Setelah melewati beberapa rumah yang berjejer rapi mengisi ruas jejalanan, akhirnya tibalah juga mereka di depan rumah ibu Esi.
Langkah kaki Metallo seketika terhenti. Tatapannya tertuju mengarah tepat di bawah sebuah pohon rindang yang menaungi indahnya bunga-bunga yang tumbuh sejajar menghiasi halaman rumah ibu Esi.
Di sana terlihat sosok seorang gadis yang begitu menawan hendak menikmati tiap-tiap alunan ayunan. Sorotan matanya terus mengitari beberapa bunga yang indah di hadapannya tanpa peduli dengan keadaan di sekitar.
Dia adalah Mey. Seorang gadis yang sangat ceria. Hanya saja setelah ayahnya almarhum Riantio meninggal, pola prilakunya berudah drastis dari waktu ke waktu.
"Hai Mey," sapa Metllo dengan tatapan yang sinis mengarah pada ibunya yang telah jauh mereka.
Langkah kakinya yang sayu perlahan-lahan mendekati Mey. Tatapan yang dipenuhi dengan kejahilan nampak jelas, "Rupanya dia tidak menyadari keberadaan aku," guman Metallo pelan.
Seketika Metallo tertuju berdiri dalam diam menatap Mey. Kepalan tangan yang menyisahkan jari telunjuk terus mengetuk keningnya seakan sedang mencari cara demi mengerjai sosok anggun yang ada di hadapannya.
"Hai, gadis cantik," ucap Metallo seraya meraih kedua tali ayunan.
"Siapa!" sontak Mey kaget.
"Mey, ini aku," pinta Metallo yang tak mampu menahan cumbu ketika pendangan keduanya menyatu.
Tatapan yang berbinar-binar di ikuti seyuman kecil membuatnya benar-benar tidak berdaya di hadapkan pada pesona kecantikan Mey.
"Lepaskan talinya," pinta Mey.
-----
"Esi," sapa Elena.
"Elena! Tumben kamu kemari?" tanya Esi sontak kaget dengan kehadiran ibu Elena. Dia menghela nafas panjang, sebelum memutuskan untuk sesegera mungkin menghampiri Elena dengan membawa beberapa pakaian yang baru saja di turunkannya dari jemuran, "Apa kabar Elena?" tanyanya.
"Iya, seperti biasa," jawab Elena dengan senyuman penuh makna, "Terus bagaimana keadaan kamu dan Mey?" tanyanya.
Esi hanya mampu tersenyum pahit tanpa memberikan sebuah jawaban pasti, sebelum melambaikan tangannya menarik tangan kanan Elena demi mengikutinya ke dalam dapur, "Tunggu aku di sini," pinta Esi, sebelum melangkah perlahan menuju ke kamarnya untuk menyimpan pakaian yang baru saja diangkatnya itu.
"Esi, janganlah engkau terus bersedih. Aku tahu apa yang engkau rasakan saat ini, sebab aku telah melewatinya. Esi... Hidup ini hanyalah sekedar mimpi. Derita dan hempasan yang tertanam di dalam dada mengajarkan kita untuk mengerti apa arti dari perjuangan yang sesungguhnya," guman Elena pelan.
-----
"Tangkap aku Metallo," pinta Mey.
Metallo terdiam menatap dia dengan dalam, "Jikalau engkau tidak ingin terluka, maka turunlah tanpa harus memintaku untuk meraihmu," pinta Metallo acuh tak acuh.
"Kamu sungguh sangat keras kepala," ucap Metallo denagn tatapan yang sangat tajam tertuju pada wanita yang berada di dalam pelukannya.
Tepat ketika ucapannya selesai, keduanya pun terhuyung-huyung jatuh ke tanah akibat kerasnya dorongan dari Mey.
"Mey, sakit Mey," pinta Metallo menatap tajam Mey yang berada di atasnya.
Raut wajah yang anggun secantik bidadari tersipu malu dihiasi rangkaian pola kemerahan yang memehuni pipinya. Yang hanya bisa di lakukannya ialah tertunduk tanpa mampu menatap Metallo, "Maaf ya," pinta Mey.
"Iya," jawab Metallo seraya bangkit dan mulai duduk bersila di samping kanan Mey, "Kamu tidak apa-apa, kan?" tanyanya.
"Aku baik-baik saja," jawab Mey terbata-bata.
'Berat juga ya, padahal tubuhnya sangatlah ramping," batin Metallo.
"Kamu tidak terluka, kan?" tanya Mey.
"Iya, aku baik-baik saja," jawab Metallo di bungkus seyuman tipis yang sedikit memudar.
