Mellifluous
Hai ketemu lagi...
Ini cerita kedua choco 😁
Semoga suka ya
Selamat membaca. Jangan lupa vote, comment nya juga. Lebih baik lagi kalau ada yang kasih saran dan tanggapan.
*******************************
"Micha..." panggilan itu tak menghentikan ku sama sekali.
Aku terus melangkah dengan cepat, menyusuri trotoar jalan. Hujan yang mengguyur satu jam lalu membuat jalanan cukup licin sehingga rawan kecelakaan. Tapi apa peduliku, aku hanya ingin menjauh dari sini secepatnya.
"Micha... berhenti sebentar," aku kembali tak menggubris sama sekali laki – laki yang sedari tadi mengejarku.
Dengan seragam SMA lengkap, aku melangkah tampa menghiraukan genangan air bercampur lumpur merusak seragamku.
Air mata menetes bercampur dengan keringat yang mengalir dari rambut ku yang terlihat acak acakan. Hasil pergulatan sengit dengan perempuan yang seumuran mama. Dan cakaran yang sekarang mulai terasa perih, bekas kuku tajam gadis remaja yang tampak seumuran dengan ku.
Hingga beberapa saat kemudian kembali terdengar langkah kaki cepat yang diluar bayanganku.
"Micha, sayang. Jangan seperti ini, kita bisa bicarakan masalah ini," katanya saat tangganku ditangkap dengan paksa.
Dia berhasil mengejarku. Laki – laki itu terlihat kacau, wajahnya tak pernah semuram ini. Aku tak pernah melihatnya seperti ini. Tapi semenyedihkan apapun raut wajah yang dia buat malam ini, aku tak akan mengasihaninya sama sekali.
"Lepas!" bentak ku.
Sambil berusaha menghentakkan tanganku yang digenggam kuat oleh laki – laki itu.
"Micha, jangan seperti ini. Ayo kita cari tempat teduh dulu, kita bicara disana," katanya ketika rintik hujan kembali turun.
"Apa lagi yang mau anda bicarakan? Bukankah sudah cukup? Saya sudah mendengar semuanya. Perempuan ja*ang itu sudah merebut semua yang mama miliki? Apa lagi yang ingin ada jelaskan? Kenapa anda tidak pergi saja dengan perempuan ja*ang itu? Jangan pernah menampakan wajah anda pada kami," ujarku sambil menahan tangis yang menyeruak keluar.
"Apa perempuan ja*ang? Dasar gadis kasar! Apa perempuan itu tak pernah mengajarkanmu sopan santun?" bentak perempuan yang tadi saling jambak denganku.
"Gwen, jangan ikut campur."
Laki – laki itu kembali menatapku, wajahnya cemas dan kesedihan menenggelamkan mata coklatnya yang selalu menatapku hangat.
Perempuan yang dipanggil Gwen memilih menutup mulutnya dan tak lagi ikut campur dengan pembicaraan kami.
"Lepas!" bentakku sekali lagi. Dan kali ini genggaman tangan laki – laki itu terlepas dengan mudah.
"Sekarang anda bebas, saya tak akan pernah mempertanyakan apa yang akan anda lakukan lagi. Anda bebas bersama perempuan ja*ang ini dan hidup bahagia bersama anak haram kalian." Aku berbalik setelah mengatakan itu dengan isakan tangis yang sudah tak bisa lagi kutahan.
"Kamu," geram seseorang dari belakangku, tapi aku tak mempedulikan mereka lagi.
"Hannah!"
Bersamaan dengan bentakkan yang terdengar dari belakang, cengkraman kuat pada rambutku terasa. Kali ini gadis bernama Hannah itulah pelakunya.
"Berani beraninya kamu mengatai mamaku perempuan ja*ang," gadis itu tarus saja menarik rambutku, "Apa? Anak haram? Kamu yang anak haram."
