Pagi ini aku kembali menjalani rutinitas: sekolah, bertemu guru, dan menghadapi teman-teman dengan kepribadian yang... ah, kalian tahu sendiri. Ribetnya kadang kayak sinetron.
Tapi yang tak kusangka, makhluk sempurna itu..Leon...masih ada di rumahku. Dia menginap karena hujan kemarin membuat motor kesayangannya basah kuyup. Katanya, motor itu nggak boleh terlalu lama kena air.
Pas aku bangun, dia sudah ada di halaman. Dengan serius dan telaten, dia mengelap setiap bagian motor sport hitamnya. Dan dia... sudah ganti baju. Kayaknya dia pakai sweater hoodie warna army. Cocok banget! Tapi ya wajar sih, semua juga bakal cocok kalau dipakai cowok seganteng Leon.
Baru aku ingat, si Dhika...adikku..sedang menginap di rumah nenek sejak hari Minggu. Mungkin Leon pinjam baju Dhika? Entahlah. Yang jelas, aku harus siap-siap berangkat.
Aku memeriksa isi tas, mengecek semuanya sudah lengkap. Lalu memakaikan sepatu. Saat sedang bersiap turun, aku dengar suara mesin motor Leon dinyalakan. Hah? Dia mau ke mana? Pulang? Nggak tunggu papanya dulu? Atau cuma manasin motor?
Tapi... aku nggak bisa terlalu banyak mikir. Jam sudah menunjukkan 06:20. Kalau telat, bisa-bisa harus ikut upacara telat yang bikin malu itu.
Aku berlari turun. "Bunda, Ayah, Papa! Tiara pergi dulu ya!" teriakku sambil mengambil tas.
"Iya, hati-hati ya, Sayang," jawab mereka serempak.
Bunda menambahkan, “Jangan lari-lari! Nanti jatuh!”
Lalu suara Papa menyusul, “Loh, bukannya tadi Leon udah panasin motor? Gak bareng aja?”
"Aku bisa sendiri kok, Pa!" jawabku, masih setengah lari ke luar.
Tiba-tiba... BRUK!
Aku menabrak seseorang.
“Auuh!”
Dan ternyata, aku menabrak Leon yang berdiri santai dengan tangan masuk ke saku celananya, wajah datar tapi penuh aura tenang.
Gawat... harus bilang apa?
Dia bicara duluan, “Ehem, kamu melamun, Tiara? Gak baik loh.”
“Hehe... iya, Kak. Teman-teman juga suka bilang gitu. Udah kebiasaan.” jawabku gugup sambil nyengir.
Dia memandangi seragam olahragaku. Warnanya merah-hitam. Tiba-tiba dia berkata, “Ayo, aku antar. Kayaknya kamu udah mepet waktu.”
Tanpa bisa menolak, aku membukakan pagar. Leon mengendarai motornya ke luar, lalu aku menutup pagar kembali. Saat itu dia sedang memakai helm—dan entah kenapa, cuma lihat dia pakai helm saja aku bisa terpesona lagi. Tiara, sadarlah!
Dia melirikku dan berkata dalam hati, “Ternyata Tiara sekarang lebih sering melamun.”
Tiiiin! Tiiiin!
Aku tersentak. “Kak Leon! Terkejut tahu. Nanti kalau jantungan gimana?”
Dia menepuk jok belakang, “Justru, aku pengin tahu kamu melamun atau nggak.”
Aku pun naik ke motornya, memegang bahunya erat-erat. Kencang banget, tapi aku takut jatuh. Motor Leon kan bukan motor biasa. Berat, cepat, dan... seksi. Eh?
Kami melaju. Pelan, tapi stabil. Sepertinya dia sengaja mengurangi kecepatan. Aku terdiam sepanjang jalan. Pemandangan pagi hari lumayan indah...trotoar masih rindang, udara belum terlalu panas.
Tiba di perempatan, aku ingat dia belum tahu jalan.
“Kak, nanti belok kiri ya, terus lurus sampai lampu merah, habis itu belok kanan.”
Dia hanya mengangguk. Tenang. Fokus.
Sesampainya di sekolah, aku turun. Beberapa teman langsung memperhatikan kami—mereka bisik-bisik, matanya menilai dari ujung kaki ke atas. Tapi aku cuek. Leon juga tidak menanggapi apa pun.
Aku mencoba ngobrol, “Hmm, Kak Leon?”
“Iya, Tiara?”
“Kakak umur berapa?”
Dia menoleh, “Kamu gak tahu atau pura-pura lupa?”
“Gak tahu beneran,” jawabku polos.
“Waktu kamu tanya aku kelas berapa, aku jawab kelas 3 SD. Sekarang coba hitung sendiri.”
Aku berpikir keras, “Kita beda 3 tahun. Aku 16 tahun. Jadi... kakak 19?”
Leon mengangguk, “Minggu depan 20.”
“Wah! Kakak udah mau 20 tahun dan udah kuliah! Keren banget!” aku kagum sendiri.
Dia hanya tersenyum tipis. Lalu menatap ke arah gerbang. “Ayo, masuk! Nanti gerbang ditutup.”
Aku melambai kecil, siap masuk ke sekolah.
Tapi kemudian dia memanggil, “Tiara!”
Aku berbalik, “Iya, Kak?”
“Panggil aku Leon aja. Gak usah pakai ‘Kakak’.”
Aku mengerutkan kening, “Iya... Kak?”
“Leon,” ulangnya tegas. “Aku gak suka dipanggil begitu. Kamu tahu kenapa aku beda.”
Aku terdiam. Tak sepenuhnya mengerti, tapi aku mengangguk. “Baik, Le...Leon. Aku masuk dulu ya!”
Aku berbalik dan masuk ke sekolah. Tapi jantungku masih berdebar kencang. Setiap kali dia berbicara dengan nada lantang dan yakin, hatiku selalu ciut. Tapi... hangat.
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments