BAB 2 : Mengerti

Ih, aku benar-benar makin nggak tahan dengan suasana ini. Rasanya ingin menghancurkan apa pun yang ada di depanku—termasuk wajah menyebalkan Rangga. Walaupun dia temanku, sikapnya yang selalu membalas omonganku dengan candaan dan basa-basi malah bikin aku tambah muak. Apalagi suasana hatiku sedang kacau.

Rangga berdiri dan mengambilkan makanan yang kupesan tadi. Aku sempat ingin memarahinya, tapi sebelum sempat buka mulut, dia sudah meletakkan mangkuk dan minuman di depanku sambil bicara:

"Iya, iya... aku tahu kok, Ti! Nggak usah marah-marah, nanti cepat tua lho—bahaya, tuh!" ejeknya sambil nyengir.

"Ish... amit-amit! Kamu aja sana yang tua duluan!"

Aku langsung menyantap makanan tanpa banyak pikir lagi. Rangga sendiri tidak memesan apa pun, padahal waktu istirahat hampir habis. Sesekali aku melirik ke arahnya. Dia terlihat santai mengobrol dengan beberapa temannya, seolah hidupnya ringan tanpa beban—sedangkan aku... bahkan belum sempat minta maaf ke sahabatku sendiri.

"Rangga!" panggilku pelan.

"Ya? Kenapa, Tiara?"

"Emm... kamu nggak lapar? Aku lihat kamu kayak nggak ada beban sama sekali."

Dia menatapku, kali ini lebih serius, tapi tetap dengan senyum tenangnya.

"Kalau lapar, pasti aku udah makan dari tadi. Soal beban... ya aku punya. Tapi menurutku, nggak perlu bawa semua itu ke sekolah. Bisa diselesaikan di rumah, kan?"

Aku termenung mendengar jawabannya. Rasanya... dewasa sekali. Padahal umur kami sama-sama 16 tahun. Sementara aku? Masih sering marah-marah, manja, dan mudah tersinggung. Rasanya seperti anak TK dibanding dia.

"Ehem! Melamun lagi, ya?" godanya sambil menepuk meja.

"Eh, iya. Maaf. Aku lupa..."

"Katanya sih, melamun itu nggak baik. Walau nggak selalu mikir yang negatif, tapi tetap aja bisa bahaya."

"Iya, iya... aku ngerti kok."

Aku kembali fokus pada makananku. Sementara itu, Rangga sudah asyik ngobrol lagi dengan teman-temannya. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi dari ekspresinya, semuanya tampak ringan dan menyenangkan. Dalam hati aku mengakui—apa yang dia katakan memang benar. Kalau aku terus begini, kapan dewasanya?

Tak lama, bel masuk kembali berbunyi.

Kriiing! Kriiiing! Kringgg!!

Semua siswa yang masih di kantin langsung bergegas. Gerbang akan ditutup sebentar lagi, jadi kami harus segera kembali ke kelas.

Jam menunjukkan pukul 16.00 WIB. Waktunya pulang.

Kriing! Kriing! Kriing!

Bel tanda pulang terdengar nyaring. Suasana kelas mulai ramai, semua bersiap membereskan barang masing-masing. Tapi tak seperti biasanya... Novi tidak menungguku. Sepertinya dia masih kesal. Aku berdiri pelan, mataku menatap kosong ke luar jendela. Perasaan bersalah makin menumpuk dan mataku mulai berkaca-kaca.

Tapi kemudian... seseorang muncul.

Rangga.

Ya, si pengganggu itu datang lagi—dengan senyum andalannya.

"Ehem, Tiara! Melamun lagi. Kan udah aku bilang, nggak baik," ucapnya pelan.

"Ah... iya. Maaf, aku lupa."

"Kamu nggak pulang, Rang? Biasanya bareng Arga dan Wisnu, kan? Mereka udah duluan?"

"Nggak kok. Mereka masih di luar, katanya mau nongkrong sebentar di kantin."

"Oh, gitu. Yaudah... aku pulang duluan, ya?"

Dia mengangguk.

"Iya, pulang sana! Aku memang nunggu sampe kamu jalan, biar bisa pastiin kamu nggak melamun lagi di jalan."

"Iya, iya. Aku pulang duluan, Rang!"

Aku melangkah keluar kelas dengan perasaan yang entah kenapa terasa lebih ringan. Mungkin karena ada yang ngajak bicara? Atau... karena Rangga tahu cara membuat suasana jadi lebih tenang? Entahlah, aku sendiri nggak yakin.

