Bab 2

Seminggu kemudian, luka Kalila perlahan sembuh mesti belum sepenuhnya, selama seminggu itu pula, Theo memaksa mengantar jemput Kalila kerja, karena merasa bersalah.

Kalila tak dapat menolak, apalagi sebelum dirinya berangkat, Theo sudah siap stand by di depan rumah, berbagai alasan digunakan Kalila untuk menolaknya tak membuatnya Theo patah semangat. Bahkan kadang Theo jadi sering menginap di rumahnya dan tak pernah berhenti menatap mengawasi seandainya sewaktu-waktu aku terlihat kesulitan.

Keluargaku juga menerima dengan baik Theo karena sudah mengenalnya sebagai teman Aksa. Kesempatan tak disia-siakan oleh Theo saat dia memikirkan cara untuk mendekatkan diri pada Kalila mendatangkan peluang untuknya.

Orang bilang kecelakaan membawa berkah, seringai Theo. Bahkan ayah dan ibu tak segan-segan mengajaknya turut serta untuk sarapan sebelum kami berangkat bersama. Mungkin Kalila sudah punya pacar atasan di kantornya, tapi perasaan Kalila masih ragu, karena kegigihan Iwan lah yang membuatnya terpaksa menerima perasaan Iwan dan Kalila berpikir mungkin seiring berjalannya hubungan mereka akan tumbuh perasaannya terhadap Iwan.

Motor Theo berhenti tepat di depan gedung mewah tempat Kalila bekerja. Kalila turun dari motor Theo, motor n*nj* Theo yang tinggi membuat Kalila agak kuwalahan turun, sebelum luka kakinya sembuh, Theo mengantar kerja dengan motor cewek yang tidak terlalu tinggi.

Setelah kaki Kalila sembuh, Theo seperti sengaja membawa motor lain dengan alasan motornya yang biasanya rusak. Kalila percaya saja, toh Theo yang memaksanya untuk mengantarkannya, padahal Kalila sudah menolak karena merasa sudah sembuh, Theo masih memaksa.

"Kalila..." seru seseorang dari jauh mendekati mereka, Kalila masih berusaha melepas helm dan menoleh ke arah suara.

"Mas Iwan? Sudah pulang? Kapan?" tanya Kalila melingkarkan tangannya di lengan Iwan diikuti tatapan Theo ke arah tangan Kalila dengan sorot mata tajam.

"Siapa?" tanya Iwan menatap Theo.

Theo balas menatap tak suka. Kalila ikut menatap Theo dengan wajah tersenyum.

"Dia Theo teman kuliah Aksa mas, nganter aku berangkat kerja kebetulan searah dan kakiku juga sudah lumayan sembuh, kurang sedikit lagi," ucap Kalila menunjuk pada Theo.

Theo cuek tak berusaha untuk berkenalan. Sorot matanya masih tajam dan dingin menatap Iwan, berganti menatap tangan Kalila yang masih setia bergelayut di lengan Iwan.

"Ya udah mbak, aku berangkat ya,udah jam segini takut telat," pamit Theo tanpa pamitan pada Iwan, naik ke motornya sambil memakai helmnya dan menyimpan helm yang Kalila pakai, Kalila melambaikan tangannya pada Theo yang telah menjauh.

"Gak sopan banget tuh anak," omel Iwan yang merasa dicuekin.

"Udah mas namanya juga anak muda...yuk masuk," ucap Kalila meredakan emosi Iwan sambil perlahan melepas tangannya dari tangan Iwan, namun segera diraihnya kembali menyatukan jemari mereka untuk berjalan bergandengan masuk ke dalam gedung kantor itu.

Kalila tak bisa menolak, dirinya berusaha mencari tahu reaksi Theo jika dirinya bermesraan dengan pria lain dan ternyata benar, dari sorot mata Theo menunjukkan sorot mata dingin dan tajam seperti seseorang yang sedang cemburu.

Apakah Theo cemburu?Apa dia menyukaiku?batin Kalila tak menghiraukan semua perkataan Iwan dari luar gedung sampai mereka berpisah di depan lift. Iwan ke lantai 7 sedang Kalila di lantai 5.

"Cie...yang seneng yayangnya pulang," goda temanku sekantor Dina.

Aku hanya tersenyum, entah tersenyum senang atau apa. Entah kenapa Kalila merasa kecewa melihat kepulangan Iwan. Dengan kepulangan Iwan kedekatannya dengan Theo semakin berkurang, jika Iwan ada mungkin biarpun sakit Theo tak mungkin mengantar jemputnya.

Iwan pasti sudah menyela terlebih dulu untuk mengambil alih tugas itu. Iwan posesif meski tak terlalu, kadang kecemasannya juga berlebihan. Jika pagi tadi Kalila tak berperilaku mesra padanya, Iwan pasti akan marah melihatnya diantar pria lain selain adiknya Aksa.

