Part 5: Kean, Si Raja Setan

"Hebat lo mbak, gue aja sampai bertepuk tangan liat aksi heroik lo barusan." Rita dan aku kembali ke lantai empat, setelah memberi pelajaran pada dua cewek gatel di toilet wanita.

"Lo yang terbaik," kata Rita sambil memberikan dua jempolnya untukku.

"Ya dong! Siapa dulu, Rere," ujarku ikut bangga. Rita hanya terkekeh melihat reaksiku.

"Kok lo bisa kepikiran buat rekam pembicaraan mereka di toilet sih?" Tanya Rita saat kami masuk dalam lift menuju lantai empat.

"Rekam? Oh itu, gue nggak rekam apa apa ta, gue cuma gertak mereka aja sama rekaman palsu. Biar mereka jera." Itu betul, aku tak merekam apa apa di toilet. Hanya saja aku butuh sesuatu untuk membuat mereka tak mengulang omong kosong yang sama. Apalagi sampai menjelek jelekan orang lain. Makanya aku bilang bakal sebarin rekaman mereka agar mereka tutup mulut.

Karena adegan di parkiran aku harus menanggung rumor memalukan seperti ini. Dasar laki laki kejam. Aku jadi curiga Kean sengaja melakukannya saat itu.

"Apa? Lo serius mbak? Jadi itu cuma boongan," Rita terlihat terkejut. "Gue kira benaran ada rekaman suara mereka." Dia lalu menyerahkan ponselku yang sedari tadi di genggamnya.

"Thanks," aku menerimanya dan memasukannya dalam saku jasku. "Lagian rekaman kayak gitu juga nggak berguna ta, Pak Kean dan Pak Ardi nggak bakal ngurusin masalah bawahan kayak kita. Apalagi gosipnya nggak masuk akal kayak gitu, selama tidak mengganggu perusahaan, itu bukan masalah yang bakal di urus sama pimpinan seperti mereka. Jadi gue cuma mau gertak mereka aja."

Yah, walaupun aku cukup dekat dengan Pak Ardi karena dia sahabat papa. Tapi untuk masalah seperti ini, itu bukan tanggungjawab beliau untuk mengurusi masalah pribadi bawahannya. Aku bertemu Pak Ardi empat tahun yang lalu. Karena aku sering melibatkan diri dalam acara perusahaan sehingga aku dekat dengan beberapa atasan. Salah satunya adalah anaknya Pak Ardi, Mbak Elyza. Selain karena dia atasanku, keaktifanku juga membantu kedekatan kami. Awalnya Mbak Elyza adalah manajer keuangan dan aku masih karyawan biasa di DK. Lalu aku diangkat menjadi asisten manajer sama mbak Elyza dan Mbak Meli sebagai Manajer Keuangan yang baru menggantikan Mbak Elyza.

Mbak Elyza sekarang pindah ke cabang perusahaan yang ada di luar negeri mengikuti suaminya yang juga pindah kesana. Aku sering bertemu dengan Mbak Elyza sebelum dia menikah, dan saat Pak Ardi mendengar nama belakangku yang merupakan nama keluarga papa. Dia lalu memperkenalkan diri sebagai teman dekat papa. Makanya sejak saat itu aku dekat dengan Pak Ardi dan keluarganya, tetapi tak pernah sekalipun Pak Ardi mencampuri urusanku di kantor dengan masalah pribadinya. Walaupun sebagian orang yang melihat dari jauh mengira ada favoritisme karena aku dekat dengan beliau. Untungnya rekan rekan satu timku tau situasiku dengan baik. Dan mereka juga tau sifat Pak Ardi yang keras dan tegas.

***

Seminggu berlalu. Event tahunan perusahaan akan diselenggarakan dalam tiga hari kedepan. Aku akhirnya pindah ke kantor pusat. Aku menunggu lift selama lima menit karena dari tadi semua lift penuh, akhirnya aku bisa masuk dengan sedikit berdesakan dengan karyawan lain. Setelah menemui HRD, aku akhirnya naik ke lantai 30, tempat ruang CEO dan timnya berada.

