–Aster–
Sesampainya di kediaman paman merah, aku disambut oleh kak Hana di depan pintu rumah. Paman meminta kak Hana untuk mengantarku ke kamarku sedangkan dia terlihat buru-buru kembali masuk ke dalam mobilnya setelah melihat layar ponselnya.
Aku sendiri tidak tau apa yang dilihat paman sampai dia begitu tergesa-gesa seperti itu. Tak lama kemudian mobil paman melaju meninggalkan kediamannya.
“Kak Hana, paman mau kemana?” Tanyaku memberanikan diri sambil berjalan disampingnya yang menggeret koper milik ku.
“Ah tuan, mungkin menemui nyonya di kediamannya.” Jawabnya sambil tersenyum kearahku.
Kak Hana memang terlihat baik dan ramah padaku, dia membantuku membersihkan tubuhku pagi tadi sebelum paman mengantarku pulang. Dan entah kenapa aku menyukai kehangatan dari tatapan dan senyumannya. Rasanya seperti aku melihat ibuku dalam dirinya, tapi wajahnya sangat jauh berbeda dan tak ada kemiripan. Tentu saja, kak Hana kan bukan kerabat ibu. Apa yang ku pikirkan?
“Kenapa paman tidak tinggal bersama ibu dan ayahnya?” Lanjutku kembali bertanya, entah kenapa aku merasa penasaran pada paman berambut merah itu.
“Saya juga kurang tau.” Jawabnya terlihat bingung.
“Kak Hana tau nama paman merah itu?” Tanyaku lagi masih berjalan disampingnya.
“Paman merah?” Gumamnya.
“Iya—aku tidak tau namanya dan lupa bertanya. Jadi aku memanggilnya paman merah, he—hehe ....” Jelasku bersamaan dengan tangan kak Hana yang memutar knop pintu kamar dihadapan kami.
“Hhehe... kamu lucu ya, jangan menyebutnya paman merah saat kalian sedang bersama ya. Bisa-bisa tuan Arsel marah padamu.” Tuturnya sambil memasuki ruangan itu dan aku mengekorinya dari belakang.
“Arsel?” Gumamku saat mengetahui nama paman itu.
“Ya, nama lengkapnya Arselio Veren. Nah sekarang kamu istirahat dulu, saya akan ambilkan barang lainnya di ruang tamu.” Jelasnya sambil meninggalkanku sendirian di kamar yang bisa dibilang sudah menjadi kamar pribadiku sekarang.
Arselio Veren? batinku bertanya-tanya saat mendengar nama paman yang memiliki marga yang sama denganku.
Tak lama kemudian kak Hana datang bersama sebuah kardus berukuran sedang di tangannya, dengan cepat aku berlari mendekatinya setelah melepaskan ransel dipunggungku.
“A—ada apa Aster?” Tanyanya sambil meletakan kardus itu di lantai dekat dengan tempat tidur empuk yang pernah ku tiduri.
“Aster mau–” Jawabku terhenti saat kak Hana meraih tangan kananku, membuatku menengadah melihat kearahnya berdiri.
“Tuan meminta saya untuk menyiapkan makan siang untukmu, jadi kamu harus makan dulu setelah itu kamu bisa membereskan barang-barangmu.” Tuturnya membuatku segera bangkit dari posisi berjongkok ku.
“Kakak sudah memasak makan siang untuk Aster?” Tanyaku segera mendapat anggukan cepat dari kak Hana dan membuatku merasa gembira.
“Paman kapan pulang?” Lanjutku sambil mengekori kak Hana menuju ruang makan.
“Tuan bilang akan pulang besok atau lusa.” Jawabnya membuatku merasa sedih, entah kenapa aku merasa kesepian tanpa paman. Padahal kami baru bertemu kemarin malam, dan lagi paman juga baru pergi beberapa menit yang lalu. Tapi rasanya ... aku merindukan paman.
***
–Arsel–
Aku benar-benar tak bisa kabur dari situasi menyebalkan ini. padahal aku ingin menanyakan banyak hal pada anak itu, tapi sepertinya malam ini aku tak akan bisa kembali ke rumahku. Apa Aster baik-baik saja ya? Ku harap Hana menjaganya dengan baik.
Duh kenapa aku mengkhawatirkan anak itu? Batinku merasa gelisah.
“Ada apa Arsel?” Suara ibu meruntuhkan lamunanku.
“Tidak ada.” Jawabku sambil melahap hidangan makan malam dihadapanku, mencoba untuk tak memperdulikan lingkungan sekitarku. Khususnya wanita berambut pirang dihadapanku.
