Positif Hamil!!

Aurora menghela napas dalam-dalam sebelum menekan tombol flush, suara air mengalir memenuhi kamar mandi, menyapu jejak kecemasan yang baru saja menguasainya. Dengan tangan sedikit gemetar, dia meletakkan tespek itu di genggaman, lalu menarik napas sekali lagi untuk menenangkan diri sebelum keluar dari kamar mandi.

Saat pintu kamar mandi terbuka, Yuki, yang masih duduk santai di tepi ranjang dengan rambut sedikit acak dan wajah penuh ketenangan, menoleh padanya. Tanpa banyak basa-basi, Aurora langsung menyerahkan benda pipih itu, menghindari menatap hasilnya seperti biasa.

"Nah, katakan kalau hasilnya tetap negatif," katanya, mencoba terdengar percaya diri, meski hatinya masih berdebar kencang, tak bisa mengelak dari rasa gugup yang tiba-tiba menghantamnya.

Yuki, yang sudah sering menghadapi situasi seperti ini, hanya menghela napas pendek, meyakinkan diri bahwa hasilnya tak akan berbeda dari sebelumnya. Dengan gerakan tenang, dia meraih tespek itu dari tangan Aurora, lalu menundukkan pandangannya untuk melihat hasil yang mungkin akan mengubah segalanya.

Yuki membelalakkan matanya, detak jantungnya seolah berhenti seketika saat melihat garis-garis kecil di tespek itu. Tubuhnya menegang, tangan yang menggenggam ponsel tiba-tiba kehilangan tenaga, membuat perangkat itu terlepas dari genggamannya dan jatuh di atas ranjang, menciptakan suara gedebuk kecil yang nyaris tak terdengar dibandingkan dentuman keras detak jantungnya.

"Positif, Ra," bisiknya pelan, suaranya bergetar karena terlalu terkejut. Kata-kata itu nyaris tak keluar dari bibirnya, namun cukup jelas untuk sampai ke telinga Aurora yang masih berdiri di dekatnya.

Aurora yang mendengar ucapan Yuki langsung menoleh cepat, wajahnya memucat seiring napasnya yang tiba-tiba terasa sesak. Tanpa pikir panjang, dia meraih tespek itu dari tangan Yuki, menatapnya dengan mata yang mulai berair, seakan berharap hasil itu hanya bayangannya semata. Tapi tidak. Dua garis merah yang jelas terpampang di sana, mengonfirmasi sesuatu yang tak pernah dia duga akan terjadi.

"Oh Tuhan!" desisnya dengan tangan gemetar, tubuhnya terasa dingin, dan jantungnya seolah berhenti berdetak. Ia menutup mulutnya dengan sebelah tangan, berusaha menahan napas yang kini terasa begitu berat.

"Yuki!" bisiknya pelan, pandangannya tak bisa lepas dari benda kecil di tangannya yang kini terasa begitu berat, seolah memikul seluruh dunianya. Yuki tak mengatakan apa-apa lagi, hanya menatap Aurora dengan tatapan yang sulit diartikan sebelum akhirnya menariknya ke dalam pelukannya, merasakan tubuh Aurora yang gemetar di dadanya.

Mereka berdua terdiam, meresapi keheningan yang kini terasa begitu tebal, mencoba mencerna kenyataan yang baru saja menghantam mereka dengan begitu keras. Sungguh, mereka benar-benar tidak menyangka akan apa yang terjadi malam ini. Aurora... positif hamil?

*

Esok malamnya, tepat setelah mereka selesai dari kantornya, mereka memutuskan untuk singgah di cafe yang terletak tak jauh dari gedung tempat mereka bekerja. Lampu-lampu kuning temaram di kafe itu memberikan kesan hangat, namun suasana hati Aurora justru terasa begitu dingin. Sejak semalam, setelah mengetahui dirinya hamil, Aurora lebih banyak diam. Wajahnya selalu tertunduk, pandangannya kosong, dan langkahnya terasa berat.

Yuki menatap sepupunya dengan pandangan penuh kekhawatiran. Ia tahu Aurora adalah gadis yang ceria, namun kabar ini jelas mengguncang seluruh dunianya. Yuki sendiri bingung harus berkata apa atau bagaimana menghiburnya. Ia tahu, beban yang kini dipikul Aurora bukanlah sesuatu yang mudah untuk dihadapi.

"Ini, minum dulu. Kau harus banyak minum," ujar Yuki sambil menyodorkan segelas air putih ke hadapan Aurora. Suaranya berusaha terdengar lembut, meski hatinya sendiri juga dipenuhi kebingungan dan kecemasan.

Aurora hanya menatapnya sejenak, menatap tangan Yuki yang gemetar sedikit saat menyodorkan gelas itu. Ia lalu menerima gelas tersebut dengan gerakan lambat, seolah tenaga di tubuhnya telah terkuras habis oleh berbagai perasaan yang berkecamuk dalam dirinya. Ia menatap permukaan air yang beriak kecil, seolah berharap bisa menemukan jawabannya di sana.

Ia mengangkat gelas itu ke bibirnya, menyesap sedikit, namun bahkan rasa segar air itu tak mampu mengusir rasa mual yang terus menghantuinya, bukan hanya mual fisik, tapi juga mual emosional yang membuatnya sulit bernapas.

Pikirannya terus berputar pada satu hal – perutnya. Dalam beberapa minggu atau bulan, tubuhnya akan berubah, perutnya akan mulai membuncit, dan rahasia ini tak lagi bisa disembunyikan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!