Perindu Senja

Perindu Senja

Metal bukan Sembarang Bocah

Di pesisir pantai laut Merah tepatnya di Flobamora bagian timur Nusantara, seorang Pemuda duduk bersila di atas luasnya rangkaian pasir yang terukir dari derasnya ombak yang berdesir. Tatapannya tertuju pada langit yang jauh di ufuk barat dan di tiap-tiap kedipan matanya menyimpan tanya yang dalam seakan ingin bertanya pada langit tentang sebuah jawaban yang ada di hadapannya.

Langit yang indah diisi lautan cahaya, berseri mengisi seluruh hamparan laut Merah. Namun di balik indahnya lembayung, sentuhan halus suara gemuruh dan pancaran kilat yang sehalus sutra terus mengusik langit.

'Indah namun aneh,' benaknya dengan lirikan mata yang masih saja tertuju pada senja, "Siapa itu!" sontak nya kaget ketika mendengar lantunan suara yang memanggil namanya.

Pemuda itu tak lain adalah Metal. Dia seorang pendatang dari generasi ke empat yang mengadu nasib di kota Flobamora. Ayahnya telah tiada, entah ada di mana. Ia tak tahu, walaupun itu hanya seutas mimpi pengantar tidur.

"Hai, ngapain kamu di sini?" tanya salah seorang gadis yang berparas cantik layaknya bidadari melangkah anggun menghampiri Metal seraya mengangkat lembut tangannya yang seputih salju.

Gadis itu mengulurkan tangannya yang terkepal menyisakan jari telunjuk perlahan menyentuh bibir Metal, seakan-akan memberi sebuah isyarat agar dia tetap diam.

'Ada apa dengannya? Aku yang dari tadi di sini saja tidak melihat sesuatu yang mencurigakan,' batin Metal penuh tanya di hadapkan pada gadis secantik bidadari, yang sejatinya tidak dia kenal.

Raut wajah Metal dipenuhi kerumitan yang mendalam. Tatapan penuh tanyanya terus mengitari sekitar, mencari jawab dari isyarat tubuh yang hampir membuatnya tak berdaya di hadapkan pada sentuhan yang sedingin salju. Namun dia tak menemukan sesuatu yang ganjal.

Selang beberapa saat dia terpaku menatap gadis itu dalam diam. Sosok yang anggun mengenakan gaun biru berenda kini terbaring indah menutupi butir-butir pasir. Bola matanya yang sebiru langit terus membawa cumbu di bawah tatapan yang tak pernah kedip dari waktu ke waktu.

"Indah, bukan?" tanya gadis itu.

Metal memejamkan matanya sesaat. Merasakan hembusan angin yang sejuk seakan surga hanya ada untuk saat ini, "Senja itu indah jikalau ada kamu," jawabnya.

Ketika matanya terbuka suasana di sekitarnya sungguh jauh berbeda. Langit tampaknya tidak bersahabat dipenuhi gumpalan-gumpalan awan putih kusam membumbung tinggi memenuhi jagad raya. Sedangkan dirinya terbaring tak berdaya menatapi langit-langit tempat tongkrongan yang jauh dari rumahnya.

"Ah, ini...." gumam Metal tak percaya seraya bangkit menyaksikan pemandangan yang tidak lazim lagi baginya.

Selang beberapa saat terdengar suara sayat yang memekakkan telinga membuatnya tertuju mencari asal suara yang dibungkus penuh dendam.

"Bu, bu. Lihat itu anak Elena," pinta Leni warga setempat hendak menunjuk ke arah Metal.

"Pantesan, ibunya juga demikian,” sambung Risa dengan sorotan mata yang sangat tajam.

Hinaan dari sekelompok Ibu-ibu ini membuatnya geram, seakan dendam yang terus mengusik jiwa ini tak mampu lagi dibendung, mengingat reputasi Ibunya terus tercoreng dari waktu ke waktu.

"Bu, permisi ya. Kalian boleh-boleh saja menilai aku seenaknya. Tapi tidak dengan ibuku. Sebelum menyebut namanya, lihatlah diri kalian terlebih dahulu," tegur Metal di bungkus senyuman jahat.

"Anak kecil, jangan engkau berlaga seperti malaikat. Hari ini saja kau tidak ke Gereja."

\=> Pola pikir [Fakta.]