Setelah memperkenalkan diri dengan karyawan lain yang satu tim denganku, aku bergerak menuju kursi dan meja yang telah disediakan untukku. Pada dasarnya lantai 30 dikhususkan untuk ruang CEO dan timnya. Sedangkan ruang Kean tepat berada paling ujung dari lantai ini. Menempati setengah dari lantai tiga puluh. Aku meletakan tas di atas meja dan mengeluarkan beberapa barangku. Sendal, sepatu, perkakas kantor, pengharum ruangan, pencuci muka, makanan ringan, dan bantal leher. Ini sudah menjadi kebiasaanku, peresiapan wajib: amunisi sebelum perang.

Dalam tim baru ini ada tujuh karyawan termasuk aku. Pak Myer lebih tua dua hingga tiga tahun dari Mbak Meli. Terdapat dua ruang meeting di lantai ini, satu dengan kapasitas 5 orang, satu lagi dengan kapasitas 15 orang. Ruang perpustakaan. Lalu tiga sofa dan satu meja tempat istirahat dengan satu set TV LCD. Dua pantry, satu khusus karyawan satu lagi khusus atasan.

Begitu selesai merapikan sedikit barang barangku, aku bergerak kearah ruang CEO. Di depan ruangan, terdapat meja khusus untuk sekretaris. Tak butuh waktu lama aku meletakkan buku agenda, tas, dan beberapa keperluan lain yang aku butuhkan, lalu terdengar suara sapaan dari karyawan lain. Ternyata Kean baru saja masuk.

Aku berdiri merapikan sedikit stelanku hari ini yang berupa kemeja peach dan rok putih selutut. Dan menyapanya dengan sopan. Kean meliriku sebentar. Dia menggunakan kemeja biru dengan stelan Armani yang pas untuk tubuhnya. Aura dingin dan dominan terasa jelas darinya. Wajahnya yang datar membuatku bertanya tanya apa yang sedang dipikirkannya saat ini. Aku menghela nafas berat setelah Kean masuk ke dalam ruangannya.

***

Tak!

"Ulangi!" terdengar suara Kean yang menggema di dalam ruangannya.

"Sudah berapa lama kamu bekerja disini tapi membuat laporan saja masih tidak becus?" Aku menarik map yang akan ku berikan pada Kean. Melihat suasana hatinya hari ini aku rasa kami semua akan jadi sasaran empuk kemarahannya. "Keluar dari ruanganku!" Edra keluar dari ruangan Kean dengan wajah di tekuk.

Dia melirikku sebentar, lalu beralih menatap map yang sedangku genggam.

"Mbak Adre juga mau kasih laporan?" Tanya Edra saat aku melangkah kearahnya. Edra adalah karyawan junior dikantor. Dan yang membuatku takjub sikap rajin Edra. Hingga Pak Myer dan Mbak Alya menamainya 'Penjaga Gedung'. Kurasa itu karena dia yang selalu membuka pintu kantor karena datang paling awal.

"Iya, gimana situasi di dalam?" tanyaku cemas. Edra menggelengkan kepala pertanda medan perang penuh gencatan senjata. Aku menghela nafas berat. Setelah memberikan semangat padaku, Edra kembali ke tempatnya.

Ok, tarik nafas dalam dalam, lalu hembuskan. Tarik nafas, hembuskan. Aku mengulang treatment yang sama hingga ku rasa perasaan yang tenang. Ku dorong pintu kayu mahoni di depanku dan melangkah ke dalam ruangan Kean.

Sudah seminggu sejak aku pindah ke kantor pusat. Event tahunan perusahaan berjalan lancar. Kami semua kocar kacir dan lembur beberapa hari sebelum event di adakan. Tetapi itu masih belum cukup, karena tidak lama setelah itu acara ulang tahun perusahaan akan di adakan dalam seminggu kedepan. Dua karyawan dari departemen lain di peruntukan untuk membantu kami, tapi masih saja pekerjaan tak henti mengantri untuk diselesaikan. Meeting disana sini, laporan ini, laporan itu, cek persiapan ballroom, catering, meja dan kursi, pencahayaan, soundsystem, dan hal hal kecil lainnya.