Ya, dia adalah wanita yang dijodohkan denganku oleh ibuku dan orang tuanya. Seharusnya dia dijodohkan dengan kakak ku, tapi dia terlalu dingin dan semakin menyebalkan belakangan ini.
Saat ibu memintanya pulang untuk acara perjodohannya dengan Michelle, wanita berambut pirang dihadapanku ini. Kakak selalu mencari alasan supaya tidak dijodohkan dengannya, dan dia berhasil membuat ibu menyerah sampai melempar perjodohan itu padaku. Menyebalkan bukan?
Tapi kalau diingat lagi, kakak tidak pernah mau mencari pengganti kak Helen saat mereka berpisah dulu. Mungkin karena dia masih mencintai wanita itu, jadi dia tak bisa membuka hatinya untuk wanita lain.
“.... Kalau begitu Arsel akan mengantarmu besok. Ya kan nak?” Suara ibu kembali meruntuhkan lamunanku.
Apa yang mereka bicarakan? Aku tak mendengarkannya, batinku bertanya-tanya sambil mencuri-curi pandang pada ibuku yang mungkin dia bisa menjelaskan kembali ucapannya.
“Michelle akan menghadiri pesta pernikahan teman dekatnya, kamu bisa mengantarnya kan?” Tuturnya membuatku sedikit berkeringat dingin saat menatap manik hitam milik ibuku itu. Terlihat tajam dan penuh ancaman.
“Ka—kalau Arsel tidak bisa menemaniku, aku bisa pergi sendiri ko tante.” Lanjut wanita berambut pirang itu membuatku menghela napas lega.
“Kalau begitu pergi sendiri saja, aku ada rapat besok–” Ucapku sebelum melahap potongan daging sapi kedalam mulutku.
“Arsel,” Ucap ibu membuatku tersentak, “kamu bisa menundanya kan?” Lanjutnya sambil melirik kearah Michelle membuatku ikut melirik kearah wanita itu.
Menyebalkan! Batinku menggerutu saat melihat ekspresi wajahnya yang terlihat murung.
“Hem, baiklah aku akan mengantarmu besok.” Lanjutku berusaha berbicara setenang mungkin.
“Benarkah?” Tanyanya dengan sorot mata lebih hidup dari sebelumnya, dan entah kenapa ekspresinya mengingatkanku pada anak itu.
Aster. Batinku sambil memperhatikan garpu dan pisau ditanganku.
"Tante senang deh, akhirnya kamu bisa bertemu dengan Arsel." Tutur ibu mulai asik berbicara dengan Michelle dan melupakan kehadiranku.
Si Kakak bodoh itu, tidak bisakah dia pulang dan gantikan aku disini? sejak awalkan ini perjodohannya dengan Michelle. Kenapa aku harus menggantikannya? Gerutuku merasa kesal dengan kelakuan kakak ku sendiri.
Wanda .... Lanjutku mengingat teman kecilku itu.
Setelah puas melamun, aku mengingat hal penting yang ku lupakan. Ya surat! seharusnya aku membaca surat dari bi Siti saat sampai di rumahku. Tapi aku malah tergesa-gesa pergi ke rumah ibu dan melupakan semuanya.
“Kalau begitu aku pamit ke kamarku dulu.” Ucapku mengusaikan makan malam hari ini dan bergegas pergi ke kamarku untuk mengambil surat dari dalam jas abu yang ku kenakan siang tadi.
Ku harap jas nya masih ada disana, batinku mengoceh, mengingat beberapa pelayan di rumah ini senang sekali keluar masuk kamarku untuk membawa pakaian kotor dan mencucinya.
Benar saja dugaanku, kini ku lihat seorang pelayan keluar dari dalam kamarku dengan membawa jas abu ditangannya. dengan cepat aku berlari kearahnya dan menghentikannya.
"Ma–maaf tuan saya lancang, seharusnya saya bertanya dulu apakah–" Tuturnya tak ku perdulikan.
Ku rebut jas abu itu dari tangannya dan mengeluarkan sebuah amplop putih dari dalam saku jas ku. Setelah mendapatkannya, aku langsung mengembalikan jas itu ketangan pelayan dan memintanya pergi.
"Untunglah masih sempat, jika terlambat sedikit saja ... entah bagaimana nasib amplop ini? mungkin berakhir menjadi bubur kertas atau, sudahlah aku hanya perlu membacanya sekarang." Ocehku sambil memasuki kamarku dan mengunci diri dari dalam.
.
.
.
Thanks for reading...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
nonk sa
lucu
2021-12-30
0
Maret
bikin halu
2021-12-30
0
「Saha」¹³
Namanya Arsel Aster
2021-12-17
0