“Dengarkan ini, orang macam dia tidak mudah untuk memperbaiki dirinya, dengan jeruji besi sekalipun. Ketamakan takkan pernah berhenti mengganggu nurani manusia. Jika kau mau, kau bisa mencegah dia melakukan keburukan walau sekali, itu bisa menyelamatkan satu dua orang,” Nenek William menghela nafas “Kurang lebih seperti itu pesan kakekmu. Sehari sebelum ia meninggal."
***
Pagi itu terasa dingin. Bulan yang sedang berfase gibbous atau bongkok menemani lima orang anak yang berjalan menyusuri hutan. Salah seorang di antaranya memakai mantel berwarna merah jambu. Lia, bocah berusia 10 tahun itu menggengam tangan abangnya. Langkahnya beringsut-ingsut menapaki hutan sambil memasukkan tangan kirinya ke dalam saku mantelnya.
“Lia, jangan mengantuk. Ini sudah pagi. Kalau tertidur aku lepas genggamanku nih.”
“Ck, kejam betul. Sini, biar aku yang menuntun Lia,” Teresa menimpali.
Tak sampai setengah jam mulut hutan pun terlihat di depan mata. Sony melirik-lirik seakan ingin melakukan sesuatu, sadar dia tak bisa melakukan apa-apa karena benda itu hilang. Benda atau makhluk yang masyarakat takutkan.
“Hei hei, kemarin kita lupa membuat scary green. Bagaimana ini? semoga tidak ada orang yang menyadari kalau scary green sedang bermigrasi. Bagaimana kalau orang berpikiran “wah scary green tidak ada, kita bisa menyusuri hutan lalu menangkapnya”, lalu dipertontonkan di depan publik padahal itu hanyalah tumpukan daun dan ranting yang kita susun setiap sore dan…”
“Cukup Sony. Justru itu bagus. Orang-orang akan mengira scary green makhluk yang bisa berjalan karena keberadaannya yang tidak selalu ada. Scary green di hutan gomaku akan semakin ditakuti dan tidak akan ada orang yang berani memasuki hutan,” balas Teresa sambil lanjut berjalan.
“Boleh juga opinimu Tere, tapi bagaimana kalau kita tambahkan sedikit aksesoris pada scary green itu, seperti topi rajut atau topi bulu misalnya.”
“Topi bermotif polkadot Son, akan lebih oke,” sambung Andreas
Andreas dan Sony terus saja membual tentang aksesoris untuk scary green di sepanjang jalan.
“aku setuju, sangat setuju, baiklah nanti akan kuberikan scary green syal berwarna hijau, bagaimana Tere dan Grace?”
“Tutup mulut kalian berdua.”
Teresa mengunci pandangan pada gerbang utama. Ketiga orang itu mengikuti pandangannya. Lia menarik-narik lengan Teresa agar lekas masuk ke dalam gerbang. Gerbang ini tidak mereka kenali. Dengan hiasan bunga berwarna-warni mengelilingi sepanjang gerbang. Murid-murid dengan antusias berlari memasuki gerbang, tak sedikit murid yang memotret dirinya di depan gerbang megah tersebut. Ah iya, sekarang kan hari jadi “Radiant School” yang ke 12 tahun. 12 tahun Mr. Aiden yang tengah terbaring di rumah sakit membangun sekolah ini. Tulisan “12 th Radiant School” terpampang di spanduk atas gerbang. Ukurannya tidak lebih besar dari spanduk di atasnya yang menampilkan potret seorang pria tua berkumis berusia sekitar 58 tahun. Spanduk itu bertuliskan “Selamat Datang Direktur baru Radiant School, yang terhormat Mr. Horan Bigflower,”.
***
Perayaan ulang tahun sekolah biasanya akan diisi oleh beberapa event yang menggembirakan. Menggembirakan dalam hal ini menghabiskan uang dan membuang-buang waktu menurut Teresa. Jangan salahkan Teresa kalau ia berpikiran seperti itu. 12 tahun bertempat tinggal di hutan membuatnya berpikir realistis dan haus akan pengetahuan. Untungnya nenek William cerdas dalam hampir segala hal. Setiap hari Teresa disuapi berbagai pengetahuan. Setiap hari itu juga Teresa kesal karena Andreas hampir selalu mengalahkannya dalam adu pengetahuan yang berlangsung di pondok hutan. Sony dan Grace ikut serta sebagai pendukung Andreas sementara Teresa didukung oleh Lia, yang tengah tertidur. Adu pengetahuan pada saat Teresa duduk di elementary school pun berkelebat di pikirannya.
“Mana ada belalang bernapas dengan paru-paru, bodoh,” cemooh Andreas
“Jangan memanggilku bodoh.”
