Indri tidak lain adalah saudari sepupu Mey. Ayu parasnya yang indah dan anggun menyerupai Mey, membuat orang-orang sulit untuk membedakan keduanya jikalau di lihat dari jauh.
Sedangkan ketika mendekat, akan terlihat jelas perbedaan diantara keduanya. Sebab Mey memiliki bola mata yang berwarna biru dengan sedikit titik hitam di tengah-tengahnya. Sedangkan Indri memiliki mata layaknya manusia pada umumnya.
"Ada apa denganmu?" tanya Metallo terbata-bata.
Kedua tangan Indri terlipat erat di depan dadanya. Tatapan yang sinisnya penuh dendam mengarah tajam kepada mereka berdua secara bergantian, "Diam! Seharus aku yang memberikan pertanyaan kepadamu!" tegasnya seraya melangkah perlahan menghampiri Metallo, "Apa yang engkau lakukukan terhadapnya?" tanyanya.
Metallo terdiam. Sedikit cumbu bercampur rasa malu menghantui tiap-tiap kedipan matanya sesaat. Entah jawaban apa harus di berinya demi menutup canda yang nyata ada di hadapannya.
"Sebenarnya... Sebelum kau bertindak pikirkan terlebih dahulu, jikalau engkau tak mau pipimu menjadi bengkak akibat pukulanku!" tegas Metallo diikuti sayatan batuk yang mengganjal di tenggorokannya.
"Cih... Apa yang kau lakukakan terhadap dia?" tanya Indiri dengan acuh tak acuh.
"Kuharap engkau dapat membantu aku."
"Apa?" tanya Indri dengan raut wajah yang kebingungan.
"Engkau sendiri dapat melihat dengan mata kepalamu. Kenapa... Kenapa engkau tak mau membantuku menyadarinya. Sedangkan dirimu menghalangi aku?"
"Siapa juga yang membuatnya pingsan. Maaf... Aku tidak mau membantumu," pintanya, tersenyum lebar menatap Metallo.
Metallo menggeleng-gelengkan kepalanya pelan. Senyuman yang penuh maknanya melebar dengan tatapan yang dalam mengarah kepada Indiri, "Oke... Jikalau demikian, jangan sekali-kali menghalangi aku," ucapnya seraya melangkah perlahan mendekati Mey.
Lagi-lagi Metallo menarik nafasnya dalam-dalam, sebelum menyentuh kedua pipi manis Mey dangan lembut. Tatapannya dalam, sejajar dengan kedua bola mata yang tertutup rapat.
Tanpa adanya peringatan, tangan lembut yang membawa sedikit kebencian lagi-lagi mendorong Metallo agar jauh dari Mey.
"Apa yang engkau mau?" tanyanya, menatap sinis Indri.
"Seharus engkau katakan dari tadi, bahwa engkau akan memberikan nafas buatan kepadanya," ucap Indri.
'Dasar... Apakah engkau berpura-pura pingsan dan ingin merasakan ciuman dari Metallo. Hm...' benak Indri, "Kamu tenang... Ada aku di sini, dan aku tidak akan membiarkanmu melakukan ini."
Mendengar itu, Metallo diam sesaat tertuju menatap mereka berdua secara bergantian, "Jikalau demikian, berhentilah berbicara! Dan cepat bantu dia."
Indri menutup matanya sesaat, sebelum menghela nafas panjang dan menghembuskannya ke hidung Mey.
Indri merasa geli, dilain sisi dia juga tidak mau jikalau Metallo yang melakukannya, 'Ini anak benar-benar buat aku muak,' benak Indri.
Melihat Indri, Metallo hanya mampu tersenyum dalam diam. Dilain sisi dia sama sekali tidak menyangka Indri sangat keras kepala kepadanya.
'Dia benar-benar melakukannya,' benak Metallo.
Sudah sekali Indiri memberikan nafas buatannya kepada Mey, namun Mey juga tak sadarkan diri,
"Hoe... Mey! Bangkit Mey," ucap Indri yang telah memberikan nafas buatannya, namu Mey masih tidak sadarkan diri, "Ini semua... Ini semua gara-gara kamu," ucapnya dengan tatapan yang sangat dingin mengarah kepada Metallo.
"Baiklah... Jikalau engkau tak melakukannya lagi, maka aku sendiri yang harus menyelesaikan ini."
"Ini... Ini demi kamu, tidak akan kubiarkan," pinta Indri tergesah-gesah menarik nafas yang sedalam-dalam mungkin, dan memberikan nafas buatan sekali lagi kepada Mey.
-----
"Ah... Jam telah menunjukan pukul 5:45, tapi kenapa rumah Metal masih saja gelap."
Terlihat seorang anak laki-laki yang seumuran dengan Metallo menatap jam klasik di tangan kirinya, seraya berjalan menuju ke kediaman Metallo
Anak itu tak lain adalah keponakan Metallo. Tingkah lakunya sangat baik kepada siapapun tanpa pandang bulu, sehingga dia sangat didambakan oleh semua orang.