Kepalaku terasa sakit dan panas karena tarikan kuatnya. Kurasa sebentar lagi semua rambutku akan tercabut dari kepalaku. Tak ingin kalah, aku menginjak kaki dengan sepatu ku. Membuatnya berteriak kesakitan. Cengkramannya di rambutku terlepas, aku langsung menampar pipinya. Dan menatapnya tajam.
Tapi itu hanya menimbulkan pertikaian yang lain. Wanita bernama Gwen itu langsung menamparku balik begitu melihat putri kesayanganya di tampar oleh gadis kotor sepertiku.
"Berani beraninya kamu menyentuh putriku?" bentaknya, aku tekejut dengan nada bicaranya yang semakin tinggi.
"Cukup!" ucap laki – laki yang ada disebelahku.
"Mas..."
"Dasar perempuan ja*ang!" teriak ku kesal pada wanita itu.
Dan seketika dia mendorongku dengan kuat membuatku melangkah mundur dan kemudian terhuyung – huyung jatuh dari trotoar.
Laki – laki yang berdiri disebelahku mencoba menangkapku, tapi disaat yang bersamaan sebuah truk melintas dan suara tabrakan kuat terdengar.
"Papa!" teriakan itu menggema ditelingaku.
Bersamaan dengan itu aku terbangun dengan keringat membanjiri tubuhku. Nafasku memburu. Bandanku bergetar ketakutan memikirkan kejadian dalam mimpiku. Aku meneguk segelas air di atas lemari kecil di samping tempat tidur ku.
"Papa," lirihku.
Aku menekuk lutut, mendekatkannya ke arahku. Meringkuk dan memeluk diriku sekuat mungkin. Kepalaku tenggelam dalam lenganku dan isakan tangis terdengar di kamar.
Malam ini aku tak bisa tidur lagi.
***
"Nggak bisa ma... Rere nggak bisa pulang minggu ini. Kan bulan lalu Rere udah pulang buat cobain resep baru mama."
Terdengar suara rengekan mama yang khas seperti anak kecil yang nggak kebagian kue. Tapi itu hanya berlangsung sebentar saat aku bilang akan bawa Raka untuk ikut pulang. Suara mama langsung berubah, menjadi nyonya-nyonya kolong melarat yang berwibawa.
Jurus paling ampuh, Raka Saveri Abel Pollitton. Musuh bebuyutan aku dan Mama.
"Mama, tau. Tapi kan sayang sama voucher nya, kapan lagikan dapat discount 40% buat kursus disana... ayolah re, kamu cuma perlu datang sekali habis itu biar mama yang tanganin sisanya."
"Rere usahain ya ma, tapi rere nggak janji, lagian mama ada ada aja deh. Masa voucher buat kursus masak harus cantumin nama sama foto rere. Kenapa nggak nama mama aja"
"Habisnya chef nya ganteng, mana tau nanti kecantol sama kamu," gumam mama di seberang telepon.
"Aha, udah ketebak kemana jalan cerita 'Insiden Voucher Masak' nya mama," jawabku sambil menyuap nasi goreng.
"Makanya jangan bawa Raka pulang, nanti bisa kacau rencana mama," suara mama terdengar terlalu bersemangat di seberang telepon, membuatku makin curiga.
"Kayaknya ide buat bawa Raka harus aku pertimbangin deh ma, biar di bilang pasangan pengantin baru yang belajar masak, kan lebih keren."
"Rere!" teriak mama.
"Hahaha.... Iya deh, Rere tutup ya, udah terlambat nih," aku melirik jam dinding di ruang tamu.
"Mmmm... Jangan lupa makan, nanti maag kamu kambuh lagi loh. Istirahat yang cukup jangan banyak begadang. Jangan pulang dengan wajah kucel kayak bulan lalu. Mama sampai nggak bisa bedain kamu sama kain pel."
"Iya, walaupun kucel aku tetep anak mama yang paling syantik. Dah.. Rere tutup dulu ya. Bye ma. Muah," kecup ku dari seberang telepon.
Setelah panggilan telepon dari mama berakhir, aku kembali melanjutkan sarapan.
