–Aster–
Pagi ini paman mengantarku pulang setelah selesai sarapan pagi bersamanya, bahkan dia benar-benar meminta kak Hana untuk memasak makanan untuk ku. Sepertinya paman aneh ini mengkhawatirkanku, terlihat jelas dari sorot matanya.
Saat ini aku berada di dalam mobil mewah miliknya dan duduk disampingnya yang sedang memainkan ponselnya, sementara aku hanya bisa menikmati pemandangan gedung-gedung tinggi dibalik kaca jendela mobil disampingku.
“Ada apa?” Suara paman mengejutkanku yang sedang asik melamun.
“Eng—enggak ada ... aku cuma kepikiran sama PR-ku yang belum ku kerjakan.” Jawabku melantur, aku tidak bisa bilang padanya kalau aku merindukan nenek dan ibu kan? Rasanya setiap hari aku selalu merindukan ibu dan nenek.
Apalagi sejak mereka pergi meninggalkanku, aku sering memimpikan hari-hariku bersama dengan ibu dan nenek. Rasanya benar-benar menyenangkan, tapi saat aku terbangun dari tidurku aku merasa—sedih.
“Ku kira kenapa.” Ucapnya kembali meruntuhkan lamunanku.
“Kita sudah sampai tuan muda.” Tutur pak supir sambil menepikan mobilnya dipinggir jalan.
“Benar disini rumahmu?” Tanya paman terlihat memperhatikan sebuah rumah bercat hijau disebelah kiri jalan.
“Iya,” Jawabku sambil mengangguk, “Terima kasih karena sudah mengantarku pulang, dan terima kasih untuk makanannya juga.” Lanjutku berusaha memberikan senyuman terbaikku sambil menunjukan tas berisi kotak makanan sebelum kami berpisah.
Lalu pintu mobil disebelahku terbuka, ku lihat ada pak supir yang membukakan pintunya dari luar. Kemudian tanpa banyak bicara lagi aku langsung keluar turun dari mobil mewah itu.
“Tunggu Aster,” Suara paman menghentikan langkahku, “Apa aku boleh mampir?” Lanjutnya membuatku mengangguk cepat tanpa banyak berpikir, karena aku sudah tak sabar ingin menemui bi Siti dan suaminya. Mereka pasti senang saat melihatku membawa banyak makanan enak untuk kami semua.
Ku lihat paman turun dari dalam mobilnya dan berjalan mendekatiku sambil membenarkan jas abu yang dikenakannya. Entah kenapa aku malah mengizinkannya mampir ke rumah. Bahkan hatiku merasa senang tanpa alasan, padahal kami baru bertemu. Mungkin karena selama ini tak ada yang pernah mengunjungiku semenjak nenek dan ibu pergi. Jika pun ada, mereka hanya para tetangga yang baik padaku.
“Aster!” Teriak bi Siti membuatku segera berlari mendekatinya.
“Bibi.” Ucapku segera memeluk tubuhnya.
“Kamu darimana saja nak? Bibi sangat mengkhawatirkanmu, kenapa semalam tidak ada di rumah? Apa kamu baik-baik saja?” Tanyanya bertubi-tubi dengan sorot mata khawatirnya dan sesekali menciumi puncak kepalaku.
“Aster baik-baik saja kok bi, maaf sudah membuat bibi khawatir ... ah iya, Aster bawa makanan enak buat bibi dan paman.” Jawabku sambil mengulas senyum dan menunjukan tas berisi makanan di tanganku.
“Lain kali kalau mau pergi keluar bilang-bilang dulu sama bibi ya ....” Tuturnya terdengar khawatir membuatku merasa bersalah karena tidak meminta diantar pulang oleh paman semalam.
Seandainya aku langsung meminta diatarkan pulang setelah selesai makan malam, mungkin bibi tak akan memasang ekspresi sedih seperti itu. Tapi kalau semalam aku minta diantar pulang, aku benar-benar akan merepotkan paman.
“Untunglah Hana memasak banyak makanan untukmu ya, jadi kamu bisa memakannya bersama ibumu dan membagikannya pada–” Suara paman mengalihkan perhatian bibi.
“Tuan ini? wah dia kerabatmu ya nak? Syukurlah dia datang, kamu pasti senang kan bisa bertemu dengannya. Akhirnya kamu tidak sendirian lagi.” Tutur bibi memotong ucapan paman, membuat paman itu terkejut.
Ah sepertinya bibi salah paham. Batinku sambil tersenyum tipis padanya.
“Ma—maaf saya bukan–” Jelas paman terhenti saat merasakan tangan bibi menepuk bahunya dengan ekspresi berseri-serinya. Entah kenapa wajahnya benar-benar terlihat lucu.
“Kita bicara di dalam saja ya.” Ucap bibi sambil menarik tangan paman menuju rumahnya.
“A—anu bibi, paman ini hanya mengantarku pulang. Aku tidak mengenalnya ....” Tuturku berusaha menjelaskan semuanya pada bibi sambil mengikuti langkahnya, ku lihat paman menoleh padaku dan tersenyum tipis sambil menganggukan kepalanya. Apa itu semacam ucapan tidak apa-apa?
