Sebenarnya di usia sekarang tak pantas rasanya mengejar-ngejar wanita. Masanya sudah lewat. Tinggal kenangan dan nostalgia. Entah kenapa si Priti ini membuatku mabuk kepayang. Macam anak muda umur tiga puluhan. Setiap menit tergelitik ingin menulis pesan menanyakan sedang apa, lagi di mana atau sudah makan siang? jangan terlambat, jaga kesehatan. Kenapa lagi aku begitu perduli? bukan istri, bukan kekasih, bukan siapa-siapa, ahh membuat tak fokus bekerja.
Sedang melamunkan tiba-tiba jantung serasa copot oleh bunyi handphone. Hah! Dia!
"Hallo Bu Priti? gimana?"
"Bisa ketemu pak Berry siang ini atau sore? ilustrasinya saya bawa-bawa terus."
"Aduh, siang ini saya nggak bisa."
Aku menggaruk-garuk kepalaku dan memicingkan mata. Karena sedang memeriksa pekerjaan karyawanku.
"Kalau begitu sore saja ya Pak."
"Iya saya usahakan deh, di kantor ku saja ya, nanti aku kirim alamatnya."
"Ok, sore ini ya pak?"
Ia sekali lagi memastikan. Aku sudah tak bisa beralasan. Kasihan juga. Biarlah nanti sore
kutunggu dirinya di kantorku yang merangkap tempat tinggalku jika ke kota ini.
Kuingat-ingat dia mungkin perempuan ke lima belas yang mampu menawanku. Sudah sangat lama sejak pernikahanku yang masih berlangsung hingga sekarang. Perempuan pertama yang kusentuh dan memberiku dua anak laki-laki adalah pilihan orang tuaku. Aku masih sangat muda saat itu ketika ayah menikahkan aku dengannya. Bertahan empat tahun. Selanjutnya aku pergi meninggalkan keluarga kecilku itu untuk merantau.
Di perantauan itu aku mengenal Ekawati, Diana juga Ema. Aku menikahi mereka dan meninggalkan mereka.
Tiba di Jakarta dan berhasil menjadi mahasiswa di kampus terkenal. Aku bertekat menyelesaikan kuliahku agar mendapatkan pekerjaan yang terbaik. Menjelang kelulusan tiba-tiba seorang gadis cantik dan mungil kulihat tinggal di rumah ibu kost. Dibalik kecantikkannya ada sesuatu yang membuatnya murung.
Dengan berpura-pura bertamu aku menemui ibu kost. Lalu menanyakan siapa gadis itu, karena aku baru melihatnya. Ibu kost memanggil perempuan itu dan mengenalkannya padaku. Dia keponakkan ibu kost yang baru datang dari Sumatra.
Sejak perkenalan itu hampir setiap pulang dari kuliah aku mampir. Membawakan ibu kost martabak atau pisang goreng. Kami menikmatinya bersama. Dia membuatkan teh manis panas untukku.
Setelah sering membawakan oleh-oleh dan makanan, suattu ketika aku meminta ijin pada ibu kost mengajaknya menonton. Ibu kost mengijinkan, katanya pada keponakkannya itu, 'Pergilah sesekali keluar, biar tak suntuk kepala memikirkan persoalan itu.'
Aku merasakan bahwa perempuan ini adalah cintaku. Aku sangat bahagia berada di sampingnya. Mau melakukan apa saja untuknya. Aku berjuang hingga titik darah yang terakhir. Karena calon suaminya tiba-tiba datang meminta maaf dan mengajaknya menikah. Ia hampir kembali kepada laki-laki itu.
Aku memintanya untuk mempertimbangkan lagi. Laki-laki tunangannya telah menyakitinya. Dan itu pasti akan terulang.
Kenapa tidak membuka lembaran baru? dengan seseorang yang telah jatuh cinta padanya.
Afrida, nama perempuan itu sempat terombang ambing. Dan aku memenangkan hatinya. Selesai wisuda aku melamarnya sebagai istriku. Bersama dirinya aku menghabiskan waktu hingga belasan tahun. Dan tiba-tiba cinta itu menguap seperti embun. Rumah kami sunyi selama itu. Dia tak bisa memberikan aku seorang gadis kecil atau laki-laki kecil. Sementara aku merindukan tangan-tangan mungil yang menampari wajahku, memeluk dan menangis minta gendong.
Sangat menyakitkan. Aku meninggalkan semuanya dan mulai dari nol.
Dia tak mau berpisah denganku. Namun berbulan-bulan sebelumnya aku sudah menjalin cinta dengan seorang perempuan bertubuh langsing dan cantik. Ia juga memiliki karier yang bagus.