Perkenalkan, namaku Adresia Michael Polliton, kalian bisa panggil aku Adre atau Rere. Aku hanya wanita biasa dengan tinggi 160 cm. Anak pertama dari 2 bersaudara. Pemilik saudara paling menyebalkan yang pernah ada.
Namanya Raka Saveri Abel Pollitton. Aku sudah menyebutkannya tadi. Mendengar namanya saja sudah membuatku enek, apalagi melihat wajahnya.
Saudaraku, ralat maksudku adikku adalah seorang laki laki yang entahlah bagi sebagian wanita menyebutnya ganteng dan hot. Tapi aku tidak tau deskripsi tadi berasal dari mana. Ya ku akui untuk seorang laki laki yang berusia 21 tahun dia cukup lumayan. Lumayan yaa.
Tapi dibandingkan dengan papaku. Raka? Bah, langsung KO. Kalau kata mama nih, Raka bisa dibilang ganteng kalau dilihat pake sedotan dari atas Monas!
Tapi hot? Who Knows. Mungkin ada yang liat Raka dengan sedotan Aqua gelas dari atas Monas. Atau kalau nggak, mungkin saja cewek-cewek itu kebanyakan begadang nonton film korea makanya nggak bisa bedain yang mana makhluk astral dan cowok ganteng.
Karna Raka yang aku tau itu, adalah makhluk yang menyebalkan yang pernah ku kenal. Di dunia ini jika ada kontes saudara teraneh, Raka akan jadi pemenangnya. Aku seratus persen yakin itu. Tapi, walaupun wewegobel satu itu aneh, dia tetap yang terbaik dari yang terbaik. Dan aku menyayanginya.
Upayaku menghabiskan sarapan akhirnya berhasil, aku menyambar tas yang ku taruh di sofa di ruang depan, dan berangkat ke kantor.
Aku tinggal di apartemen seorang diri, apartemenku ini hanya bersisi satu ruang tamu, ruang makan sekaligus dapur, dua kamar dan satu kamar mandi. Itu sadah cukup bagiku yang hanya tinggal sendirian, ya walaupun terkadang Raka sering mengisi kamar yang satu lagi jika ia pulang dari koasnya.
Dua puluh menit kemudian aku sampai dan langsung melangkah ke ruanganku. Aku bekerja disebuah perusahan sebagai asisten manager keuangan.
"Pagi semua," sapaku pada seluruh karyawan yang ada di departemen keuangan. Semuanya menoleh ke arahku dan tersenyum. Aku melewati kubikel karyawan lain karena letak ruanganku paling ujung di departemen ini.
"Pagi mbak rere... morning Coffee dulu mbak." Tawar Rita salah satu karyawan yang baru keluar dari pantry dengan membawa satu mug yang mengepul dengan aroma kopi.
"Lanjut ta. Gue masuk dulu."
Begitu memasuki ruangan, aroma strowbery langsung menyeruak dalam indra penciumanku. I love strowbery. Jadi ruangan kantor, rumah, dan kamarku memiliki pengharum yang sama. Bagiku aroma strowbery menenangkan pikiranku. Setelah meletakan tas, aku langsung beralih ke beberapa dokumen yang harus ku kerjakan hari ini.
Sementara aku tertimbun dalam laporan yang harus diselesaikan hari ini, ketukan pintu menyadarkanku.
"Re.. lo nggak ikut rapat, bukannya lo gantiin mbak Mel rapat hari ini?" tanya Dimas. Salah satu rekanku di divisi keuangan. Aku dan Dimas sudah berteman lama, plus dia juga senior di club di kampusku.
"Oh.. my god, gue lupa. Dim jam berapa sekarang?" aku benar benar lupa, aku bangkit dan mengambil beberapa dokumen yang kuperlukan untuk rapat pagi ini.
"Jam 9:45 cepatan, kalau nggak lo bakal terlambat. Rapatnya bentar lagi mulai," setelah mengatakan itu, Dimas langsung beranjak dari ruanganku.
