–Aster–
Ku buka mataku perlahan saat mendengar gumaman seseorang, merasakan kehangatan selimut tebal ditubuhku dan keempukan kasur yang ku tiduri.
Rasanya benar-benar nyaman dan berbeda dari biasanya, tunggu! Seingatku kami tak memiliki selimut tebal dan kasur empuk seperti ini.
Dengan cepat ku kerjapkan mataku saat menyadari ruangan asing disekitarku. Lalu Aku paksakan tubuhku untuk bangun dari posisi terbaringku saat melihat seorang pria dewasa berambut merah yang duduk disampingku, matanya benar-benar serius memperhatikanku. Dan itu membuatku merasa takut.
Ku tarik selimut yang menutupi setengah tubuhku sampai keatas hidung, menutupi setengah wajahku dari pandangannya.
Ke—kenapa paman ini terus menatapku seperti itu? Batinku merasa takut saat melihat tatapan selidiknya.
“Tidak salah lagi, anak ini versi kecilnya Helen. Tapi warna rambutnya ....” Gumamnya membuatku terkejut saat melihat wajahnya begitu dekat dengan wajahku, matanya juga menatap dalam pada mataku dan membuat rasa takutku semakin bertambah.
Ada apa dengan paman ini? kenapa dia ... barusan paman ini bilang apa? Aku—versi kecilnya Helen? Kenapa dia bisa tau nama ibuku? Batinku bertanya-tanya bersamaan dengan degupan jantungku yang terus berpacu.
Bagaimana bisa aku sampai di ruangan ini? Lanjutku masih dalam hati merasakan keringat dingin ditelapak tanganku, aku benar-benar tak bisa memalingkan pandanganku dari tatapan paman itu.
“Di—dimana aku?” Tanyaku setelah susah payah mengumpulkan keberanian untuk bertanya padanya, meski suaraku terdengar sedikit gemetar karena tak kuasa mengendalikan rasa takutku.
“Pa—paman ini siapa?” Lanjutku masih dengan suara gemetar sambil menaikan selimut yang ku cengkram kedekat mataku, nyaris menutupi semua wajahku. Sejujurnya aku ingin mengerubuni tubuhku dengan selimut itu, tapi tidak bisa ku lakukan. Bagaimana jika paman ini berniat macam-macam padaku?
“He? Aku?” Tanyanya sambil menjauhkan wajahnya dariku.
Akhirnya paman ini menjauhkan wajahnya dari hadapanku, entah kenapa itu membuatku merasa sedikit tenang.
“Aku orang yang menyelamatkanmu di jalan saat kamu pingsan didepan mobilku.” Lanjutnya sambil melipat kedua tangannya diatas dada bidangnya.
“Menyelamatkanku?” Gumamku sambil menurunkan selimut yang ku cengkram dari wajahku, “Ah ya, tadi aku dalam perjalanan pulang.” Lanjutku saat mengingat perjalanan pulang ke rumah, aku memang berlarian di sepanjang jalan karena tiba-tiba turun hujan.
Lalu saat akan menyebrang pandanganku menghitam, napasku juga sangat sesak seperti tenggelam dalam air. Tak ada oksigen yang bisa ku hirup. Lalu tiba-tiba aku bangun di tempat asing seperti ini, bertemu dengan paman aneh sepertinya.
Kenapa aku memanggilnya aneh? Karena saat ini aku melihatnya sedang mematung menatapku dengan tatapan—yang sulit untuk dijelaskan, tapi ada semburat merah diwajahnya. Sebenarnya apa yang dilihat olehnya?
“A—anu ....” Ucapku cukup keras berniat untuk menanyakan soal nama ibuku yang disebutkan olehnya.
“Ya?” Jawabnya membuatku refleks meremas selimut ditanganku mencoba untuk mengumpulkan keberanianku lagi.
“Sebenarnya–” Ucapku bersamaan dengan suara ketukan pintu membuatku melirik kearah sumber suara begitupun dengan paman itu.
“Ah Hana.” Ucapnya sambil bangkit dari posisi duduknya.
“Makan malamnya sudah siap tuan muda.” Tuturnya terlihat begitu sopan.
“Baiklah aku akan segera kesana,” jawabnya sambil menoleh kearahku, “kalau begitu kita makan malam dulu ya.” Lanjutnya tersenyum lebar.
“Makan—malam?” Gumamku sedikit memiringkan kepalaku memperhatikan ekspresinya yang ... entah kenapa aku menyukainya.
“Kenapa menatapku seperti itu? Ayo pergi.” Tanyanya sambil meraih tanganku, membuatku turun dari tempat tidur empuk nan hangat itu.
“Wah kamu kecil sekali ya, berapa usiamu?” Lanjutnya bertanya sambil melangkah meninggalkan ruangan itu dengan tangan besarnya yang menggandeng tanganku. Aku sendiri tidak tau kenapa aku mengikutinya dan tidak melepaskan genggamannya malah mau-mau saja digandeng olehnya.
