Jam delapan lebih Priti baru sampai di rumah. Si bungsu keluar menyambutnya. Menolong mendorong motor ke ruang tamu. Menutup pintu dan membawakan tasnya ke meja kerja.
"Terima kasih Dek, sudah makan?"
Bungsunya yang baik dan perhatian menjawab lembut, "Sudah, gimana dengan Mom?"
"Alhamdulillah Dek, tadi ditraktir ibu Grace."
Alhamdulillah, gumam anaknya.
Priti memang tak perlu cemas dalam hal masakkan dan makanan. Selain ia selalu mengisi lemari es dengan bahan bahan makanan. Seperti ungkep ayam goreng, ikan, teri medan, telur, tempe, tahu. Berbagai bahan bumbu hingga sayuran yang sudah bersih. Anak perempuannya tinggal memasak saja. Hari sabtu dan minggu biasanya mereka belanja keperluan makanan, membersihkannya dan menyusun di lemari pendingin.
"Mom, minum teh hangatnya."
Ternyata Lili anaknya yang nomer tiga telah membuatkan teh panas untuknya.
"Wah! terima kasih kak, mom memang pengen minum teh panas."
Priti duduk di meja dan menghirup teh panas buatan putrinya.
Hampir jam sebelas malam ketika Priti mulai mengantuk. Sebelumnya ia memeriksa hangphone yang telah tercharger penuh. Priti mengerutkan kening saat membuka pesan whatsapp. Beruntun masuk pesan serta foto. Priti melihat profile yang ternyata adalah pria yang bertemu di kantor dinas. Priti agak terkejut. Karena ia menyangka pria itu hanya basa basi saja. Ternyata ia mengirim data seluruh kelurganya. Istri dan anak anaknya.
"Ini data data keluarga saya, tolong buatkan ilustrasi programnya ya."
Priti membuka beberapa foto ktp. Tiga orang anak perempuan dan satu wanita seumuran dirinya.
Priti segera membalas, " Terima kasih pak Dokter, besok saya coba buatkan ya. Maaf baru balas, tadi handphone lowbat."
"Ok, nggak apa apa."
Aku.
Hampir jam sebelas ketika aku terkejut oleh suara handphone yang tergeletak tak jauh dari tubuhku.
Langsung saja kubalas. Priti membalas whatsapp begitu lama. Setelah aku balas, ia melihat dan kemudian menghilang. Perempuan itu mungkin sudah tidur. Sedikit sekali ia menulis pesan, hemmm.
Aku menunggu berharap ada pesan lagi, tapi agaknya perempuan itu sudah tidur.
Padahal aku mengirim pesan sejak siang dan perempuan itu baru membalasnya saat hari telah malam. Aku menunggu sangat lama. Memeriksa Wa beberapa kali. Aku tak bisa tidur. Ia membuka lagi whatsapp dan melihat nama perempuan itu, Priti P.
Ia sangat penasaran, dan akhirnya membuka facebook. Ia mencari nama yang sesuai dan menemukannya. Wajahnya sama dengan yang ia lihat tadi siang. Priti Prisdiana, nama perempuan itu. Aku meminta pertemanan dan menunggu sangat lama hingga ia membuka facebooknya.
Keesokkannya perempuan itu menelpunku, katanya ilustrasinya sudah ready.
"Dok, saya sudah membuat ilustrasinya. Apakah bisa bertemu untuk melihatnya."
Terdengar suara yang agak terburu buru, "Oh, bagaimana kalau sore setelah isya. Saya sedang meeting di kantor pemda."
"Habis isya, ok baiklah."
Priti menutup telpun. Aku tersenyum, mengirim pesan, "Aku belum mengirim ktpku ya?"
"Oh, iya belum ada ktp bapak."
Aku segera mengirim ktp ku.
Biar dia tahu namaku, dan tidak lagi memanggilku dokter.
Priti membacanya, Ir. Berry Berrianto
Priti tentunya terkejut, ternyata aku bukan seorang dokter. Wanita itu pasti sedang menekap mulutnya. Dia selalu memanggilku dengan dokter.
Priti menulis pesan, " Ok, maaf saya pikir dokter."
Aku membalas, "Nggak apa apa."
Priti bilang, ia akan pergi ke mall untuk menghabiskan waktu. Tak terasa senja telah tiba. Priti mengambil handphone untuk menelpunku. Padahal aku menulis pesan untuknya sejak jam dua. Aku melihat ia online jam empat dan menahan senyumku.
"Bisa bertemu di kafe Olivia? saya sekarang ada di sini."
Ketika Priti memeriksa pesan tersebut ternyata dikirim dua jam yang lalu. Segera Priti menulis pesan.
"Pak Berry masih di olivia?"
Langsung aku membalasnya, "Oh, saya sudah keluar kota sekarang. Maaf ya besok siang saja di kantor dinas."
Lama baru perempuan itu membalas pesanku.
"Baiklah, sampai jumpa besok."
Kubalas dengan cepat, ok.
Aku membuat Priti agak frustasi. Ia mungkin segera pulang ke rumah, atau ke suatu tempat untuk mencari uang. Teringat sebentar lagi bulan September. Jika ia tak bisa mengembalikan uang kerjasama yang telah terpakai maka ia akan kehilangan mobilnya. Ia sangat tergantung dengan mobilnya tersebut. Tanpa mobil itu langkahnya terbatas. Priti menangis dalam doa doanya kepada Allah. Semua memang kesalahannya. Tak bisa mengembangkan bisnis yang dipercayakan padanya. Bisnis bangkrut dan ia harus mengembalikan uang kerjasama sebesar seratus lima puluh juta. Mobilnya memang adalah pemberian orang tua, berharga sekitar dua ratus jutaan. Mobil itu juga ia masukkan suratnya ke sebuah bank. Jadi kepalanya serasa ingin pecah memikirkan uang yang harus ia bayarkan pada teman juga pada bank. Beban itu ia pikul sendirian. Suaminya telah meninggal, ia bekerja dan hanya memikirkan anak anaknya.