Bagaimanapun juga Iwan merupakan salah satu cowok idola cewek-cewek kantor, beruntungnya Kalila adalah orang yang dipilih Iwan untuk menjadi pacarnya meski berbagai cara telah dilakukan untuk meluluhkan hati Kalila.

Iwan memang tampan dan dewasa banyak cewek-cewek kantor yang patah hati mendengar Iwan jadian dengan Kalila, ada yang turut senang ada juga yang membenci Kalila mendengar hubungan mereka, tapi mereka tak bisa menyangkalnya.

Wajah Kalila yang baby face berkulit putih membuat semua pria bertekuk lutut memujanya. Para pria di kantor juga banyak yang patah hati karena mendengar kabar jadian mereka.

Jam 5 sore waktu pulang kantor, Kalila berjalan keluar gedung bersama teman sekantornya.

"Mbak Kalila!" seru seseorang dari luar gedung melambaikan tangan pada Kalila. Kalila menoleh ke arah sumber suara.

"Theo!" jawab Kalila mendekat setelah pamit pada teman-temannya.

Theo dengan senyuman sejuta watt membuat teman-temannya terpesona, padahal Theo tersenyum menatap Kalila.

"Ngapain kesini?" tanya Kalila bingung karena Theo menyerahkan helmnya pada Kalila.

"Ya jemput kakaklah," jawab Theo sambil hendak memakai helmnya.

"Kalila!" seru Iwan dari belakang Kalila, Kalila berbalik menatap Iwan.

"Mas Iwan," jawab Kalila serba salah.

"Ayo pulang," ajak Iwan menggandeng tangan Kalila tanpa mempedulikan Theo.

Tapi Theo juga menarik tangan Kalila yang satunya lagi. Kalila menoleh menatap tangannya yang ditarik Theo ganti menatap Theo yang bersorot mata tajam dan dingin tidak seperti tadi saat Theo memanggilnya.

"Lepaskan tangannya!" seru Iwan emosi diselimuti rasa cemburu menatap Theo tajam.

"Ayo mbak!" ajak Theo lembut pada Kalila tanpa menjawab pertanyaan Iwan cuek terhadap reaksi Iwan.

Kalila bingung menatap Iwan dan Theo bergantian, terakhir tatapan matanya pindah ke tangan yang dipegang Theo.

"Mbak akan pulang dengan mas Iwan, kamu sudah gak usah jemput mbak, lagipula kaki mbak sudah sembuh, terimakasih sudah mengantar jemput mbak selama ini," kata Kalila sambil melepas pegangan tangan Theo.

Iwan tersenyum penuh kemenangan mengejek Theo, wajah Theo memerah menahan amarahnya saat menatap Iwan.

"Hari ini aku udah antar mbak, tapi belum jemput mbak,baku merasa masih belum bertanggung jawab atas mbak Kalila sesuai janjiku pada om dan tante," jawab Theo tersenyum lembut.

"Ah,itu..." Kalila bingung menjawab apa, kalau sudah berhubungan dengan orang tuanya Kalila sulit membantah, bagaimanapun juga orang tuanya memang sudah memberikan izin pada Theo mengantar jemputnya selama kakinya sakit, tapi sekarang sudah sembuh dan Iwan juga sudah pulang dari dinasnya yang otomatis sebagai kekasih Kalila akan mengantar jemputnya seperti sebelumnya.

"Kalila akan pulang denganku, karena aku sudah pulang dari dinasku, aku sebagai pacarnya akan bertanggung jawab untuk mengantarkannya pulang dengan selamat," sela Iwan menatap Theo dingin. Mereka saling melempar tatapan tajam.

"Sebaiknya aku pulang dengan mas Iwan..."pungkas Kalila akhirnya mengembalikan helm yang diberikan Theo tadi.

Dan beranjak pergi meninggalkan Theo dengan menarik tangan Iwan menjauh, sebelum orang-orang kantor ramai membicarakan perselisihan keduanya. Kalila tak ingin membuat masalah jadi tambah runyam, bagaimanapun Iwan adalah orang yang berstatus pacarnya yang lebih berhak bersamanya.

Dan Theo biarpun dia teman adiknya, Theo adalah orang lain yang tidak punya hubungan langsung dengannya. Kedekatannya selama ini karena rasa tanggung jawab Theo sudah tidak sengaja melukai kaki Kalila. Theo hanya diam menatap kepergian Kalila yang menggandeng tangan iwan. Pandangan Theo beralih ke tangan Kalila yang dipegang erat Iwan, wajahnya memerah menahan amarah.

bersambung

.

.

.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!