5. Doa Orang Baik & Sindiran Mama Mertua

Hari ini, seperti rutinitas yang biasa dilakukan setiap awal bulan, Eva bersiap-siap untuk belanja bulanan. Sejak pagi, dia sudah bergegas, memilih pakaian yang nyaman, mengikat rambutnya dengan rapi, dan memastikan semua barang penting telah masuk ke dalam tasnya—dompet, ponsel, dan daftar belanja yang ditulisnya semalam. Meski aktivitas ini rutin, entah kenapa hari ini terasa sedikit berbeda. Ada rasa gelisah yang samar, seakan ada sesuatu yang akan terjadi di luar dari rencana biasanya.

Setelah memeriksa kembali barang-barangnya, Eva melangkah keluar dari rumahnya. Udara pagi cukup hangat, langit sedikit mendung, tapi masih tampak cerah. Dia berdiri di tepi jalan, menunggu taksi online yang sudah ia pesan sejak beberapa menit lalu. Matanya sesekali melirik layar ponsel, memastikan lokasi kendaraan yang dipesannya semakin dekat.

Beberapa saat kemudian, sebuah mobil berwarna putih berhenti tepat di depannya. Eva membuka pintu dan masuk ke dalam dengan sapaan singkat kepada sopir. Ia duduk sambil membenarkan letak tas di pangkuannya, kemudian menatap ke luar jendela. Jalanan hari itu cukup ramai—mobil berseliweran, motor saling menyalip, dan pejalan kaki melintasi trotoar dengan langkah cepat. Suasana kota benar-benar hidup, seperti biasanya.

Di tengah kemacetan kecil, mobil berhenti karena lampu lalu lintas menunjukkan merah. Saat itulah mata Eva terpaku pada pemandangan di seberang jalan. Seorang perempuan dengan pakaian sederhana tampak menyusuri deretan kendaraan sambil menjajakan minuman dingin dalam botol. Di dadanya tergantung seorang balita, terlelap dalam gendongan kain lusuh, terlihat lelah namun tenang. Meskipun cuaca cukup panas, wajah perempuan itu tetap tegar, seolah sudah terbiasa menghadapi kerasnya hidup di jalanan.

Eva menelan ludah. Hatinya tercekat. Pandangannya tertuju pada anak kecil yang tertidur dengan wajah polos itu. Tanpa ia sadari, pikirannya kembali ke luka lama yang belum sembuh sepenuhnya. Ia menghela napas dalam, berusaha menahan perasaan yang perlahan naik ke permukaan. Di sudut hatinya, terselip rasa iri, bukan karena kebahagiaan orang lain, tapi karena kerinduan yang tak kunjung terjawab.

"Tuhan, kenapa begitu sulit untukku?" batinnya lirih. "Aku sudah mencoba segalanya, berdoa siang malam, berobat ke mana-mana. Tapi sampai sekarang, belum ada tanda-tanda kehadiran seorang anak dalam hidupku."

Perempuan penjual minuman itu kini berdiri di samping taksi yang ditumpangi Eva. Tanpa ragu, Eva menurunkan kaca jendela dan memanggilnya.

"Mau beli minumannya, mbak?" tanya perempuan itu dengan suara ramah dan penuh harap.

Eva tersenyum kecil, menahan gejolak perasaannya. “Saya beli dua botol ya,” ucapnya singkat.

Perempuan itu dengan sigap mengambil dua botol minuman dari wadahnya dan menyebutkan harga. Eva merogoh dompet dan mengeluarkan dua lembar uang merah, memberikannya tanpa banyak bicara.

Perempuan itu sempat terkejut. Matanya membesar melihat nominal uang yang diterimanya. “Ya ampun, ini kebanyakan, mbak,” katanya cepat, berniat mengembalikan kelebihan uang tersebut.

Eva menggeleng pelan, senyumnya tak hilang. “Nggak apa-apa, buat jajan anaknya,” ucapnya dengan nada lembut, penuh kehangatan.

“Tapi, saya nggak bisa menerimanya, mbak. Terlalu banyak... saya nggak enak,” jawab perempuan itu dengan nada bingung dan gelisah.

“Jangan ditolak ya, mbak. Ini rezeki buat anak mbak. Saya mohon, terima aja yaa,” Eva meyakinkannya sambil menatap mata perempuan itu. Tatapan yang menyiratkan rasa empati mendalam.

Perempuan itu hendak membalas, namun taksi sudah hendak melaju karena lampu lalu lintas hampir berganti hijau.

“Tapi...” ucapnya tertahan.

Eva tersenyum lagi. “Hampir lampu hijau, mbak. Sampai jumpa kembali ya.”

Perempuan itu terdiam sesaat, lalu suaranya terdengar lirih namun penuh haru, “Ya Tuhan, terima kasih banyak, mbak. Semoga rezekinya lancar terus dan bahagia selalu…”

Eva membalas dengan tulus, “Amiin... Doa yang sama juga buat mbak dan anaknya. Bahagia selalu yaa.”

