Pagi ini seperti biasa aku bergegas agar segera sampai di tempat kerjaku, aku melangkah cepat menuju toko roti yang sudah 2 tahun ini menjadikan aku karyawannya. Walaupun gajinya tak seberapa, tapi cuma pekerjaan ini yang bisa aku kerjakan agar dapat membiayai kehidupanku dan ayahku yang sakit-sakitan ditambah lagi aku juga harus membayar hutang ibuku kepada rentenir.
Menyebut kata ibu, mengingatkanku kepada sosok wanita yang telah menjadi penyebab penderitaan aku dan ayah, aku ingin sekali membencinya, tapi aku takut durhaka. Sudahlah. Lupakan dia, mudah-mudahan dia bahagia disana.
Kakiku masih melangkah cepat, kadang sesekali aku berlari kecil. Bukannya aku tidak ingin naik kendaraan umum, tapi jarak rumahku dengan tempat kerjaku tidak begitu jauh, jadi aku berjalan kaki untuk menghemat biaya.
Di seberang jalan sudah terlihat toko kue kecil tujuanku, tanpa berhati-hati aku segera berlari menyeberang jalan agar bisa segera sampai di tujuanku, dan naas sesuatu yang melesat cepat menabrak tubuh kurus ku hingga terpental ke jalanan.
"Aaaaahhh ..." Hanya itu yang keluar dari mulutku. Seketika pandanganku menghitam, tubuhku serasa melayang seperti kapas dan setelah itu aku tak ingat apa pun lagi.
***
Samar-samar ku dengar suara berisik, aku mengerjap-ngerjap dan berusaha membuka mataku untuk memastikan suara apa yang menusuk gendang telingaku. Tapi mendadak ada rasa perih di kepalaku dan rasa denyut di kakiku.
"Aku dimana?" Aku bertanya saat menatap langit-langit ruangan yang terlihat asing. Aku tak perduli siapa yang akan menjawab pertanyaan ku itu.
"Kau sudah bangun rupanya. Kau pingsan tadi dan sekarang sedang berada di ruang UGD." Suara berat khas lelaki itu terdengar cemas, ku alihkan pandanganku mencari sosok yang bersuara itu.
"Kau siapa?" Aku terkejut saat mendapati sosok pria tampan nan gagah sedang berdiri menatapku. Wajahnya asing. Aku tak mengenalinya sama sekali.
"Namaku Satria. Maaf ... tadi aku tak sengaja menabrak mu saat kau hendak menyeberang jalan, aku sedang terburu-buru tadi dan tidak fokus." Satria menjelaskan apa yang terjadi kepadaku.
Aku terdiam, berusaha mengingat kejadian sebelum aku sampai disini. Mendadak aku panik saat mengingat toko roti yang menjadi tujuanku tadi.
"Maaf ... aku harus bekerja! Aaaww ..." Aku spontan bangun dari tidurku dan tiba-tiba rasa sakit menyerang kepalaku.
"Kau baik-baik saja? Jangan memaksakan dirimu untuk bangun!" Satria membantuku berbaring kembali.
"Tapi aku harus bekerja! Kalau aku tidak masuk, mereka akan memotong gajiku." Aku mengadu dengan wajah melas kepada pria yang baru ku kenal itu.
"Sudah kau istirahat saja dulu, nanti aku akan menghubungi bos mu untuk menjelaskan apa yang terjadi. Dia pasti mengerti!" Satria mencoba menenangkan ku walaupun aku masih belum tenang. Dia tidak tahu saja jika bos ku itu perhitungan sekali orangnya.
"Jadi kapan aku keluar dari sini? Bisakah sekarang?" Aku sungguh tak nyaman berada di ruangan ini, bau obat-obatan dan suara berisik pasien kecelakaan yang sedang kesakitan sungguh menggangguku.
"Aku akan pastikan dulu apakah kau sudah boleh pulang atau belum? Tunggu sebentar!" Satria melangkah mencari-cari seseorang, barangkali dokter yang menangani ku tadi. Dia melangkah meninggalkanku yang terbaring lemah tak berdaya.
Sepuluh menit kemudian, Satria kembali dengan seorang dokter wanita. Mereka menghampiriku dan tanpa aba-aba dokter itu segera memeriksa kembali kondisiku.
"Bagaimana, dok ... saya sudah bisa pulang?" Tanyaku berharap dokter itu menjawab iya atau sekedar mengangguk pun jadilah.
"Sebenarnya kamu harus dirawat dulu untuk pemulihan, luka di kepala dan kakimu juga masih basah. Saya takut infeksi jika tidak ditangani dengan benar." dokter itu sedikit ragu dengan permintaanku.
"Tapi saya tak bisa meninggalkan ayah saya yang sakit-sakitan, dok! Dia hanya sendiri di rumah, dia pasti cemas kalau saya tidak pulang." Akhirnya ayah menjadi alasanku untuk bisa keluar dari tempat menyebalkan ini.