“Bodoh betul ya, belalang kan bernapas dengan kulit, bukan begitu nenek?” timpal Sony.
Tak sampai 10 detik Andreas dan Teresa pun pergi. Meninggalkan pondok karena kesal dengan jawaban Sony.
Penyambutan pemimpin Radiant School dilakukan bergilir 3 hari berturut-turut di setiap jenjang sekolah. Hari pertama dilakukan di senior high school. Ratusan siswa menempati lapangan tertutup dengan beberapa orang yang memakai kostum. Ya, kompetisi peragaan kostum akan diadakan antar kelas. Siapa sangka kemungkinan kompetisi akan dibatalkan lumayan besar karena sampai tengah hari Mr. Bigflower itu belum habis menyampaikan pidatonya. Membicarakan proyek pembangunan sekolah, event tour to France (setiap menjelang ujian akan diadakan tour ke Perancis bagi kelas 2 menengah, tahun lalu Andreas tak sengaja meminum bir yang ia sangka sebagai sirup saat bersantai di sebuah kafe) yang akan diubah menjadi event tour to France and Egypt. Banyak yang dipelajari dari negeri Sphinx, katanya. Di sampingnya, Grace berbisik
“Aku jamin Sony akan menolak dan meminta tour ke Australia saja.”
“Mau mengasuh kangguru ya?”
“Dia phobia Unta Tere, kau tunjukkan sekali saja gambar unta dia langsung lari tunggang langgang,” jawab Grace terkikik
Ketika pidato selesai berjam-jam lamanya, Andreas datang dengan wajah menyebalkan seperti biasanya. Menyambung tepuk tangan yang bergemuruh dengan tepukan palsu , tak tahu apa yang Mr. Bigflower itu pidatokan. Jangan tanya darimana ia, selain menghabiskan waktu di laboratorium komputer. Setelah jeda istirahat selama satu jam, kompetisi peragaan kostum yang tertunda pun dilaksanakan. Para murid berhambur kembali menuju lapangan tertutup. Sementara limosin demi limosin berjejer di tempat parkir. Banyak bukan main tamu Mr. Bigflower itu. Ruangan Direktur utama yang terletak lumayan jauh dari lapangan menjadi ramai seketika dengan orang-orang bertuksedo hitam, berdasi kupu-kupu dan berkumis. Betul, kebanyakan tamunya berkumis. Tak tahu jika tamu-tamunya merupakan perkumpulan pria berkumis antar kota, pikir Teresa.
“Mr. Aiden itu adik ipar Mr. Bigflower tahu.”
Serius, Teresa baru tahu hal semacam ini. Sony, Grace, Andreas dan Teresa sedang bersantai di ruangan lantai atas waktu itu. Masa bodoh dengan peragaan kostum atau apalah itu, karena Teresa merasa yakin perwakilan kelasnya akan kalah dalam memeragakan tokoh Robin Hood. Bagaimana tidak, Robin Hood yang notabene bersenjata anak panah, oleh teman sekelasnya diganti dengan pistol air. Siapa yang tertarik coba. Teresa lebih tertarik kostum yang diwakilkan oleh kelasnya Grace yang memeragakan tokoh Chaplin dengan kumis khasnya.
“kalau aku sih tidak terkejut, karena sudah kuperhitungkan kemungkinan pasti ada ikatan antara Mr. Aiden dengan pemimpin baru sekolah kita,” terang Andreas
“Darimana kau dapat berita itu Son?”
“Dari forum. Aku ini wakil ketua kelas tahu. Untung aku beritahu kau.”
“Wakil ketua kelas yang numpang tenar,” sela Grace
Sedikit mengejutkan memang, karena Mr. Bigflower, mantan gubernur yang sudah lepas jabatannya 7 tahun lalu tiba–tiba datang ke sekolahnya. Mengumumkan bahwa dirinya adalah direktur sekolah baru yang harus dihormati.
“Jadi maksudnya, Mr. Aiden menyerahkan Radiant School pada adik iparnya begitu? mengapa harus Mr. Biglower? bukankah dia punya seorang putra, ah maaf aku lupa kalau anaknya meninggal setahun lalu.”
“Ya, ini tidak aneh. Lalu untuk apa nenek William menyuruh kita untuk waspada?” tanya Sony
“Dengar ini, Mr. Bigflower tidak mengenal kita, terutama diriku. Tolong rahasiakan identitasku dan Grace sebagai cucu dari seorang Edward William. Karena aku mempunyai misi yang menarik, sangat menarik.”
“Misi bagaimana? Jangan main rahasia-rahasiaan dong.”
“Hanya tunggu beberapa bulan Son, kita akan tahu seperti apa Mr. Bigflower itu,” Andreas menyunggingkan senyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Alifia Sastia
kok lucu sih phobia unta
2020-05-05
1