Dia juga merupakan seorang anak yang sangat mencintai kedamaian, dan membenci perpecahan.
Kedua orangtuanya sangat membenci Metallo dan Ibunya, tetapi tidak dengan dia. Karena baginya masalah kedua orangtuanya bukan merupakan bagian darinya. Dan yang terpenting adalah menjalani silaturahmi agar kedua orangtuanya bisa melupakan semua permasalahan yang telah berlalu.
Tingkah baik yang di tanamnya telah meluluhkan benak Ibu Elena, sehingga hampir tiap malam dia selalu bersama Metallo.
Selang beberapa saat kemudian anak itu telah tiba di depan teras rumah Metallo. Dia menghela nafas sejenak, "Metal... Metal," panggilnya, seraya memastikan keadaan di sekitar rumah Metallo.
'Hm... Rupanya mereka tidak ada di sini,' benaknya.
"Bukankah itu seragam sekolah Metal," gumannya pelan ketika sorotan matanya tertuju pada pakaian yang berada di jemuran.
Tanpa pikir panjang dia langsung berjalan menuju ke jemuran itu, sebelum menuju ke dalam dan meletakan seluruh pakaian itu di dalam kamar Metallo.
Dia kemudian menghidupkan seluruh lampu di situ, karena keadaan rumah Metallo sangat gelap.
Walaupun di luarnya terlihat masih terang, tetapi sebalik di dalamnya sangat gelap, oleh karena tidak ada satu pun jendela yang terbuka.
Setelah selesai meletakan pakaian Metallo dan Ibunya, dia kemudian menuju ke ruangan tamu untuk menunggu mereka.
Tidak lama kemudian terdengar suara langkah kaki di samping kanan rumah Metallo, 'Siapa itu? Mungkinkah, Metal dan Ibunya,' benaknya, sembari menyimak pembicaraan kedua orang itu.
"Mereka... Apa yang mereka lakukan lagi malam ini?" gumannya.
Kedua orang itu tak lain adalah Rian dan Pram. Keduanya selalu saja membuat keonaran di kampung mereka dan juga beberapa dusun lainnya, sebab mereka berdua hampir tiap malam kecanduan mabuk.
Tiap malam selalu saja ada perkelahian antara keduanya baik itu di kampung mereka dan juga di kampung lain yang mereka singgahi.
Walaupun terbilang cukup dewasa, tetapi tingkah buruk mereka tak pernah hilang.
Tiap malam terjadi percekcokan, tetapi anehnya ketika pagi mendatang keduanya sangat akur dan begitu baik satu sama lain.
"Metal... Metal," panggil salah seorang anak bersama temannya, seraya melangkah menuju ke tempat nongkrong yang berada di depan halaman rumah Metallo.
Keponakannya yang berada di dalam rumah itu tidak menghiraukan mereka. Dia memperhatikan keduanya lewat jendela, 'Hm... Festo dan Martin. Oh... Aku tahu, tapi kenapa mereka tidak mengatakannya kepada aku," benaknya.
Festo dan Martin merupakan teman seangkatan mereka. Keduanya tinggal di tengah-tengah kampung ini, hanya saja hampir tiap malam mereka selalu nongkrong di situ.
Biasanya yang mereka lakukukan di sini ialah sekedar bergurau, dengan bermain gitar klasik milik Metallo dan ditemani merdu suara yang mereka lantunkan menemani indahnya malam.
Melihat Festo dan Martin menunggu Metallo di tempat nongkrongan. Anak itupun mulai keluar dan berdiri di depan teras rumah Metallo, "Hoe! Ngapain kalian berdua di situ?" tanyanya.
"Faelo!" ucap keduanya sontak kaget.
Festo yang berada di atas tempat duduk nongkrongan itu perlahan mulai melipat kedua kakinya. Dia kemudian memukul kedua pahanya yang seakan-akan menjadi sebuah alunan nada. Sedangkan kepalanya di condong-condongkan ke depan dan belakang, "Ngapain lagi, jikalau bukan nongkrong."
Martin menatap Faelo penuh tanya. Dia menyadarkan badannya di tiang dari pada tempat nongkrongan itu, "Biasa... Tiap malam juga begini, dimana Metal?" tanyanya.
Faelo menghela nafas panjang, sebelum memberikan penjelasan kepada mereka berdua.
"Metal tidak ada," pintanya, sebelum menjelaskan panjang lebar tetang keadaan rumah Metallo sebelum kedatangannya.
-----
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Abu Yub
dapat melihat
2025-04-13
0
Larina
mereka sama-sama menarik nya
2022-10-19
1
Jazz ♋
Mengapa begitu benci kepada Metallo
2022-06-06
2