Sambil berjalan, aku iseng menengok ke belakang. Benar saja—dia masih memperhatikanku dari kejauhan. Aku pura-pura membenarkan tali sepatu hanya untuk memastikan... dan ya, dia masih memandang ke arahku.

Itulah Rangga. Entah apa isi pikirannya. Kenapa bisa seaneh itu? Seperti seorang penjaga, yang memastikan semuanya aman sebelum pergi.

Kenapa sih dia seteliti itu? Apa aku tahanan buat dia?

Aku biarkan saja dia memperhatikanku. Daripada berpura-pura tak tahu, lebih baik aku terus berjalan dan membiarkannya kembali berkumpul dengan teman-temannya sesuka hati.

Jarak dari sekolah ke rumahku lumayan jauh. Biasanya aku pulang naik bus kota. Pagi-pagi sih, aku masih diantar ayah atau bunda. Tapi kalau sore begini, mereka masih sibuk di kantor.

Perjalanannya sekitar 15 menit.

Sampai di depan rumah, aku langsung heran. Ada motor sport berwarna hitam terparkir di halaman. Nggak biasanya ada motor seperti itu.

Hah? Motor siapa nih? Keren banget. Apa tetangga punya tamu? Tapi kenapa parkir di sini?

Aku melangkah mendekat, mengerutkan alis sambil memperhatikan detailnya. Motor itu bukan tipe biasa. Mahal, mewah, dan pastinya bukan milik siapa pun yang aku kenal.

Ah, mungkin punya tamu tetangga... pikirku singkat, sebelum naik ke teras.

Tapi saat hendak membuka pintu, aku mendengar suara orang berbicara dari dalam. Lebih tepatnya... seperti sedang ada pembicaraan serius di ruang tamu. Salah satu suara terdengar asing. Laki-laki. Suaranya tidak terlalu berat, dan terdengar seperti anak muda.

Aku mematung di depan pintu, menajamkan telinga.

“Bagaimana kalau misalnya Leon tinggal di Batam?” tanya suara laki-laki asing itu.

Leon? Siapa itu? Aku makin bingung.

“Ya, tergantung Leon-nya. Saya bisa bantu carikan tempat tinggal dekat kampus. Lagipula, Tiara juga tahu daerah sekitar sini,” jawab ayahku dengan nada tenang.

Aku tersentak.

Leon?! Siapa Leon?!

Kenapa ayah menyebut namaku juga? Apa aku akan dijodohkan? Nggak mungkin! Ayah sudah janji—tidak akan menjodohkanku dengan siapa pun.

Panik. Bingung. Penasaran. Aku tetap berdiri di depan pintu, menggenggam kedua tanganku erat. Dalam hatiku hanya satu pertanyaan berputar-putar:

Siapa Leon sebenarnya...?

BERSAMBUNG...

Episodes
1 BAB 1 : Awalnya
2 BAB 2 : Mengerti
3 BAB 3 : Siapa dia?
4 BAB 4 : Hujan, Jantung, dan Suara yang Kembali
5 BAB 5 : Motor, Melamun, dan Panggilan Baru
6 BAB 6 : Senyuman di Antara Pohon dan Lamunan
7 BAB 7 : Saat Semua Hati Bicara
8 BAB 8 : Saat Semua Tatapan Mengarah Padaku
9 BAB 9 : Dua Tangan yang Menarikku
10 BAB 10 : Jejak yang Ditinggalkan di Sebuah Kafe
11 BAB 11 : Ketenangan
12 BAB 12 : Ulang tahun, bunda
13 BAB 13 : Leon sakit?
14 BAB 14 : Leon sakit? part 2
15 BAB 15 : Tersembunyi di hatiku
16 BAB 16 : Ada di depan mata
17 BAB 17 : Aku yang dulu
18 BAB 18 : Kembali seperti semula
19 BAB 19 : Nenek sakit
20 BAB 20 : Aku mencintaimu
21 BAB 21 : Jadi yang terbaik
22 BAB 22 : Rangga bukan Berrysmile ku
23 BAB 23 : Kekecewaan
24 BAB 24 : Di balik semua itu
25 BAB 25 : Firasat buruk
26 BAB 26 : Dia
27 BAB 27 : Bukan dia kan?
28 BAB 28 : Lebih kenal keluarga
29 BAB 29 : Mimpi
30 BAB 30 : Terungkap
31 BAB 31 : Tahu semuanya
32 BAB 32 : BERAKHIR
33 BAB 33 : Debat
34 BAB 34 : Kami pulang
35 BAB 35 : Makan
36 BAB 36 : Lupakan sejenak
37 BAB 37 : Di perjalanan mengantarnya
38 BAB 38 : Good bye, Malaikat penyembuhku
39 BAB 39 : Berusaha Baik
40 BAB 40 : OH, Leodi?
41 BAB 41 : Salah Paham
42 BAB 42 : Flash Back
43 BAB 43 : Rindu, Leon!
44 BAB 44 : Hanya Kenangan
45 BAB 45 : Tetangga Aneh
46 BAB 46 : Pergi diam-diam
47 BAB 47 : Rumah Sendiri
48 BAB 48 : Panik
49 BAB 49 : Runding
50 BAB 50 : Kembali ke rumah
51 BAB 51 : Tiket
52 BAB 52 : Mustahil
53 BAB 53 : OTW Yogyakarta
54 Comeback
55 Welcome To Yogyakarta
56 Skenario Pengakuan Cinta
57 Malam Pengakuan yang Kandas
58 Hati Kecil Yang Rapuh
59 Melukis Cinta yang Berjarak
60 Belum
61 Bingung
62 Kekhawatiran yang Tidak Berarti
63 Masalah Selesai, Dapatkan kembali Cinta
64 Nekat dan Menyusul Cinta
65 Lamaran
Episodes

