Hari yang nahas

Ketakutan langsung mencengkeram hati sang gadis. Niat awalnya yang tulus untuk menolong Getot mengurungkan niat bunuh diri, kini berbalik mengancam dirinya.

"Kau sudah gila!" bentaknya dengan nada panik.

"Haha, sepertinya kau belum mengenalku. Ngomong-ngomong, siapa namamu, gadis cantik?" tanya Getot sambil terus mendekat. Namun, gadis itu sudah bersiap dengan kuda-kuda jurus kaki seribu.

"Hei, kau mau lari, ya? Oh, tidak bisa. Walaupun kakiku patah, aku masih sanggup mengejarmu..." ancam Getot dengan seringai mengerikan.

"Ternyata kau orang jahat!" hardik si gadis dengan ketus.

"Hahaha, itu sudah mendarah daging, Nona. Akulah manusia terjahat di dunia!" jawab Getot dengan nada bangga yang membuat bulu kuduk gadis itu berdiri.

Seketika itu juga, bulu roma si gadis meremang. Ia menyesali keputusannya menghampiri pemuda itu. Sekarang, yang terpenting adalah menyelamatkan diri.

Tanpa ragu, ia langsung berlari sekuat tenaga. Namun, benar seperti yang dikatakan Getot. Dalam sekali lompatan, pemuda itu bergerak secepat kilat dan berhasil menangkapnya.

Karena dalam posisi melompat, saat tertangkap, tubuh si gadis kehilangan keseimbangan dan langsung ambruk terlentang. Getot dengan sigap berada di atasnya, menindih tubuhnya.

"Aww, pemuda laknat! Lepaskan aku!" teriak si gadis sambil meronta sekuat tenaga.

"Hahaha, kau tidak akan bisa lepas dariku, Nona. Sudah seminggu aku tidak merasakan hangatnya tubuh wanita. Dan sekaranglah saatnya!" desis Getot dengan mata berbinar liar.

Gadis itu terus meronta dan berteriak. Anehnya, meskipun tubuh Getot masih terluka, melihat gadis cantik dan sintal di bawahnya seolah memberinya kekuatan baru.

Getot bertindak cepat, merobek-robek pakaian gadis itu dengan kasar. Tak terkecuali bagian bawahnya. Gadis itu terus meronta dan berteriak histeris. Namun, nahas baginya, tenaga Getot terlampau kuat hingga ia tak berdaya ketika mulut pemuda itu mulai melumat kasar dadanya.

"Bangsat! Pemuda laknat! Hentikan... lepaskan aku!" raung si gadis dengan air mata berlinang.

Getot semakin beringas dalam lumatannya. Namun, di tengah keputusasaannya, mata si gadis menangkap sebuah batu sebesar kepalan tangan di dekatnya.

Tanpa ragu, ia meraih batu itu dan dengan sekuat tenaga menghantamkannya bertubi-tubi ke kepala Getot hingga terdengar suara tengkoraknya yang retak mengerikan.

Bugg! Bugg! Krakkkk!

"Arghhh, bangsattt...!" erang Getot kesakitan.

"Rasakan, bajingan!" rutuk sang gadis dengan napas terengah-engah.

Getot bangkit berdiri sempoyongan sambil memegangi kepalanya yang mengucurkan darah segar, tepat di tepi jurang.

Dalam keadaan limbung, kakinya tiba-tiba terantuk batu, membuatnya kehilangan keseimbangan dan terjun bebas meluncur ke dalam jurang yang menganga.

"Oh, tidak!" seru sang gadis dengan nada tercampur antara kengerian dan keterkejutan.

Anehnya, alih-alih merasa lega, gadis itu justru merasakan iba melihat Getot jatuh ke dalam jurang yang begitu dalam hingga dasarnya pun tak terlihat. Meskipun pemuda itu jelas-jelas ingin memperkosanya, ia tak tega melihatnya menemui ajal dengan cara seperti itu.

Wusssshhh... Sradakkkk....

Krak! Brug! Krak! Brug...

Bregg...

Getot meluncur deras ke bawah. Tubuhnya sesekali menghantam tebing terjal, tercabik-cabik oleh ranting-ranting pohon liar yang tumbuh di sela-sela bebatuan.

Hingga akhirnya, suara keras tubuh yang menghantam bumi terdengar membahana dari dasar jurang.

Brugg!

Keinginannya terkabul. Getot mati mengenaskan dengan kepala pecah dan tubuh remuk di dasar jurang. Darah mengalir deras dari seluruh tubuhnya. Tak ada lagi napas yang berhembus. Tamat sudah riwayat Getot Darjo.