Taksi mulai melaju perlahan, meninggalkan perempuan itu yang masih berdiri dengan botol minuman di tangan dan tatapan haru penuh syukur.

Di dalam mobil, Eva kembali menatap ke depan. Matanya terasa hangat. Ia menarik napas panjang dan membiarkan satu tetes air mata jatuh. Mungkin, hari ini bukan tentang belanja bulanan. Mungkin, hari ini adalah tentang pengingat bahwa meskipun luka belum sembuh, memberi dan peduli tetap bisa menjadi obat bagi jiwa yang lelah menanti.

___

Taksi berhenti di depan sebuah supermarket besar yang sudah mulai dipadati pengunjung. Eva turun dan langsung mendorong troli belanja ke dalam area swalayan. Ia berusaha mengalihkan pikirannya dari kejadian tadi. Musik instrumental yang diputar dari speaker langit-langit supermarket sedikit menenangkan pikirannya, walau di hatinya masih tersisa perasaan sendu.

Satu per satu barang mulai masuk ke dalam troli—beras, minyak, kebutuhan dapur, susu, dan camilan kecil. Di lorong bagian sayuran, Eva sedang memilih tomat ketika tiba-tiba suara yang sudah sangat ia kenal terdengar di belakangnya.

“Lama ya belanjanya, Va. Dari tadi Mama lihat kamu muter-muter aja di situ.”

Eva menoleh dan mendapati ibu mertuanya berdiri bersama dua orang teman lamanya, ibu-ibu sebaya yang sering terlihat saat arisan keluarga. Ibu mertuanya mengenakan kebaya modern berwarna pastel, dengan rambut disanggul rapi dan raut wajah yang, meskipun tersenyum, tampak menyimpan nada tajam di balik kata-katanya.

“Oh, iya Ma. Ini baru selesai ambil sayur-sayuran,” jawab Eva dengan senyum sopan.

“Sayur itu bagus, lho, buat kesuburan. Tapi ya... kalau belum dikasih juga, ya percuma, ya nggak?” ucap ibu mertuanya sambil tertawa kecil, menoleh ke teman-temannya yang ikut tersenyum geli.

Eva diam. Senyumnya mulai memudar, namun ia tetap menjaga ekspresi tenangnya. Teman-teman ibu mertuanya menimpali dengan komentar basa-basi.

“Iya, kadang kita sudah usaha macam-macam, tapi kalau belum waktunya... ya sabar ya, Eva.”

“Sudah ke dokter? Atau coba ramuan tradisional juga? Kadang yang alami lebih manjur, lho.”

Eva hanya mengangguk kecil. “Sudah, Tante. Semua sudah dicoba. Mungkin memang belum rezeki dari Tuhan.”

Ibu mertuanya mengambil satu ikat bayam dan menaruhnya ke dalam keranjang belanjanya. “Ya, semoga aja cepat nyusul kayak si Erna, sepupu Ardian itu. Baru nikah 6 bulan, langsung hamil. Memang beda ya kalau cepat dikasih rezeki.”

Kalimat itu seperti panah yang melesat tepat ke dada Eva. Tapi ia hanya menarik napas pelan, mencoba tetap berdiri tegak di tengah tatapan penuh simpati namun juga penilaian.

“Eva itu terlalu sibuk kerja sih. Badan juga kurus begitu, makannya nggak dijaga. Kalau mau punya anak, ya harus siapin diri juga dong,” lanjut ibu mertuanya sambil tertawa kecil lagi.

Eva tersenyum tipis, mencoba meredam gemuruh di dadanya. “Terima kasih sarannya ya, Ma."

Suasana mendadak kaku, meski senyum palsu masih mengambang di antara mereka. Salah satu teman ibu mertuanya menyadari itu dan mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Eh, jeng Rista, kita ke bagian daging yuk. Tadi saya lihat diskon.”

“Ya, yuk.” Ibu mertuanya pun ikut beranjak, tapi sempat menoleh pada Eva dan berkata, “Nanti jangan lupa mampir ke rumah. Papa kamu nyariin.”

Eva mengangguk pelan. “Iya, Ma.”

Mereka pun pergi, meninggalkan Eva berdiri sendiri di lorong itu. Ia menghela napas dalam, lalu kembali mendorong troli sambil menatap deretan rak barang di hadapannya. Ada rasa perih yang menumpuk, namun Eva tahu, tidak ada gunanya meladeni sindiran. Ia hanya perlu terus berjalan, terus mencoba, dan menjaga hatinya tetap kuat.

Dalam hati, Eva berkata pada dirinya sendiri: "Aku tidak harus menjelaskan perjuanganku kepada siapa pun. Tuhan tahu. Dan itu sudah cukup."

***

Terpopuler

Comments

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

ish aku paling benci kalau macet apalagi kalau pakai mobil manual, hmm, capek banget dan bikin esmosi, eh emosi

2025-04-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!