Memasuki ruangan Kean, bulu kudukku langsung merinding. Hening, dingin dan suasana mencengkam dari pria di depanku membuatku ingin melangkah mundur. Aku menyodorkan map yang berisi persiapan acara ulang tahun perusahaan.

Kean memeriksanya dengan wajah datar. Sesekali kerutan muncul di dahinya. Aku ketar ketir meneliti ekspresinya yang dingin. Taku takut gunung merapi bernama Kean meledak didepanku.

"Sudah berapa persen persiapan yang selesai?" Tanya Kean dengan sorot mata tajam kearahku. Aku menelan ludah gugup.

"Sekitar tujuh puluh persen pak," Kean kembali membaca laporan yang ku buat.

Tak!

"Persiapan Galeri?" Kean seketika bergerak maju dari kursinya, menegakkan tubuhnya dan menautkan kedua jari tangannya diatas meja. Dia kembali menatapku dingin.

"Lukisan yang sudah di akuisisi sudah di simpan di tempat penyimpanan. Tapi masih ada beberapa lukisan yang terkendala saat proses akuisisi dan masih diusahkan curator. Selain itu, ini," aku menyerahkan katalog yang telah di tulis oleh curator, "Ini katalog yang telah ditulis oleh curator". Kean membaca dengan teliti katalog yang aku serahkan. Setelah itu dia kembali menatapku.

"Minta dia untuk mempercepat akuisisi lukisan yang masih belum selesai. Dan satu lagi, minta bagian persiapan untuk memberikan laporan mereka padaku hari ini juga."

"Baik." Aku keluar dari ruangan Kean dan menghubungi Dira yang bertugas di bagian persiapan.

Aku mengecek jam di desktop komputer, baru jam 10 siang. Aku kembali menyelesaikan beberapa dokumen yang sudah tertumpuk diatas meja. Meraih kaca mata yang ku taruh di atas meja, aku kembali dimakamkan dalam tumpukan dokumen. Dira datang, membawa laporan persiapan yang diminta Kean.

Kemudian dia masuk ke dalam ruangan Kean. Tak berapa lama terdengar suara teriakan Kean dari dalam ruangan. Kean menghubungiku melalui intercome dan memintaku untuk masuk. Apalagi sekarang?

"Micha!" ucapnya penuh amarah. Aku bingung melihatnya mengarahkan amarah kepadaku. Sementara Kean berteriak marah padaku, aku melirik Dira yang sedang menundukan kepalanya karena takut menghadapi kemarahan Kean.

"Ya pak," aku bergegas kearahnya, berdiri di sebelah Dira.

"Apa kamu belum memberik hasil notulen rapat pada Dira? Kenapa undangannya masih belum di kirim? Dan ini?" Kean melemparkan laporan yang dibuat Dira kearahku. Aku menangkapnya dan melihat apa yang menjadi penyebab kemarahan Kean.

"Apa kamu tak bisa bekerja dengan becus? Lihat apa yang sudah kamu lakukan? Saya sudah tekankan untuk tidak menggunakan service mereka untuk acara puncak karena mereka tidak bekerja dengan becus tahun lalu. Dan kenapa hadiah yang disiapkan melebihi tamu yang datang? Kamu membuat perusahaan mengeluarkan dana dengan sia sia!" teriak Kean kearahku.

Ajssghdfshfj! Kamvret!

Aku menghela nafas kasar. Sejujurnya ini bukanlah kesalahanku, Dira yang yang tak bekerja dengan benar. Pada awalnya Dira dan Timy di tugaskan untuk membantu ku. Tapi semua pekerjaan mereka tak ada yang beres.

Permasaalahannya adalah Kean selalu menuntutku untuk mengajarkan dan bekerja sama dengan mereka.

Tapi apakah aku harus mengawasinya terus seperti anak kecil yang jatuh dan terluka jika dibiarkan sendiri.