Kami sudah merencanakan menikah dan membeli rumah.
Aku sudah menemui orang tuanya. Seluruh keluarganya menyukaiku dan menyetujui pernikahan kami.
Ketika itu aku berjanji dia adalah wanita yang terakhir di kehidupanku.
Tidak akan ada yang lain lagi.
Bersamanya aku mendapatkan tiga anak yang cantik dan ganteng. Aku sangat membanggakan anak-anak dari istriku ini. Tidak ada kekurangannya lagi.
Tapi rencana tinggal rencana, aku bertemu perempuan manis yang kemudian memberiku seorang putra.
Jauh setelah pernikahan-pernikahan tersebut seorang gadis belia memasuki pula kehidupanku. Gadis belia yang memberiku dua anak perempuan yang cantik. Sebenarnya aku tak menginginkan hal tersebut. Tetapi terjadi begitu saja. Aku seorang pria yang biasa saja. Agak gendut dan tidak tinggi. Cara berpakaianku juga tak rapi. Yang penting nyaman dan bersih. Sesekali saja aku tampil rapi serta berkharisma. Entah apa yang membuat perempuan-perempuan menyukaiku dan mau kunikahi. Aku dan hidupku urakkan, semauku sendiri.
Handphone berbunyi lagi. Oh Priti menelpunku, ternyata sudah sore.
"Saya otw ke kantor bapak."
"Oh, ok saya sebentar lagi pulang."
Tak terasa ternyata sudah jam empat sore. Kusuruh supir mengantarku pulang.
Pekerjaan proyek tersebut dilanjutkan besok lagi.
Supir memarkirkan mobil di bawah pohon mangga. Aku melihat motor yang biasa dipakai oleh Priti. Aku cilungukan mencari sosoknya.
"Pak, saya di sini!"
Ternyata ia sudah masuk ke teras kantor yang juga tempat tinggalku.
Aku berjalan menghampirinya, kemudian duduk bersebelahan dengannya. Di teras ada meja dan kursi-kursi untuk karyawan duduk.
"Mau minum apa?, sebentar ya kuambilkan minum."
Aku membuka pintu dan masuk ke dalam. Sempat terpikir bagaimana caranya agar ia masuk ke dalam?
Sudah lama sekali aku tak merasakan pelukkan wanita.
"Sini dong masuk, di dalam saja."
Aku berusaha semampuku.
"Di luar saja pak, di sini anginnya enak, sepoi sepoi."
Aku keluar membawa botol minum dingin.
Ia mengeluarkan ilustrasi dan mulai menjelaskannya. Mataku berusaha menembus ke balik hijabnya. Namun dia rapi sekali. Dan tertutup. Jadi yang bisa kupandangi adalah bibirnya yang komat kamit. Hidung serta lentik bulu matanya.
"Gimana Pak? apakah sudah jelas?"
"Sudah, berapa semua preminya?"
Dia cemberut, karena sudah berulang kali mengatakan jumlah totalnya.
Akhirnya dia menuliskannya di kertas.
"Jadi deal pak? tanda tangan ya.?
Aku pun menanda tangani aplikasi yang sudah ia siapkan, kudengar ia bergumam berkali. 'Alhamdulillah, alhamdulillah, pasti nanti rejekinya makin banyak pak.'
Aamiin yra, sahutku.
"Besok jangan lupa transfer sejumlah yang saya tulis ya pak."
"Ok, hadiahnya apa nih?"
Aku mencuri pandang dan tersenyum.
"Iya, nanti ada di kantor, termos air panas ya."
Hemmm. Aku bergumam.
"Dah selesai, saya pulang dulu, biar pak Berry juga bisa istirahat."
Dia membereskan berkas-berkas dan memasukkannya ke dalam tas. Lalu bergegas ke tempat parkirnya.
Aku mengikutinya di belakang.
"Nggak usah diantar pak Berry, berani kok."
Dia menghindariku yang begitu dekat dengannya.
"Ngantar di sini aja kok." sahutku.
Dia menaiki motornya, aku naik ke belakangnya dan memeluk pinggangnya.
Auuu! ich! ich pak Berry lepasin!
Priti panik dan hampir jatuh motornya, aku tertawa dan melepasnya.
"Gila ya pak Berry!"
Kemudian ia ngebut meninggalkanku yang berdiri dengan masih tersenyum.
Wangi tubuhnya masih tertinggal di bajuku. Hemmm.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Christian Lenny Elisabeth
berapa kali kawin? bingung
2021-06-03
0
Caramelatte
so far so good
2020-11-29
1
Manhattan Queen
Si Berry ini banyak juga anak dan mantan istrinya 😁😁
2020-11-23
1