akhirnya aku memiliki kesempatan ini." Saat ini, ia telah menempelkan tubuhnya menekan posisi Ratna.

Ratna, mencoba mendorong pria itu, tetapi ternyata tak mampu menggesernya sedikit pun. Aroma napasnya jelas menyiratkan sedang dipengaruhi alkohol. Tangannya mulai liar menyentuh Ratna.

"PERGI! ENYAH KAU!" teriak Ratna sekuat tenaga. Suaranya memecah udara, bercampur antara marah dan takut.

...

Robin turun dari motor dengan hati yang ringan. Jaket hijau ojol masih melekat di tubuhnya, helm hitam ia lepas dan sandarkan di jok. Pagi ini, ia sengaja tidak menerima orderan apa pun—hanya ingin mampir sejenak. Mungkin bisa melihat Ratna menyapu atau menuang kopi. Ia membayangkan senyum hangat Ratna dan sapaan lembut yang membuat jantungnya selalu sedikit lebih cepat berdetak.

Namun, harapan itu runtuh begitu ia melihat pintu rolling warung masih tertutup. Tidak seperti biasanya.

Robin menghela napas pendek.

"Masih tutup? Bukannya biasanya jam segini udah mulai nyiapin?"

Ia mendekat. Warung itu tampak sepi. Terlalu sepi.

Ia menoleh ke arah jalan yang lengang. Tak ada pejalan kaki, tak ada suara kendaraan. Hanya sunyi pagi dan degup jantungnya sendiri.

Ia sudah hendak kembali menaiki motornya ketika—

PRANG!

Suara kaca pecah dari dalam warung. Disusul suara benda logam jatuh—dan... jeritan.

"PERGI! ENYAH KAU!"

Robin langsung menoleh. Nafasnya tercekat. Itu suara Ratna. Tak salah lagi.

Ia berlari kembali ke depan warung dan mencoba mengangkat rolling door. '

'Terkunci? Ternyata tidak.'

Ia mencengkeram gagangnya dan menarik kuat. Rolling door itu terangkat perlahan, menimbulkan gesekan kasar logam yang menyayat telinga.

"Ratna!" serunya. Tak peduli lagi dengan suara atau siapa yang mendengarnya.

Matanya langsung menangkap pemandangan yang membuat darahnya mendidih.

Ratna terjepit di sudut, tubuhnya ditekan pria dengan mata merah, tangan liar menyentuh tubuh Ratna yang gemetar.

BUK!

Tanpa sepatah kata pun, tinju Robin mendarat telak di rahang pria itu. Suara benturan daging dan tulang memecah udara.

Pria itu terhuyung dan jatuh menghantam lantai, kepala membentur kaki meja. Belum sempat bangkit, Robin kembali maju dan mendaratkan satu pukulan lagi ke perutnya.

BUK!

"Sentuh dia lagi, gue habisin lo!" desis Robin, matanya merah oleh amarah.

Pria itu meringkuk, mengerang, tangannya mencoba menutupi wajah.

Robin menoleh ke arah Ratna yang terduduk di lantai. Nafasnya tersengal. Tangan menggenggam kerah baju yang sempat ditarik kasar. Mata mereka bertemu. Robin menahan nafas.

Robin mendekat perlahan, lututnya bertekuk, dan ia berjongkok di hadapan Ratna. Suaranya pelan namun tegas, seolah mencoba menstabilkan dunia yang baru saja kacau karena kehadiran pria tadi.

"Kamu tidak apa-apa?"

Tak ada jawaban. Hanya isakan tertahan. Lalu, tiba-tiba Ratna menjatuhkan diri dalam pelukannya. Tubuhnya bergetar hebat, napasnya tak teratur, seperti baru muncul ke permukaan setelah tenggelam terlalu lama.

Robin membiarkan dirinya dipeluk. Tangannya memeluk balik dengan ragu, lalu menguat saat ia merasakan betapa rapuhnya perempuan itu saat ini. Napas Robin ikut sesak.

"Sudah ... sudah, sekarang kamu sudah aman. Aku ada di sini." Suaranya bergetar, antara marah, cemas, dan lega.

Ratna mencengkeram bagian dada jaket ojol Robin. Tak peduli siapa dia. Tak peduli seragamnya bau bensin dan debu jalanan. Saat ini, Robin adalah satu-satunya yang bisa menyelamatkannya dari kegelapan.

Air mata Ratna jatuh membasahi jaket Robin, tapi pria itu tak bergeming. Ia hanya menunduk, memejamkan mata, mencoba memindahkan seluruh kekuatan miliknya ke pelukan itu.

"Aku nggak menyangka ... dia ... dia masuk begitu saja ..." suara Ratna lirih, tercekat.

Robin mengangguk, menahan amarah yang belum benar-benar padam.

"Dia nggak akan ganggu kamu lagi. Aku janji."

Beberapa waktu kemudian, pria jahat itu digelandang pihak kepolisian. Suasana warung yang tadinya sepi, kini mendadak ramai karena kehadiran polisi di sana.

Amora yang kebetulan lewat, merasa ikut penasaran ingin tahu ada kejadian apa di sini, di tempat sang ibu tiri mengais rezeki. Ia pun menepi menghentikan kendaraan dan segera turun menerobos keramaian.

Di sana, ia melihat Ratna, sang ibu tiri terlihat lemah, duduk di hadapan pria tua yang memakai jaket ojek daring.

Bukannya kasihan, bibir Amora malah mengeluarkan senyum sinis.

"Nah, gitu dong. Kalau begitu kan kalian cocok. Wanita tua yang miskin harusnya cari pria tua miskin juga. Entah dosa apa, mendiang papa menikahimu dulu?"

Robin sempat mengernyitkan dahinya. "Benar kah?" Ia mengeluarkan sesuatu dari jaketnya, lalu mengeluarkan sebuah benda dari dalam kantong kecil.

Robin memasukkan ke dalam jemari Ratna. "Sekarang juga kita ke KUA yuk?"

Terpopuler

Comments

Susanti

Susanti

lucu juga cinta di usia tua /Facepalm/

2025-05-25

3

Eva Karmita

Eva Karmita

bagus pak Robin langsung di sah kn

2025-05-25

1

Syahril Maiza

Syahril Maiza

wkwkwkwk... sejak lahir hingga rambut memutih si pak ojek ga nikah2, setelah ketemu pnjual kopi, langsung kebelet nikah

2025-05-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!