"Pak, ini bukan salah saya. Saya sudah memberikan notulen rapat pada Dira dan Timy. Bapak bisa lihat, saya juga sudah cc ke bapak melalui e-mail. Selain itu, hardcopy nya juga sudah saya serahkan pada bagian persiapan lengkap dengan notes di setiap lembarnya berisi apa yang harus dilakukan. Apa ini masih salah saya? Saya sudah katakan berulang kali padanya untuk bertanya jika ada yang tak dia mengerti atau jika ada yang tak bisa dia handle, tapi dia tak pernah bertanya sekalipun. Dan memilih bekerja sendiri." Begitu aku membela diri, Kean menatap nyalang kearahku.

Dira masih menundukan wajahnya. Badannya gemetar, dan sesegukan terdengar dari mulutnya.

"Apa saya harus pantau dia seperti anak kecil? Saya juga punya kerjaan yang harus saya selesaikan pak, tak hanya mengawasi dan membimbing dia melakukan pekerjaan yang sudah jadi makanan sehari hari karyawan disini." Aku menarik nafas dalam dalam. Menatap Kean tajam.

"Bukankah saya sudah bilang untuk kerjasama? Apa kamu tak mendangarkan saya sedikitpun? Apa membimbing dia terlalu sulit untuk dilakukan?" teriak Kean membuat Dira terkejut dan sesegukannya semakin jelas.

"Apa saya harus membimbing orang yang tak punya sedikitpun niat untuk belajar?"

"Jangan melimpahkan kesalahan pada orang lain, Micha!" Aku tak habis pikir dengan kemarahan Kean.

Sejujurnya aku sudah tidak bisa berkata kata dengan situasi ini. Kenapa kesalahan Dira bisa menjadi kesalahaku? Aku memijit dahiku yang terasa berdenyut. Mencoba meredam amarah, jika kami berdua sama sama terbawa emosi, bisa dipastikan masalah ini tak akan selesai.

"Baik! Saya yang akan menyelesaikan semuanya." Aku keluar dari kantor Kean. Melangkah kearah meja ku dan mengambil ponsel. Menelepon seseorang yang mungkin bisa membantuku.

"Hallo, Dim, lo dimana?"

***

(Kean, Michael, dan Dira)

Jangan lupa vote and comment nya juga ya.

Terimakasih ^^

Jangan lupa tetap jaga jarak, pakai masker dan cuci tangan. Mari perangi corona bersama 😉

Terpopuler

Comments

momnya🦆🐊Algi

momnya🦆🐊Algi

visualnya kenapa harus kartun 😥

aku syuuukaaa... cerita novelnya.

2020-10-31

2

Tiara Holika

Tiara Holika

novel ini paling deteal ceritain tentang kantor, pengalaman pribadi author ya...
tetap semangat thor dlm bekarya...

