Chapter 4

Dua jam lebih cepat, murid-murid menyelesaikan aktivitas di sekolah. Sebagian murid memanfaatkan waktu luang sebelum jemputannya datang dengan bersantai di Alkana Café. Mencoba menu barunya, strawberry almond coffee. Sementara Grace sedang memesan milkshake, Teresa dan kawan-kawan menghampiri sebuah minimarket dengan jarak dua bangunan dari Alkana Café. Sedari tadi Lia merengek meminta membeli coklat. Sony dan Andreas memborong mie instan dengan berbagai varian rasa. Teresa sudah memperingati agar tidak memborong terlalu banyak. Mereka pura-pura tidak mendengar, malah semakin gencar memasukkan produk mie instan dalam keranjang. Benar-benar mirip manusia primitif yang menganggap mie sebagai makanan terenak sepanjang masa. Ataukah karena mereka berdua mulai merasa bahwa sup kacang buatan Teresa tidak sedap, Teresa tidak tahu. Ya, akhir-akhir ini ibu Teresa menyuruhnya agar memasak makanan sendiri. Ajak Sony, Grace, dan Andreas makan bersama, kata ibunya. Mereka makan tanpa komentar sedikit pun di bawah sinar bintang malam itu. Waktu itu Sony yang menyadari keberadaan rasi orion menemani makan malam mereka.

“Lihat yang paling terang itu namanya bintang Rigel, sangat indah. Lebih indah lagi kalau sambil menikmati makan malam yang lebih lezat dari ini.”

Sialan kau, Sony.

Sedikit cerita tentang Radiant School. Sekolah ini mencapai kejayaannya 5 tahun setelah dibangun, 7 tahun lalu. Mr. Aiden tidak main-main mendatangkan pengajar profesional dari berbagai bangsa. Di tahun tersebut bertepatan dengan berakhirnya periode jabatan Mr. Bigflower sebagai gubernur. 5 tahun sebelumnya, Mr. Bigflower memenangkan kampanye calon gubernur. Bukan pemenang seutuhnya, apa namanya jika kandidat calon gubernur rivalnya meninggal dunia sebelum pemilihan dilaksanakan ?. Ya, rasanya bukan disebut sebagai pemenang. Kecuali kita menilik apa yang sebenarnya terjadi 12 tahun lalu. Tahun di mana Teresa berusia lima tahun, dan ia tahu saat itu banyak misteri yang ingin ia pecahkan. Teresa sudah memutuskan untuk meniup peluit pertanda misi sedang ditunaikan.

Kondisi langit yang masih terang sekitar pukul 3 sore membuat mereka harus hati-hati menembus hutan gomaku. Jangan sampai ada yang tahu. Selama ini hanya hampir ada orang yang mengetahui bahwa mereka masuk ke dalam hutan yang dikenal kawasan asing. Namun dengan lembut Sony berkata “Kita hanya pergi ke tepi hutan kok, untuk meneliti kadal hutan,” lalu orang itu berpesan agar hati-hati dan berlalu pergi.

Berita tentang event tour to France and Egypt harus didengar oleh para orangtua. Minimalnya dengan begitu para orangtua bisa mempersiapkan dana terlebih dahulu. Bayangkan saja bagaimana jadinya jika orangtua diberitahu anaknya akan pergi ke Perancis besok lusa dan harus membayar sekian puluh juta. Tahun lalu teman satu kelas Andreas dan Teresa mengalaminya dan ia dimarahi habis-habisan oleh ayahnya di depan ruang direktur. Mari kita tidak bicarakan tentang biaya. Orangtua mana yang tidak kaget mendengar anaknya besok akan pergi ke negeri yang beratus-ratus mil jauhnya, walaupun mode gratis sekalipun. Pelajaran yang dapat kita ambil sementara ini adalah selalu utamakan kepentingan terhadap orangtua.

Sampai di perkampungan, mari tidak kita sebut perkampungan karena jumlah rumah yang sedikit. Sampai di desa, lebih parah lagi kalau ini. Sampai di sebuah perkumpulan 5 rumah sederhana, mereka bersantai sejenak di atas pondok. Sony memainkan benda mirip ketapelnya yang diambil dalam tas, lalu mengarahkannya pada sebuah pohon.

“Astaga Sony, kau membawa ketapel ke sekolah? jangan sampai ada yang menyadari keprimitifanmu.”

“Primitif darimana Tere? ini untuk Lia tadinya. Dia disuruh menunjukkan benda yang mengaplikasikan gaya pegas katanya. Tapi lupa kuberikan.”

“Ya, dia lupa memberikannya, lalu memainkan ketapelnya di kelas pada saat jam istirahat. Membuat kegaduhan karena penghapus yang digunakan sebagai umpan bertebaran kemana mana,” terang Grace.

“yah benar. Hampir kujepret kepala si Charlie dengan ketapelku itu, dia tertawa dan bertanya benda macam apa itu, dia baru melihatnya katanya.”

“Astaga, Charlie anak dari pengacara tersohor itu? kau harus hati-hati Son.”

“Tak apa, Charlie orangnya asyik. Dia mau membelikanku gold sandwhich limited edition waktu itu.”

“Itu bukan berteman namanya, mau memelorotinya heh?”

Sony hanya terkikik tidak jelas. Charlie Lawren menjadi murid terpopuler pada masanya. Grace mengaku pernah menaksirnya sekali. Berambut sedikit pirang dan memiliki bola mata berwarna biru gelap. Pribadinya sedikit pemalu, bertolak belakang dengan ayahnya yang blak-blakan saat tampil di beberapa stasiun televisi (Teresa dan kawan-kawan juga memiliki televisi, layar datar pula. Percaya atau tidak perkampungan kecil itu menggunakan sebuah generator untuk mengalirkan listrik).

Ketika sore itu masih terang, mereka memanfaatkan waktu untuk pergi ke sungai Arsen. Sebuah sungai yang agak jauh dari tempat tinggal mereka. Mereka bekerja. Untuk membayar biaya sekolah bulan ini. Betul tidak bohong, sekalian untuk Sony dan Grace menabung buat event tournya. Karena hutan ini menyimpan rahasia. Mereka berangkat sebelum hari semakin gelap.

“kakak-kakakku, maksudku Tere dan Andre, bantulah aku bekerja lebih lama. Carikan emas lebih banyak lagi. Untuk event tour kita,” Grace memelas mewakili dirinya dan Sony.

“Merepotkan sekali kalian ya, baiklah akan kubantu memanen emas dengan penuh semangat. Andreas jangan loyo begitu dong,” Teresa berkata setengah berteriak.

“Loyo bagaimana ? aku sedang mengingat bahasa pemograman nih.”

“Pemograman lututmu, ayo SEMANGAT."

Terpopuler

Comments

Alifia Sastia

Alifia Sastia

manen emas kayaknya seru

2020-05-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!