Entah sudah berapa lama jasad Getot terbaring di dasar jurang itu. Anehnya, tubuhnya sama sekali tidak membusuk dan masih utuh seperti saat ia jatuh.

Bahkan, darahnya pun seolah tidak mengering. Dasar jurang itu sebenarnya cukup luas dengan lantai berpasir, hanya ditumbuhi banyak ilalang di sekitarnya.

Sungguh sebuah keanehan, jasad Getot sama sekali tidak dihinggapi serangga atau binatang pemakan bangkai lainnya. Namun, tiba-tiba dari arah ujung sela tebing yang gelap, muncul sesosok makhluk yang mengerikan.

"Grok grokk grokk..." suara aneh itu terdengar saat makhluk itu mendekati jasad Getot. Tanpa ragu, makhluk itu melahap seluruh tubuh pemuda malang itu, termasuk serpihan-serpihan kecil yang berserakan.

Setelah menelan habis Getot, makhluk itu merayap kembali ke dalam celah tebing yang gelap, menghilang di balik kegelapan yang misterius. Entah apa yang bersembunyi di sana, yang jelas, Getot kini telah berpindah tempat ke dalam perut makhluk tersebut.

Ternyata, celah tebing itu mengarah ke sebuah gua yang cukup luas. Di sanalah makhluk itu masuk. Sesampainya di dalam gua yang remang-remang, makhluk itu berhenti tepat di hadapan seorang petapa yang tampak sudah sangat tua.

"Hmmm... Udhet Gede. Siapa yang kau bawa di dalam perutmu itu?" tanya petapa sepuh itu kepada makhluk di hadapannya, yang ia panggil dengan sebutan Udhet Gede.

"Grokk... grokk grokk," jawab makhluk itu dengan suara berat.

"Manusia? Apa pendengaranku tidak salah?" gumam petapa itu, mencoba memastikan.

"Grokk grokk grokk," sahut Udhet Gede, seolah membenarkan.

"Bukan main. Ternyata pendengaranku memang mulai berkurang. Aku sama sekali tidak mendengar ada orang jatuh di dalam jurang. Ya ya... umurku memang tinggal sebentar lagi..." ujar petapa itu, seolah memahami bahasa makhluk besar itu.

"Grokk grokk grokk," balas Udhet Gede.

"Jelas ia sudah mati, Udhet. Lalu apa maksudmu?" tanya petapa itu, mengerutkan kening.

"Grokk grokk grokk," jawab Udhet Gede lagi.

"Jasadnya masih bagus? Tidak dimakan serangga dan binatang sama sekali?" tanya petapa itu dengan nada heran.

"Grokk grokk grokk," jawab Udhet Gede, membenarkan.

"Luar biasa. Baiklah, kita akan menguji coba ilmu kita pada pemuda itu, Udhet. Siapa tahu berhasil. Dan bila berhasil, aku akan menjadikannya muridku," putus petapa itu dengan tatapan penuh harap.

"Grokk grokk grokk," sahut Udhet Gede,

"Ya, kau benar, Udhet. Umurku tidak lama lagi. Jatuhnya pemuda itu mungkin rezeki dari Tuhan untukku. Sudah saatnya aku mewariskan ilmuku pada seseorang," gumam petapa itu, menatap jasad di dalam perut Udhet Gede.

Tiba-tiba, Udhet Gede menggeliat hebat. Tubuhnya tampak mengocok-ngocok jasad yang berada di dalam perutnya.

Tak lama kemudian, makhluk itu memuntahkan jasad Getot. Ajaibnya, jasad itu kembali utuh, meskipun masih diliputi lendir hijau menjijikkan.

Padahal sebelumnya, tubuh Getot hancur berantakan. Tampaknya, Udhet Gede memiliki kemampuan luar biasa untuk menyatukan kembali jasad di dalam perutnya.

"Bagus, Udhet. Kau telah menyatukan kembali jasad pemuda itu," puji petapa tua itu dengan nada kagum.

Petapa itu pun mendekati jasad Getot yang terbaring tak bergerak.

"Hmmm... sepertinya pemuda ini memiliki riwayat sering berkelahi. Kalau kulihat susunan tulangnya berantakan. Tapi anehnya, tulang-tulang yang berantakan ini sanggup menopang tubuhnya. Luar biasa..." gumam petapa itu sambil mengamati jasad Getot dengan seksama.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!