Lorong Kelelawar

Melihat Udhet kembali, Getot sontak mundur beberapa langkah. Makhluk mengerikan itu begitu besar hingga suaranya saja mampu menggetarkan udara di sekitarnya.

"Jangan mendekat...!!!!" serunya dengan nada penuh ketakutan.

Seperti sebelumnya, Getot diliputi rasa ngeri yang luar biasa. Namun, kali ini ia melihat mulut Udhet tampak penuh dengan sesuatu.

Saat itu juga, Udhet memuntahkan isi mulutnya. Ternyata, ia telah membawa bermacam-macam buah-buahan.

Tak hanya itu, bersama buah-buahan itu juga terdapat seekor kelinci yang sudah mati. Sayangnya, semua buah dan kelinci itu berlumuran lendir hijau.

"Grokk grokk..." suara aneh itu keluar dari mulut Udhet.

"Hiihh... apa itu???" Getot memberanikan diri mendekat.

Ketika melihat semua buah dan kelinci yang berlendir menjijikkan itu, perut Getot langsung bergejolak.

"Hoekkk...!!" ia memuntahkan isi perutnya.

"Grokk??" sahut Udhet seolah bertanya.

"Ternyata kau membawakanku makanan? Tapi aku tidak bisa memakannya. Menjijikkan sekali..." keluh Getot.

"Grokkk..!!?" Udhet kembali merayap menjauhi Getot.

Namun, tak lama kemudian, Getot mendengar suara air yang berdesir pelan.

"Air... oh, benar, air! Haus sekali aku..." gumam Getot.

Ia pun mendekati sumber suara itu. Lagi-lagi, Getot terkejut karena melihat mata air yang jernih tak jauh dari tempatnya berdiri.

Dan ternyata, suara air itu berasal dari Udhet.

"Sepertinya kau berniat baik padaku... baiklah, aku memang sangat haus. Terima kasih kau telah menunjukkannya..." ucap Getot tulus.

"Grokk," balas Udhet sambil menyingkir, memberi kesempatan Getot untuk minum.

"Ahh, segar sekali... akhirnya dahagaku hilang. Terima kasih, makhluk..." ujar Getot setelah meneguk air dengan lega.

"Grokk," sahut Udhet lagi.

Lalu, Udhet kembali merayap, diikuti oleh Getot yang tampaknya rasa takutnya terhadap makhluk itu mulai memudar.

Terlihat Udhet menjilati semua buah dan kelinci hingga bersih dari lendirnya sendiri.

"Sekali lagi terima kasih, wahai makhluk..." ucap Getot dengan nada berterima kasih.

Udhet pun merayap lagi, meninggalkan Getot sendirian di dalam ruangan yang temaram itu.

"Ke mana lagi makhluk itu...?? Ah, sudahlah, sepertinya dia tidak berniat jahat padaku," pikir Getot.

Karena perutnya terasa lapar, ia pun langsung mengambil dan memakan buah yang ada di depannya. Sambil menikmati buah yang manis, Getot mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan.

"Tempat ini kurang terang. Aku susah melihat sekitar. Aku harus mencari sumber cahaya," gumamnya.

Getot bangkit dan mulai mencari sumber cahaya. Tak lama, ia menemukan sebuah obor yang nyalanya hampir padam. Namun, ia melihat beberapa obor lain yang belum menyala tergantung di dinding.

Ia pun menyalakan beberapa obor di dinding, dan seketika ruangan itu menjadi terang benderang.

"Waaaahhh... ternyata aku berada di dalam gua yang besar sekali..." Getot terkejut, baru menyadari bahwa dirinya berada di dalam gua yang luas dan megah.

Kemudian, ia mengambil kelinci yang dibawa Udhet dan mulai memanggangnya di atas perapian sederhana yang ia buat. Setelah perutnya terisi, Getot melanjutkan penjelajahannya di dalam gua sambil membawa obor sebagai penerangan.

Tak lama, ia menemukan sebuah ruangan lain yang dindingnya dipenuhi dengan berbagai macam senjata. Di ruangan itu pula, ia melihat sebuah tempat yang tampak seperti petilasan, lengkap dengan dupa yang telah padam dan berbagai pernak-pernik yang menimbulkan kesan menyeramkan.