Gereja merupakan tempat ibadah orang kristen. Dalam seminggu hanya satu kali saja mereka menunaikan ibadah (Jikalau di daerah-daerah terpencil yang minim akan Imam.), maka dari itu orang-orang yang tidak suka ke Gereja selalu saja mendapatkan teguran. Namun ada sebagian orang menyepelekan hal-hal baik ketika pulang dari tempat ibadah.

Mereka berpikir, jikalau mereka ke Gereja maka dosa yang selama ini mereka buat bisa terampuni oleh yang Maha Kuasa. Tetapi tindakan mereka justru sebaliknya. Sebab ketika pulang dari tempat ibadah, mereka melakukan hal-hal yang tidak baik.

[\=> Opini. Pemanis kisah.

Sedangkan Ibu-ibu yang lain memberikan dorongan kepada Risa karena dia adalah orang terpandang di kampung ini. Walaupun perkataannya salah tetap saja mereka mendukungnya.]

Kampung ini sangatlah rukun. Tetapi masih juga terdapat kejanggalan seperti beberapa orang ini yang selalu saja memanfaatkan keadaan untuk menekan seseorang.

Jikalau seseorang yang sangat berada atau berkecukupan, maka orang tersebut selalu dijunjung tinggi. Demikian pula sebaliknya, keluarga yang kualitas ekonominya rendah kadang kala mendapat tekanan.

Jari-jemari Metal terkepal erat. Sorotan mata yang menyimpan dendam tertuju secara bergantian menatapi mereka semuanya. Dirinya yang lugu juga penyabar seakan memberontak di atas hinaan yang kerap kali di peruntukkan kepadanya.

"Bu! Saya memang begini apa adanya. Dari pada kalian! Tampang bagaikan malaikat. Tapi hati bagaikan iblis. Tiap hari kalian beribadah. Tapi sayang, hari demi hari pula Ibu nodai ibadahmu!" tegas Metal.

Seketika mereka terdiam. Tatapan yang dalam dipenuhi dendam terpancar jelas, mengukir kusam raut wajah yang mulai nampak menua. Kebencian ini mungkin tidak berarti apa-apa jikalau di hadapkan pada orang yang sejajar dengan mereka, tapi ini hanyalah seorang bocah yang berkata tentang sebuah kebenaran.

Merasa di permalukan begitu kejam dari manisnya kata-kata yang terucap dari seorang bocah. Getaran tangan Risa, dari bodohnya penilaian tanpa sebab ingin melukai Metal. Namun sebelum semuanya terlanjur berlaku, muncul sosok wanita paruh baya menatap dingin Risa, yang membuatnya mengurungkan niatnya.

"Metal. Ayo sini, Nak! Untuk apa engkau bersanding dengan mereka!" tegas wanita itu yang tak lain ialah Elena.

"Iya, Bu," sahut Metal yang masih menyimpan tanya dalam benaknya atas kehadiran ibunya.

Dengan hadirnya Elena, sontak membuat mereka semua bubar. Karena ragu dengan tindakan yang telah mereka lakukan mampu menimbulkan konflik.

“Nak, kenapa kamu membentak mereka?” tanya Elena sembari mengelus lembut kepala Metal.

"Jadi begini, Bu. Aku sangat kesal melihat tingkah laku mereka yang selalu menjelek-jelekkan kita. Ibu tidak marah, kan?" tanya Metal yang tidak berani menatap Elena.

Elusan tangan yang lembut penuh asa tiada henti membelai Metal. Tatapan Elena yang dalam penuh cinta terpancar jelas di raut wajahnya. Senyuman manis membawa kehangatan terlihat sangat indah dari waktu ke waktu.

Elena melangkah perlahan mendekati Metal yang tidak jauh darinya, "Ibu tidak marah," jawab Elena sebelum meraih pergelangan tangan Metal, "Nak, temani bunda ke rumah ibu Esi ya," pintanya.

Metal hanya mampu menganggukkan kepalanya pelan. Tatapannya sangat ceria di bawah lembutnya kasih Elena yang tak terhingga. Walaupun dirinya dengan terpaksa mengikuti ibunya, kali ini Metal benar-benar sangat senang karena Elena tidak memarahinya, lantas dia memarahi orang yang tidak sepadan dengannya.

Terpopuler

Comments

ALONE ⭕

ALONE ⭕

Astaga, itu para ibu-ibu rombengan banget mulutnya

2022-10-15

2

Nina ♋

Nina ♋

Apa aku seindah senja 🤔🤔🤔

2022-10-04

1

Zelyn ⭕

Zelyn ⭕

Bila aku pergi ketempat itu

2022-06-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!