“Tu—tujuh tahun.” Jawabku sedikit tergugup.
“Ku kira masih lima tahun,” gumamnya membuatku sedikit kesal dan mengerucutkan bibirku tanpa sadar, “hahaha... bercanda, tidak perlu merasa kesal seperti itu.” Lanjutnya membuatku menengadah kearahnya.
Lalu langkah kami terhenti di depan meja makan yang sudah tersaji berbagai jenis makanan diatasnya, membuat selera makanku meningkat saat melihat semua makanan itu.
***
–Arsel–
“Ah ya, aku lupa menanyakan namamu. Siapa namamu?” Tanyaku saat melihat sorot mata gadis kecil disampingku, dia terlihat senang saat melihat semua makanan yang tersaji di atas meja makan malam ini.
“Aster,” jawabnya penuh semangat tak mengalihkan pandangannya dari semua makanan itu membuatku tersenyum geli memperhatikannya. Kemudian aku membimbingnya kearah kursi yang akan dia duduki, lalu ku tarik kursi itu dari dalam meja makan supaya memudahkannya untuk duduk.
Setelah melihatnya duduk dengan nyaman, sekarang giliranku untuk duduk. Ku raih kursi yang berhadapan dengan gadis itu dan mendudukinya.
“Ada apa?” Tanyaku saat melihat sorot matanya yang meredup, bukankah tadi dia merasa gembira? Kenapa ekspresinya berubah secepat ini?
“Pasti senang ya jika setiap hari bisa makan makanan mewah seperti ini.” Jawabnya sambil mengulas senyum tipis dengan sorot mata sendu.
“Tapi lebih senang lagi jika memakannya bersama ibu dan nenek.” Lanjutnya bergumam sebelum meraih garpu dihadapannya.
“Kalau kamu mau, aku bisa meminta pelayan untuk memasak makanan baru untuk dibawa pulang olehmu besok.” Tuturku merasa tak tega melihat ekspresi sedih diwajahnya.
“Ti—tidak perlu repot-repot, aku hanya bergumam saja hehe ....” Ucapnya berusaha untuk tersenyum meski sorot matanya terlihat berkabut.
“Kalau begitu habiskan makan malammu, setelah itu pergi tidur. Aku akan mengantarmu pulang besok pagi.” Jelasku membuatnya mengangguk paham sebelum menyantap makan malam yang disiapkan oleh pelayan untuknya. Ku lihat Aster begitu menikmati makanannya dengan sorot matanya yang kembali bersinar.
“Paman?” Suaranya menarik perhatianku yang sedang mengunyah potongan daging ikan goreng di dalam mulutku.
“Apa paman mengenal ibuku?” Lanjutnya dengan suaranya yang semakin mengecil.
“Ibumu?” Tanyaku setelah menelan ikan goreng didalam mulutku.
“He—helen ....” Jawabnya bersamaan dengan dering ponselku, dengan cepat ku raih ponselku dari dalam celana jeansku.
Ku lihat nama ibu tertera disana membuatku meringis mengingat pembicaraan kami sebelumnya. Apalagi kalau bukan soal perjodohan yang direncanakannya. Hanya hal itu yang bisa membuatku enggan untuk kembali ke rumah.
Beruntung hari ini aku bertemu dengan Aster, berkatnya aku jadi bisa melarikan diri dari pertemuan malam ini.
“Kenapa tidak dijawab?” Suara Aster mengejutkanku.
“I—ini juga mau dijawab kok.” Ucapku sambil tersenyum tipis padanya sebelum menghela napas lelah.
Dengan berat hati ku angkat telpon dari ibuku dan kini aku mendengar omelannya yang tak terima dengan kepulanganku yang—batal.
“Ya? Hallo ....” Ucapku mendekatkan ponselku ke telinga.
“Arsel! Kenapa belum juga pulang? Kamu dimana sekarang? Cepat pulang ke rumah, kita harus membicarakan soal perjodohanmu dengan–” Tutur ibu segera ku potong.
“Maaf, hari ini aku tidak bisa pulang ke rumah ibu. Sekarang aku sedang makan malam di rumahku, soal itu kita bicarakan lain kali saja.” Jelasku.
“Haah ....” Ucapnya terdengar menghela napas berat, “ibu tidak mau tau, pokoknya kamu harus pulang besok!” Lanjutnya penuh penekanan sebelum mematikan sambungan telponnya.
Aku bahkan tak bisa bilang soal rencanaku besok, biar bagaimanapun aku harus mengantar anak ini pulang ke rumahnya besok. Batinku sambil memperhatikan Aster yang kembali menyantap makan malamnya dengan lahap.
.
.
.
Thanks for reading...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 252 Episodes
Comments
veronicarismaa1
good
2022-08-02
0
nonk sa
sukaa
2021-12-30
0
Maret
bagus ceritanya
2021-12-30
0