“Duduklah nak.” Ucap bibi mempersilahkan paman duduk saat kami sampai di dalam rumah, “Aku siapkan dulu teh hangat untukmu ya, tunggu sebentar. Aster juga bantu bibi yuk.” Lanjutnya membuatku sedikit ragu untuk meninggalkan paman di ruang tamu sendirian, tapi keraguanku menghilang saat melihat anggukannya lagi dengan senyuman yang lebih lebar dari sebelumnya. Ku sunggingkan senyuman lebar padanya sebelum pergi menyusul bibi ke dapur.
Sesampainya di dapur, aku menyimpan tas berisi makanan ditanganku ke atas meja dan mendekati bibi yang sedang bersenandung. Terlihat begitu senang, “Syukurlah ....” Gumamnya sambil meraih puncak kepalaku dan mengusapnya dengan lembut.
Sebenarnya apa yang bibi pikirkan? Batinku bertanya-tanya dengan suasana hatinya hari ini.
Setelah airnya mendidih bibi langsung menyeduh teh hangat untuk paman, memasukan sedikit gula lalu mengaduknya dengan hati-hati.
“Aster bawa ini ke ruang tamu ya, bibi mau membawa sesuatu di kamar bibi.” Ucapnya membatku mengangguk paham dan segera membawa cangkir teh dihadapanku menuju ruang tamu, lalu kembali ke dapur untuk membawa dua cangkir teh lainnya secara bergantian.
Aku tidak bisa membawanya sekaligus diatas nampan kan? Lagipula bibi tak akan mengizinkannya, bibi terlalu khawatir padaku. Dan aku tak bisa membuatnya terus mengkhawatirkanku, jadi aku menurut saja.
Ku lihat paman kembali menunjukan senyumannya dan meletakan cangkir teh ditangannya keatas meja dihadapannya. Sepertinya dia baru meminumnya.
“Bibimu baik ya,” ucapnya membuatku mengulas senyum tipis dan berlari mendekatinya, “Jadi dimana ibu dan nenekmu?” Lanjutnya bersamaan dengan kedatangan bibi.
“Maaf sudah membuatmu menunggu.” Ucap bibi membuatku berjalan mendekatinya yang sudah duduk dihadapan paman itu, terhalang oleh sebuah meja.
Ku lihat paman juga memasuki ruang tamu sambil tersenyum padaku dan beralih menatap paman berambut merah itu, aku lupa menanyakan namanya.
***
–Arsel–
Suasana menegangkan apa yang ada dihadapanku ini? batinku merasa begitu tegang memperhatikan wajah pasangan paruh baya dihadapanku dan berganti menatap wajah Aster yang tersenyum tipis padaku saat mata kami bertemu pandang.
“Jadi orang ini kerabatnya Aster ya.” Suara pria paruh baya itu mengejutkanku.
“I—itu ....” Gumamku merasa bingung, sebenarnya ada apa dengan keluarga ini? kenapa mereka mengira aku kerabatnya anak ini? dan lagi aku harus menjawab apa?
“Aster sayang, bibi harus memberitaumu soal ini padamu. Tadinya bibi tidak ingin menjual rumah yang kau tempati kepada orang lain, tapi saat ini bibi membutuhkan uang dan mereka siap membeli rumah itu kapanpun. Syukurlah pamanmu datang disaat yang tepat–” Jelasnya membuatku semakin bingung.
“Rumah itu? Bukankah itu rumah ibuku?” Tanya gadis kecil itu terlihat terkejut untuk beberapa saat.
“Bukan sayang, ibu dan nenekmu hanya menyewa rumah itu dari bibi.” Jawab wanita itu dengan suara lembutnya sambil mengelus puncak kepala anak disampingnya.
“Jadi Aster tidak punya rumah?” Tanyanya, kali ini dengan sorot mata yang sudah berkaca-kaca dan suaranya yang sedikit bergetar. Sepertinya dia mencoba menahan tangisnya.
“A—anu ....” Ucapku mengalihkan perhatian wanita itu.
“Ah maaf, aku melupakanmu.” Ucapnya sambil tersenyum ramah dan meletakan sebuah amplop putih di atas meja, tepat dihadapanku.
“Nak Helen menitipkan ini pada ibunya sebelum kepergiannya, lalu ibunya menitipkan surat itu pada kami sebelum menyusul putrinya. Dan saat ini Aster hidup sendirian di rumahnya, aku sempat mengkhawatirkannya dan ingin mengadopsinya. Tapi syukurlah kamu datang diwaktu yang tepat, Aster juga pasti senang kan? Akhirnya ada kerabatmu yang mau menjadi walimu.” Lanjut seorang pria disampingnya membuatku terkejut dan semakin tak mengerti dengan ucapannya.
Apa dia bilang? Anak ini hidup sendirian di rumahnya? Dan kenapa tak ada kerabatnya yang mau merawatnya saat ibu dan neneknya telah tiada? Semua pertanyaan itu memenuhi kepalaku, bahkan saat ini aku merasa begitu yakin kalau dia benar-benar ... anaknya Helen, Helen yang ku kenali.
.
.
.
Thanks for reading...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
veronicarismaa1
gas thor
2022-08-02
0
Risfa
mangatt
2022-08-01
0
Astuty Nuraeni
aku bacanya merinding kak
2022-04-10
3