Saat saat yang menegangkan bagi Priti, dua bulan lagi jatuh tempo perjanjiannya dengan teman itu. Priti sudah mananda tangani kesanggupan untuk membayar pada pertengahan bulan September. Jika tidak maka mobil kesayangannya akan menjadi milik temannya. Jelas sekali uang tidak mengenal saudara apa lagi hanya teman. Semua adalah kesalahannya. Ia menerima kebangkrutannya, menerima harus menganti uang yang dititipkan padanya. Juga harus membayar bank. Sementara ia juga menyekolahkan empat anak. Priti beberapa kali juga sudah mengirim pesan pada sepupunya di kampung. Ia sangat butuh uang penjualan tanah untuk menebus mobilnya. Sepupunya bilang masih terus berusaha.
Pagi pagi teman sekantornya menelpun, mereka harus pergi ke luar kota untuk mengurus proyek yang tertunda.
Priti sempat menimbang nimbang. Ia ada janji denganku. Tapi disisi lain ia sedang mengejar uang yang besar untuk menyelesaikan masalahnya. Ia memutuskan akan pergi dengan ibu Yulia. Urusan denganku baru mulai, sedangkan urusan proyek dengan bu Yulia sudah mendekati finis. Priti memilih menghabiskan waktu dengan bu Yulia. Ia mengambil mobilnya untuk berusaha mencari uang. Di dalam perjanjian memang Priti boleh memakai mobilnya. Karena ia harus berusaha mencari uang. Bagaiman ia bisa mendapatkan uang sementara mobil ditahan. itu sama saja dengan mengambil mobilnya. Alasan Priti cukup masuk akal, tetapi Priti harus mengembalikan mobil tersebut ketika sore. Terpaksa Priti menyanggupi perjanjian itu.
Sekitar satu setengah jam mengenderai mobil, akhirnya mereka sampai. Keduanya telah ditunggu untuk berbincang bincang mengenai kerjasama. Kesepakatan akhirnya ditanda tangani, apa apa yang menjadi hak dan kewajiban juga sudah mengerti. Awal bulan Agustus realisasi pembayaran telah dijadwalkan. Paling telat menurut direktur akhir bulan Agustus. Priti berdebar. Jika akhir Agustus mereka menerima pembayaran proyek, artinya mobil kesayangan selamat. Ya Allah, tolong mudahkan proyek ini. Priti berdoa dan memohon pada Rabbnya.
"Semoga proyek kita lancar ya Bu," Priti menatap bu Yulia.
Perempuan temannya itu tahu yang tengah menimpanya. Ia ikut prihatin, tapi tak bisa banyak membantu. Hanya terus menyemangati dan berusaha mendesak direktur untuk segera memulai kerjasama.
"Bu Priti sih terlalu lama di Medan. Kalau kemarin kemarin kita mengurus proyek ini pasti sudah cair."
Ibu Yulia menyalahkan Priti. Dan perempuan itu beralasan, ia takut jika proyek itu gagal. Ia bisa kehilangan mobilnya. Karena itu ia menyempatkan pulang untuk menjual tanah warisan dari ayahnya.
"Perjanjian dengan Lisa bulan September ya, mudah mudahan paling telat pembayaran akhir Agustus."
Keduanya saling menatap, Priti ingin menangis. Ia harus bersabar dua bulan lagi untuk memiliki seutuhnya mobil miliknya. Teringat betapa merananya setiap sore mengembalikan mobilnya ke rumah Lisa. Ia harus naik angkot pulang ke rumah. Kadang kehujanan dan kedinginan. Anak anak juga menderita. Biasanya diantar dan jemput ke sekolah. Saat ini mereka terpaksa naik angkot. Priti beberapa kali meminta maaf pada anak anaknya. Alhamdulillah anak anaknya sangat mengerti dan faham. Mereka tak masalah berangkat dan pulang dengan angkot.
Priti menaro mobilnya di gerasi Lisa kemudian pulang dengan naik motor. Bayangan akhir Agustus ia akan mendapatkan pembayaran proyek membuatnya tabah dan bersabar. Mudah mudahan tanah di kampung juga terjual. Priti terkembang harapannya. Sampai di rumah dan membersihkan diri, baru Priti bisa membuka handphone. Ada beberapa pesan di Whatsaap.
Aku mengiriminya pesan bahwa aku menunggu ilustrsi. Priti membalas dan meminta maaf, karena ia ada pekerjaan di luar kota.
Dengan cepat aku membalas, "Ok, saya kembali ke kota ini minggu depan, Sore ini saya ke Jakarta."
"Ok, sampai ketemu minggu depan," balas Priti sembari mematikan handphone.
Aku menggeleng gelengkan kepala, dia tak selalu membuka hp. Aku merasa ia sangat acuh juga sangat sibuk. Ia tak terlalu mengejarku, seperti yang dilakukan yang lain. Membuatku penasaran saja.
Bersambung
Cikidot, terima kasih sudah membaca dan kasih like, komen dan vote
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Fira Ummu Arfi
lanjuuutttttt kak 😁
tinggalin jejak jg di Novelku yaa ASIYAH AKHIR ZAMAN 🥰
2021-09-22
0
👑Meylani Putri Putti
aku mampir lg. bawa paket lengkap like 5 rate dan favorite
2021-04-09
0
Mommy_Asya
Hadir thor
2021-03-19
0