(Getaran vibr4t0r mendengung di antara paha Vienna, sementara Ardi hanya bisa menatap—kedua tangannya mencengkeram seprai sutra dengan gemetar. Seluruh tubuhnya bergetar menahan diri.)
Vienna Aurelia Tan
(melengkungkan punggungnya, satu tangan menggenggam rambut sendiri)
"Haaah— Lihat betapa sabarnya aku? Mengajarimu... nngh!... padahal aku bisa saja langsung mengambil?"
Vienna Aurelia Tan
(Kakinya yang bebas menelusuri pahanya, lalu menekan keras ke arah 3r3ksi Ardi yang sudah sangat menegang.)
(tiba-tiba mematikan alat itu, lalu membungkuk untuk mencengkeram dagunya)
"Ah-ah. Apa aku bilang kamu boleh bergerak?"
Vienna Aurelia Tan
(Tangan lainnya menampar paha dalamnya—cukup keras hingga meninggalkan bekas merah muda.)
"Kamu harus melihat. Kamu harus belajar." (Suaranya merendah, seperti bisikan menggoda.)
"Dan saat aku selesai
Vienna Aurelia Tan
Kamu akan memohon untuk mencicipiku."
(Saat Vienna hendak menyalakan kembali alat itu, Ardi meledak—membalikkan tubuhnya dan membanting Vienna ke kasur dengan geraman liar. Tangannya yang kasar menahan pergelangan Vienna di atas kepala, giginya menggores lembut di leher, tepat di titik nadinya. Desahan Vienna kali ini nyata.)
Ardi "Clay" Irawan
(suara kasar, liar—sisi yang belum pernah Vienna lihat)
"Kamu kebanyakan ngomong, Mommy"
(Ia merebut vibrator dari genggamannya dan menjilat sepanjang alat itu secara perlahan, tanpa sekalipun melepas tatapan. Napas Vienna tercekat—permainannya diputar balik melawan dirinya.)
Vienna Aurelia Tan
(berusaha tetap dominan, tapi suaranya goyah)
"Clay— Kamu dipecat— ya Tuhan—"
(Ancaman itu mencair menjadi erangan saat Ardi menggerakkan alat yang bergetar itu di paha bagian dalamnya, memutar tepat di dekat titik yang diinginkannya. Beberapa detik kemudian, bibir Ardi menggantikan alat itu—menghisap penuh kelaparan yang membuat Vienna nyaris kehilangan kendali.)
Comments