"Aihh... siapa gerangan yang tinggal di tempat ini? Apakah seorang dukun?" gumam Getot dengan rasa ingin tahu yang bercampur sedikit waswas.

Ia kembali melangkahkan kaki, melanjutkan penjelajahannya di dalam gua. Kini, ia tiba di sebuah lorong yang tampak bersih dan terawat.

Namun, yang benar-benar membuatnya ternganga adalah ukiran-ukiran indah yang menghiasi dinding lorong tersebut.

"Ukiran Sansekerta kuno... ah, ayahku pernah mengajarkannya..." gumam Getot.

Dengan tekun, ia mulai membaca dan berusaha memahami arti dari setiap guratan di dinding lorong itu.

"Luar biasa... ini adalah jurus-jurus silat...!!" serunya takjub.

Getot terus memusatkan perhatian pada ukiran-ukiran itu. Setiap baris ia teliti dan resapi maknanya. Ia semakin dibuat kagum oleh karya seni sekaligus ilmu yang terukir di dinding gua itu. Dari satu baris ukiran saja, terkandung berbagai macam ilmu dan jurus yang luar biasa banyaknya.

"Siapa gerangan yang menciptakan ini? Ilmu pertama yang kupahami adalah cara memahami bahasa Udhet? Siapa sebenarnya Udhet itu?" pikir Getot dengan rasa penasaran yang semakin besar.

Kemudian, pandangannya tertuju pada ukiran berikutnya yang menggambarkan seekor ulat besar.

"Oh, ulat raksasa itu adalah Udhet. Lalu, lorong kelelawar?" Getot mulai menghubungkan gambar dengan tulisan yang ia pahami.

Dari ukiran yang berhasil ia terjemahkan, terungkap bahwa untuk memahami bahasa Udhet, seseorang harus bertapa di lorong kelelawar selama seminggu. Itulah ilmu pertama yang harus ia pelajari.

"Hmm... apakah itu perlu? Tapi baiklah. Makhluk itu sepertinya baik dan peduli padaku. Aku akan melakukannya," putus Getot dengan mantap.

Rasa antusiasme membuncah dalam diri Getot. Ia memang sangat bersemangat untuk mempelajari ilmu kanuragan.

"Aku akan mempelajari semua ukiran ini. Walaupun tanpa guru, mungkin ini adalah jalanku," tekadnya.

"Grokk grokkk," tiba-tiba suara Udhet mengejutkannya.

"Oh, Udhet! Kau mengagetkanku. Kau datang tiba-tiba, pergi pun begitu juga. Huh...!" gerutu Getot.

"Grokk grokk," balas Udhet.

"Apa? Aku tidak memahamimu, Udhet. Tapi mungkin kau bisa menunjukkan di mana lorong kelelawar itu?" tanya Getot penuh harap.

"Grokk...!!" sahut Udhet, seolah mengerti pertanyaannya.

Lalu, Udhet mulai merayap, dan Getot pun mengikutinya dari belakang. Ternyata, gua itu memiliki banyak sekali lorong yang bercabang-cabang. Udhet tampak sangat hafal setiap jalurnya. Jika saja tidak ada Udhet, mungkin Getot akan tersesat selamanya di dalam labirin gua yang rumit itu.

"Jauh sekali, Udhet. Kita sudah berjalan cukup lama. Kapan kita sampai?" keluh Getot setelah beberapa waktu berjalan.

Namun, belum selesai ia mengucapkan kalimat itu, dari kejauhan terdengar suara riuh rendah kelelawar.

Dan tak lama kemudian, sampailah mereka di depan sebuah lorong yang gelap dan penuh dengan suara kepakan sayap. Itulah lorong kelelawar.

"Alamak! Banyaknya... hiiihhh..." Getot langsung merinding melihat ribuan kelelawar yang bergelantungan di langit-langit lorong.

"Grokk... grokkk," suara Udhet terdengar sebelum ia kembali merayap pergi, meninggalkan Getot seorang diri di ambang lorong kelelawar.