"Thanks Dim,"
"Hmmm, gih sana," lalu Dimas menghilang dari ruanganku.
Dengan kecepatan Usain Bolt aku keluar, berjalan dengan cepat ke ruang rapat. Aku menekan tombol lift. Seperti ingin menjahiliku, liftnya masih saja stak di lantai 2. Aku langsung menuju tangga darurat dan naik ke lantai 6, toh cuma dua lantai nggak masalahlah dari pada terlambat.
Aku bekerja di La-Gufta group. Merupakan perusahan besar yang bergerak di bidang real estate. Kondominium, townhomes, gedung perkantoran, hotel, pusat perbelanjaan, perumahan, dan beberapa properti industri yang cukup terkenal milik La-Gufta group.
Sedangkan tempatku bekerja adalah salah satu dari pusat perbelanjaan. Setelah menghabiskan beberapa menit menaiki tangga, akhirnya aku sampai didepan ruang rapat. Setelah mengtuk pintu dan masuk keruangan. Kulihat banyak pasang mata menatapku.
"Maaf saya terlambat," ku berikan mereka tatapan dan senyum sungkan. Lalu aku duduk di kursi kosong di meja yang berbentuk persegi panjang. Setelah berhasil duduk dan meletakan dokumen diatas meja, ku lihat Kevin yang meliriku di seberang sana. Dia menatapku tajam, seolah berkata:
Kenapa bisa terlambat, kan dari kemarin udah gue ingetin.
Aku hanya meringis melihat tatapan Kevin. Lalu kembali mengarahkan pandangan ke Pak Yono yang sedang menerangkan strategi pemasaran. Menjelang giliranku, aku merasa gelisah. Ada sesuatu yang mengganjal dari rapat ini, aku merasa tak nyaman karena itu. Walaupun aku berusaha untuk fokus tapi tetap saja perasaan itu mengganjal.
Aku menyisir ruang rapat. Memeriksa keadaan. Tak ada yang aneh, semua orang terlihat fokus dengan pemateri di depan. Saat aku merasa lega karena tidak ada yang salah, aku tak sengaja mengalihkan tatapanku pada kursi di meja paling ujung, kursi CEO.
What The Hell He is Doing Here?
Laki laki itu sedang berbisik dengan Pak Ardi yang ada disebelahnya. Lalu tatapan kami bertemu di udara. Dia tersenyum menyebalkan.
Aku spontan mendorong kursiku mundur, bersembunyi di balik tubuh Pak Mohan yang ada di sebelah kiriku. Beruntung dengan tubuh Pak Mohan yang tambun dapat menutupi sebagian tubuhku.
Oke, kenapa laki-laki keturunan setan itu ada disini?
Aku melirik laki-laki di depan sana. Wajah datar dan mata tajam itu menatapku. Terkejut, aku perlahan-lahan kembali mendekat kearah Pak Mohan. Bersembunyi dibalik tubuhnya sambil menginspeksi keadaan.
Sementara aku sibuk memahami apa yang terjadi. Laki-laki itu malah santai. Dia terlihat akrab dengan Pak Ardi direktur pusat perbelanjaan ini. Melihat dari pakaian, pesona yang dikeluarkan dan tatapan intimidasi yang diarahkannya saat rapat. Dan cara dia bertanya dengan tone dingin dan tegas khas seorang pemimpin penuh kharisma.
OH MY GOD
Mungkinkah...
Keano Ardana Shagufta CEO baru Perusahaan ini?
Keano Shagufta, L-Gufta Group.
***
Terima kasih untuk vote and comment nya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Bagus Effendik
mampir bawa like n rate 5
mampir juga ya kak
novel T O H
2021-01-10
1
momnya🦆🐊Algi
visualnya tolong jangan kartun dong 🙏😁😁
2020-10-31
2
momnya🦆🐊Algi
aku baru mampir nih... boom like.😘
2020-10-31
2