Tidak terduga benturan yang membawa sedikit kehangatan itu terjadi membuat lengan kanan Metallo terluka.
'Ah... perih bangat,' benaknya sebelum memperhatikan tangannya.
Tetesan demi tetesan darah menembus bajunya. Rasa sakit yang membawa kepedihan mulai terasa. Namun Metallo menahannya biar terlihat dia baik-baik saja.
Aroma amis darah yang menyengat mengisi tiap-tiap hembusan nafas membuat Mey tidak sadarkan diri.
"Apa yang terjadi dengannya," guman Metallo seraya menahan indahnya tubuh Mey yang lemah lunglai tak berdaya.
"Mey... Mey... Sadar Mey," pinta Metallo penuh kepanikan.
Usaha yang di lakukannya untuk menyadarkan Mey sia-sia. Dia mencari solusi yang terbaik untuk menangani Mey tetapi tidak juga menemukannya, 'Tidak ada cara lain,' Metallo mengumpat keras dalam benaknya, serta kesal akan tindakan yang akan di ambilnya.
Dia sendiri sebenarnya ingin memanggil ibu Esi, hanya saja jarak antara dapur dan taman mereka lumayan jauh. Sehingga Metallo tidak mau meninggalkan Mey di situ sendirian, apalagi dalam keadaan yang tidak sadar.
"Ada apa dengan mereka berdua?" guman seorang gadis yang sejak tadi memperhatikan mereka di pojok kanan halaman rumah Mey.
Keberadaannya sungguh sama sekali tak diketahui oleh Metallo karena pandangannya terpele dengan beberapa bunga yang ada di lorong masuk tanaman.
Wanita itu menatap tajam ke arah keduanya.Raut wajahnya dipenuhi kebencian yang mendalam saat melihat Metallo menggendong Mey.
"Apa yang ingin di lakukannya," guman wanita itu.
'Ah... bagaimana ini?' berbagai tanya muncul dalam benaknya, "Jikalau nanti aku sedang memberikannya nafas buatan, dia tersadar dari pingsannya, bagaimana?" guman Metallo penuh tanya.
Metallo menghela nafas panjang sebelum berdiri dan mondar-mandir tak karuan di hadapan Mey yang tak sadarkan diri.
'Apa yang hendak di pikirkan Metallo?'
Berbagai tanya muncul dalam benak wanita yang berada di pojok kanan halaman rumah Mey.
Dia yang ingin menghampiri Metallo dan Mey seketika menghentikan langkahnya. Raut wajah cantiknya di poles tanya dan kebingungan. Sedangkan tatapannya yang tajam terus memperhatikan tiap-tiap tindakan yang di lakukan Metallo.
"Aku harus sesegera melakukannya sebelum orang lain mengetahui tindakanku," guman Metallo menatap dalam sosok wanita cantik yang tak sadarkan diri.
Dengan perlahan-lahan Metallo mulai duduk di samping kiri Mey. Dia terus menggelengkan kepalanya dengan tatapan yang tak pernah berkedip dari waktu ke waktu, sebelum menarik nafas dalam-dalam dan menahannya.
Ketika hendak mendekatkan wajahnya arah Mey berjarak dua jari, terdengar langkah kaki yang begitu cepat mengarah kepada mereka berdua, yang membuatnya tak bisa berbuat apa-apa selain mengurungkan niat baiknya.
"Metallo!"
Sebuah pukulan dadakan mendarat di pinggangnya, sehingga membuat dirinya terlempar dua langkah dari Mey.
“Kau benar-benar konyol,” geram wanita itu dengan tatapan yang jahat terhadap Metallo, sebelum mengalihkan pandangannya kepada Mey dan menunjuknya, "Kau juga sama konyolnya dengan dia...." ucapnya terhenti ketika melihat Mey yang tidak sadarkan diri.
Sorotan mata wanita itu terus bergantian dari Metallo dan Mey, "Mey, apa yang dilakukannya terhadapmu?" tanyanya.
Metallo menatap gadis itu penuh keheranan, 'Sejak kapan dia ada di sini? Jangan-jangan dia memperhatikan kami berdua sejak dari tadi," benak Metallo penuh prasangka.
"I... Indri," sapa Metallo terbata-bata, sembari memegang pinggangnya yang jadi sasaran pukulan Indri, "Lumayan sakit," sambungnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Abu Yub
Tumben
2025-04-13
0
Larina
pH no,, dia salah sangka
2022-10-18
0
Adinda
Kasihan Mey, jiwanya jadi murung
2022-10-18
0