2020-10-27

1

lihat semua
Episodes
1 Part 1: What The Hell He's Doing Here?
2 Part 2: Keano Ardana Shagufta
3 Part 3: Nggak Papah, Buat Nggak Ngelakuin Apa-apa
4 Part 4: Kalau Ngomong Itu Didepan Orangnya Langsung
5 Part 5: Kean, Si Raja Setan
6 Part 6: Pingsan
7 Part 7: Dasar Bos Lucknut!
8 Part 8: Disconcert
9 Part 9: Bos Tsadeest!
10 Part 10: Stalker
11 Part 11: Kakak - Adik
12 Part 12: Kenapa Dia Bisa Ada Disini?
13 Part 13: Kean, Stalker!
14 Part 14: Bon Cabe Level 29 Vs Bon Cabe Level 30
15 Part 15: Sekawanan Bebek
16 Part 16: Sekarang! Atau Aku Akan Dimakan Hidup Hidup
17 Part 17: Gosip
18 Part 18: Gosip (2)
19 Part 19: Why? Why? Why?
20 Part 20: Pembalasan
21 Part 21: Alexi
22 Part 22: Bertahanlah Micha
23 Part 23: Trio Kwek Kwek
24 Part 24: Oh Mama!
25 Part 25: Permintaan Pertama Kean
26 Part 26: Sungguh Mengejutkan
27 Part 27: Rasa Malu Yang Haqiqi
28 Part 28: Awkwardness
29 Part 29: I Can Be You Boyfriend
30 Part 30: Single Terhormat
31 Part 31: Kean Cemburu!
32 Part 32: Dasar Anak-anak!
33 Part 33: Kamu Sekretarisku atau Wanitaku?
34 Part 34: Aku Hanya Wanita Yang Selumer Mentega Di Wajan
35 Part 35: Drama Picisan
36 Part 36: Penjahat Imut
37 Part 37: Apa Dia Masih Mau Menerimaku?
38 Part 38: Perisaimu
39 Part 39: Aku Akhirnya Punya Pacar
40 Part 40: Hari Pertama
41 Part 41: Bang Toyib
42 Part 42: Amukan Kean
43 Part 43: Hanabi
44 Part 44: Ketahuan !!!
45 Part 45: Announcement
46 Part 46: Aku Ingin Masuk Ke Lubang Tikus
47 Part 47: Bertemu Kakek
48 Part 48: Bertemu Kakek (2)
49 Part 49: Aku Akan Membuktikan Jika Aku Pantas
50 Part 50: Kean, Yandere?
51 Part 51: The Vampire Diaries
52 News
Episodes

Updated 52 Episodes

1
Part 1: What The Hell He's Doing Here?
2
Part 2: Keano Ardana Shagufta
3
Part 3: Nggak Papah, Buat Nggak Ngelakuin Apa-apa
4
Part 4: Kalau Ngomong Itu Didepan Orangnya Langsung
5
Part 5: Kean, Si Raja Setan
6
Part 6: Pingsan
7
Part 7: Dasar Bos Lucknut!
8
Part 8: Disconcert
9
Part 9: Bos Tsadeest!
10
Part 10: Stalker
11
Part 11: Kakak - Adik
12
Part 12: Kenapa Dia Bisa Ada Disini?
13
Part 13: Kean, Stalker!
14
Part 14: Bon Cabe Level 29 Vs Bon Cabe Level 30
15
Part 15: Sekawanan Bebek
16
Part 16: Sekarang! Atau Aku Akan Dimakan Hidup Hidup
17
Part 17: Gosip
18
Part 18: Gosip (2)
19
Part 19: Why? Why? Why?
20
Part 20: Pembalasan
21
Part 21: Alexi
22
Part 22: Bertahanlah Micha
23
Part 23: Trio Kwek Kwek
24
Part 24: Oh Mama!
25
Part 25: Permintaan Pertama Kean
26
Part 26: Sungguh Mengejutkan
27
Part 27: Rasa Malu Yang Haqiqi
28
Part 28: Awkwardness
29
Part 29: I Can Be You Boyfriend
30
Part 30: Single Terhormat
31
Part 31: Kean Cemburu!
32
Part 32: Dasar Anak-anak!
33
Part 33: Kamu Sekretarisku atau Wanitaku?
34
Part 34: Aku Hanya Wanita Yang Selumer Mentega Di Wajan
35
Part 35: Drama Picisan
36
Part 36: Penjahat Imut
37
Part 37: Apa Dia Masih Mau Menerimaku?
38
Part 38: Perisaimu
39
Part 39: Aku Akhirnya Punya Pacar
40
Part 40: Hari Pertama
41
Part 41: Bang Toyib
42
Part 42: Amukan Kean
43
Part 43: Hanabi
44
Part 44: Ketahuan !!!
45
Part 45: Announcement
46
Part 46: Aku Ingin Masuk Ke Lubang Tikus
47
Part 47: Bertemu Kakek
48
Part 48: Bertemu Kakek (2)
49
Part 49: Aku Akan Membuktikan Jika Aku Pantas
50
Part 50: Kean, Yandere?
51
Part 51: The Vampire Diaries
52
News

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!