"Hmmm ... baiklah, saya izinkan kamu pulang. Tapi kamu harus istirahat dan kontrol perkembangan luka kamu. Jadwal kontrol kamu dua hari sekali ya?" Aku berhasil. Dokter itu mengizinkan aku pulang.
"Baik, dok!" Jawabku pasti. Walaupun aku tidak janji akan mengikuti perintahnya.
***
Aku sudah berada di dalam mobil Satria, awalnya aku menolak tawarannya untuk mengantarkan pulang, tapi mengingat kondisi kakiku yang sulit berjalan akibat terluka, akhirnya aku menuruti kemauannya untuk mengantarku pulang.
Sepanjang perjalanan kami tak berbicara satu sama lain, hanya suara deruman mobil dan detak jantung kami masing-masing yang menjadi backsound perjalanan ini.
Aku hanya menatap nanar keluar jendela, memandangi pepohonan yang berbaris seolah ikut berjalan mengikuti ku.
"Kau belum memperkenalkan namamu." Tiba-tiba suara berat Satria memecah keheningan. Aku memutar kepalaku dan memandang sosok tampan yang sedang fokus mengemudi itu.
"Namaku Amanda." Aku hanya menjawab singkat. Iya begitulah aku, aku sangat irit berbicara dengan orang yang baru aku kenal seperti Satria ini.
"Kau bekerja dimana?" Tanyanya lagi. Entah ini hanya basa-basi atau dia memang ingin tahu.
"Di Choco Cake and Bakery." Lagi-lagi aku menjawab seperlunya.
"Oh." Hanya kata itu yang keluar dari mulutnya. Sekarang aku paham, dia bertanya hanya untuk berbasa-basi.
Setelah itu tak ada pembicaraan lagi diantara kami setelah aku memberitahu alamat rumahku kepadanya, kami kembali diam sampai tiba mobil mewahnya berhenti di depan rumahku yang sangat sederhana ini, rumah yang sudah digadaikan oleh wanita yang sepertinya tak pantas ku panggil Ibu.
Setiap hari aku harus banting tulang untuk membayar hutangnya agar rumah ini tidak disita, bahkan aku sampai memohon kepada rentenir itu agar mau berbelas kasihan memberi waktu saat aku tak sanggup melunasi cicilannya, dia akan memberiku waktu tapi bunganya pun bertambah semakin banyak. Seperti saat ini, aku sudah menunggak 2 bulan dan aku tahu sebentar lagi penagih-penagih hutang itu akan datang dengan wajah seram mereka. Sementara ayahku yang sakit-sakitan itu hanya bisa terdiam menahan sakit hatinya.
"Mari aku bantu!" Satria buru-buru keluar dari mobil untuk membukakan pintu di sampingku dan membantuku untuk berjalan.
Aku hanya menurut, karena aku memang membutuhkan bantuannya.
Aku masuk ke dalam rumah dengan perasaan takut, aku takut ayah cemas melihat kondisiku. Dan yang benar saja, dari jauh ayahku sudah terlihat khawatir, dia segera menghampiriku dan mencecar ku dengan pertanyaan.
"Kau kenapa, nak?" Ayah membantu satria memapah ku. Guratan kekhawatiran terukir jelas di wajah tuanya.
"Hanya kecelakaan kecil saja, yah. Aku baik-baik saja kok." Ucapku berusaha menenangkannya. Sebenarnya aku yang lebih mencemaskan nya, mengingat ayahku memiliki sakit jantung akut, dia tak boleh syok dan terkejut.
"Perkenalkan saya Satria, Pak. Saya minta maaf karena saya tak sengaja menabrak Amanda tadi, tapi saya akan bertanggung jawab sampai Amanda sembuh." Satria ikut membuka suara, memohon maaf kepada ayahku karena telah menabrak putri kesayangannya.
"Lain kali lebih berhati-hatilah, jangan sampai kejadian ini terulang lagi, karena membahayakan dirimu dan orang lain." Ayahku tak marah kepada Satria, dia hanya menasehati pria itu dengan santun.
"Iya, Pak! Kalau begitu saya permisi dulu. Karena saya harus bekerja lagi." Satria undur diri dan berpamitan dengan ayah, lalu tersenyum kepadaku.
"Terima kasih ya."
Pria tampan yang sepertinya kaya raya itu pun berlalu pergi dari rumahku tanpa sempat kusuguh kan minum, dia terlihat terburu-buru meninggalkan rumahku. Mungkin pekerjaannya sedang menumpuk.
***
Ikuti terus ya sayang akuh ...
Jangan lupa rate 5 dan like nya.
Difavoritin aja dulu, jadi tahu kalau author udah up...
Karena author nggak janji bisa up tiap hari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
mojang banten
sebener sih salah Amanda yang melintas jalan tidak tengok kanan kiri dulu
2021-03-13
1
Wanda Melinda
masih menyimak
2021-03-09
1
CebReT SeMeDi
😢😢
2021-02-27
1