Updated 65 Episodes

1
BAB 1 : Awalnya
2
BAB 2 : Mengerti
3
BAB 3 : Siapa dia?
4
BAB 4 : Hujan, Jantung, dan Suara yang Kembali
5
BAB 5 : Motor, Melamun, dan Panggilan Baru
6
BAB 6 : Senyuman di Antara Pohon dan Lamunan
7
BAB 7 : Saat Semua Hati Bicara
8
BAB 8 : Saat Semua Tatapan Mengarah Padaku
9
BAB 9 : Dua Tangan yang Menarikku
10
BAB 10 : Jejak yang Ditinggalkan di Sebuah Kafe
11
BAB 11 : Ketenangan
12
BAB 12 : Ulang tahun, bunda
13
BAB 13 : Leon sakit?
14
BAB 14 : Leon sakit? part 2
15
BAB 15 : Tersembunyi di hatiku
16
BAB 16 : Ada di depan mata
17
BAB 17 : Aku yang dulu
18
BAB 18 : Kembali seperti semula
19
BAB 19 : Nenek sakit
20
BAB 20 : Aku mencintaimu
21
BAB 21 : Jadi yang terbaik
22
BAB 22 : Rangga bukan Berrysmile ku
23
BAB 23 : Kekecewaan
24
BAB 24 : Di balik semua itu
25
BAB 25 : Firasat buruk
26
BAB 26 : Dia
27
BAB 27 : Bukan dia kan?
28
BAB 28 : Lebih kenal keluarga
29
BAB 29 : Mimpi
30
BAB 30 : Terungkap
31
BAB 31 : Tahu semuanya
32
BAB 32 : BERAKHIR
33
BAB 33 : Debat
34
BAB 34 : Kami pulang
35
BAB 35 : Makan
36
BAB 36 : Lupakan sejenak
37
BAB 37 : Di perjalanan mengantarnya
38
BAB 38 : Good bye, Malaikat penyembuhku
39
BAB 39 : Berusaha Baik
40
BAB 40 : OH, Leodi?
41
BAB 41 : Salah Paham
42
BAB 42 : Flash Back
43
BAB 43 : Rindu, Leon!
44
BAB 44 : Hanya Kenangan
45
BAB 45 : Tetangga Aneh
46
BAB 46 : Pergi diam-diam
47
BAB 47 : Rumah Sendiri
48
BAB 48 : Panik
49
BAB 49 : Runding
50
BAB 50 : Kembali ke rumah
51
BAB 51 : Tiket
52
BAB 52 : Mustahil
53
BAB 53 : OTW Yogyakarta
54
Comeback
55
Welcome To Yogyakarta
56
Skenario Pengakuan Cinta
57
Malam Pengakuan yang Kandas
58
Hati Kecil Yang Rapuh
59
Melukis Cinta yang Berjarak
60
Belum
61
Bingung
62
Kekhawatiran yang Tidak Berarti
63
Masalah Selesai, Dapatkan kembali Cinta
64
Nekat dan Menyusul Cinta
65
Lamaran

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!