"Hei, kau mau ke mana, Udhet? Tunggu dulu...!!" seru Getot, namun Udhet terus melata, seolah tahu langkah-langkah yang harus diambil Getot untuk menuntut ilmu dari guratan dinding.

"Sial... dia tidak mau menemaniku... tapi baiklah. Sebagai laki-laki, aku harus berani...!!" Getot menarik napas dalam-dalam.

Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling lorong yang gelap dan lembap. Tak jauh dari pintu masuk, ia melihat sebuah batu besar yang datar. Di sanalah tempat yang tepat untuk bertapa.

Obor yang dibawanya ia tancapkan di tanah, memberikan sedikit penerangan di tengah kegelapan, lalu ia pun memulai pertapaannya.

"Tapi apa bisa? Apa hubungannya kelelawar dengan si Udhet itu? Ah, kenapa banyak bertanya? Lakukan saja sesuai guratan dinding itu. Baiklah... mari mulai," gumam Getot menyemangati diri sendiri.

Laku atau bertapa memang merupakan kebiasaan yang umum dilakukan oleh para pendekar. Tujuannya biasanya untuk mempelajari suatu ilmu baru atau meningkatkan ilmu yang sudah dimiliki.

Selama bertapa, mereka biasanya hanya makan dan minum sekali pada tengah malam, kemudian melanjutkan kembali laku spiritual mereka.

Namun, bertapa di lorong gua yang penuh dengan kelelawar bukanlah perkara mudah. Kapan saja, kelelawar-kelelawar itu bisa terbang hilir mudik dan tanpa sengaja menimpa sang pertapa.

Di awal pertapaannya, Getot merasakan gangguan itu. Ia kesulitan memusatkan pikiran karena suara dan pergerakan kelelawar di sekitarnya. Namun, memasuki hari kedua dan ketiga, ia mulai terbiasa dengan kondisi tersebut.

Apalagi, Udhet selalu datang pada tengah malam untuk membawakan buah-buahan segar. Itu sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan Getot selama bertapa.

Memasuki hari keempat, suara kelelawar semakin berisik, seolah mengadakan pesta di atas kepalanya. Gendang telinga Getot terasa ingin pecah karena kebisingan yang tak henti-hentinya.

Namun, di hari kelima, Getot mulai bisa mengatasi gangguan suara tersebut. Ia mulai mampu memfokuskan diri dan mengabaikan kebisingan di sekitarnya.

Tibalah hari keenam, dan Getot mengalami kejutan yang luar biasa.

"Suara kelelawar itu... ohh... aku seperti memahaminya," gumamnya tak percaya. Ia mulai menangkap pola dan arti dalam suara-suara yang sebelumnya hanya dianggap bising.

Namun, pemahamannya masih samar-samar.

Barulah pada hari ketujuh, Getot dengan jelas memahami setiap suara yang dikeluarkan oleh ribuan kelelawar di sekitarnya.

"Hahaha, luar biasa! Aku sekarang mengerti bahasa mereka! Tampaknya mereka sedang berbincang-bincang tentang keseharian mereka, tentang mencari makan dan tempat beristirahat," pikir Getot dengan gembira.

Kemudian, rasa ingin tahu mendorong Getot untuk mencoba sesuatu. Ia menirukan salah satu suara kelelawar yang baru saja ia dengar. Dan tiba-tiba saja, puluhan kelelawar berdatangan menghampirinya.

"Waaaaahhh.... aih ih waaaahhhhh!" Getot langsung menyesali perbuatannya. Tubuhnya seketika dipenuhi oleh kelelawar-kelelawar yang berterbangan dan hinggap di sekujur tubuhnya. Rasa geli dan takut bercampur aduk menjadi satu.

"Oh, tidak... Udhet, tolong aku.....!!!" Dalam kepanikan dan kegelian yang tak tertahankan, akhirnya Getot memanggil nama makhluk raksasa itu.

Episodes
1 Permulaan
2 Hari yang nahas
3 Terlahir kembali
4 Terlahir kembali bag 2
5 Lorong Kelelawar
6 Dinding Berukir
7 Lorong Neraka
8 Lorong Neraka Bag 2
9 Udara Segar
10 Lorong Bambu
11 Tekad Getot
12 Harta Karun
13 Kedai Tuak Sudarmin
14 Akibat Hawa Nafsu
15 Ditelan Udhet
16 Lorong Pelatihan
17 Panca Indra
18 Kemarahan Getot
19 Kemarahan Getot Bag 2
20 Obat Buat Udhet
21 Pertemuan Tak Terduga
22 Pertemuan Tak Teduga Bag 2
23 Kilas Balik
24 Kilas Balik 2
25 Tapal Bantam
26 Gendar Sukma dan Banyu Hitam
27 Tengkorak Hidup
28 Getot Yang Perkasa
29 Pertarungan Sengit
30 Portal Ghaib
31 Buto Ijo
32 Ki Amuraka Ternyata....
33 Pedang Naga Laknat
34 Penambahan Gelar
35 Peningkatan Banyu Hitam
36 Perpisahan
37 Padepokan Sarang Tawon
38 Ki Semakun
39 Titik Hitam
40 Tetangga Yang Baik
41 Kedatangan Warga
42 Air Terjun Rancawangi
43 Banjir Dadakan
44 Lepas Kendali
45 Tiga Bidadari
46 Satu Lawan Semua
47 Formasi Kalajengking
48 Tapal Bantam Menggila
49 Banjar Seta
50 Meninggalkan Desa
51 Gubuk Derita
52 Janji Manis
53 Hasrat Baru
54 Kuping Rampok
55 Kawung
56 Lima Iblis
57 Lima iblis bag 2
58 Kekuatan yang mencengkram
59 Ilmu Pengendalian Diri
60 Gerombolan harimau hitam
61 Raja Klewang Dari Utara
62 Jebakan Maut
63 Pembantaian
64 Pedang Keramat Naga Laknat berkobar
65 Bab 65
66 Bab 66
67 Bab 67
68 Bab 68
69 Bab 69
70 Bab 70
Episodes

Updated 70 Episodes

1
Permulaan
2
Hari yang nahas
3
Terlahir kembali
4
Terlahir kembali bag 2
5
Lorong Kelelawar
6
Dinding Berukir
7
Lorong Neraka
8
Lorong Neraka Bag 2
9
Udara Segar
10
Lorong Bambu
11
Tekad Getot
12
Harta Karun
13
Kedai Tuak Sudarmin
14
Akibat Hawa Nafsu
15
Ditelan Udhet
16
Lorong Pelatihan
17
Panca Indra
18
Kemarahan Getot
19
Kemarahan Getot Bag 2
20
Obat Buat Udhet
21
Pertemuan Tak Terduga
22
Pertemuan Tak Teduga Bag 2
23
Kilas Balik
24
Kilas Balik 2
25
Tapal Bantam
26
Gendar Sukma dan Banyu Hitam
27
Tengkorak Hidup
28
Getot Yang Perkasa
29
Pertarungan Sengit
30
Portal Ghaib
31
Buto Ijo
32
Ki Amuraka Ternyata....
33
Pedang Naga Laknat
34
Penambahan Gelar
35
Peningkatan Banyu Hitam
36
Perpisahan
37
Padepokan Sarang Tawon
38
Ki Semakun
39
Titik Hitam
40
Tetangga Yang Baik
41
Kedatangan Warga
42
Air Terjun Rancawangi
43
Banjir Dadakan
44
Lepas Kendali
45
Tiga Bidadari
46
Satu Lawan Semua
47
Formasi Kalajengking
48
Tapal Bantam Menggila
49
Banjar Seta
50
Meninggalkan Desa
51
Gubuk Derita
52
Janji Manis
53
Hasrat Baru
54
Kuping Rampok
55
Kawung
56
Lima Iblis
57
Lima iblis bag 2
58
Kekuatan yang mencengkram
59
Ilmu Pengendalian Diri
60
Gerombolan harimau hitam
61
Raja Klewang Dari Utara
62
Jebakan Maut
63
Pembantaian
64
Pedang Keramat Naga Laknat berkobar
65
Bab 65
66
Bab 66
67
Bab 67
68
Bab 68
69
Bab 69
70
Bab 70

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!