2. Menolak Permintaan Suami

"Kalau begitu, kamu makan saja. Mas mau ke kamar mandi, badan Mas gerah sekali," ucap Ardian dengan nada datar, seolah-olah kalimat itu adalah hal paling wajar di dunia. Tanpa menunggu balasan, tanpa menoleh lagi, dia langsung berjalan menuju kamar. Langkahnya cepat dan santai, seperti seseorang yang benar-benar tak menyadari ada sesuatu yang sedang pecah pelan-pelan di hadapannya.

Eva. Perempuan cantik itu masih duduk di tempatnya, membatu. Tatapannya kosong, menembus ruang yang kini hanya berisi keheningan. Suara pintu kamar yang tertutup menjadi satu-satunya isyarat bahwa suaminya telah benar-benar pergi dari pandangan—dan entah kenapa, terasa juga seperti menjauh dari hatinya.

Sakit.

Tentu saja.

Sakit itu tidak perlu dijelaskan. Ia hadir seperti kabut—pelan, tapi mencekik.

Tenggorokannya tercekat. Matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia buru-buru memejamkannya. Tidak malam ini. Jangan menangis malam ini, batinnya merintih. Tapi hatinya berkata lain. Hatinya sedang berteriak, meronta, menggedor kesadaran: Malam ini malam apa? Kenapa dia bahkan tidak ingat?

Anniversary. Lima tahun pernikahan. Lima tahun sejak mereka mengucap janji suci di hadapan Tuhan, di hadapan keluarga dan sahabat. Lima tahun sejak ia meyakinkan dirinya bahwa pria itu adalah takdirnya.

Dan malam ini? Tak ada bunga. Atau sekedar ucapan semata. Hanya permintaan maaf saja, itu pun seperti kalimat lumrah pada umumnya. Tak ada kalimat, “Selamat ulang tahun pernikahan, sayang." Bahkan tatapan pun tak ada. Yang ada hanya kalimat biasa, seperti suara air keran, dan pintu yang menutup dingin.

Dia mendongak perlahan, menatap ke langit-langit rumah yang terlalu sunyi.

Apakah dia lupa? Atau… apakah dia memang tak peduli lagi?

Pertanyaan itu menggantung seperti asap di dada Eva—semakin lama semakin pekat.

Dia menarik napas panjang. Ingin marah? Ya. Tapi apakah dia bisa?

Apakah ia harus berontak? Membanting piring? Menyusul suaminya dan menuntut penjelasan? Tapi itu bukan dirinya. Ia bukan perempuan yang hobi bertengkar. Ia bukan wanita yang membesar-besarkan masalah.

Bukankah itu... kekanakan?

Namun kali ini, batinnya berontak sendiri. Lalu sampai kapan aku harus diam?

Selama ini ia selalu sabar. Ia selalu memahami. Selalu memberi ruang. Tapi ruang itu kini terasa seperti jurang, dan dirinya sendiri seperti sedang jatuh perlahan, tanpa pegangan.

Suara dari kamar terdengar samar. Mungkin keran air menyala. Atau mungkin Ardian sedang bercermin, membasuh wajahnya, tanpa tahu bahwa di luar sana, ada seseorang yang sedang kehilangan kepercayaan satu demi satu.

Eva menunduk. Tangannya meremas kain baju di pangkuannya. Dadanya sesak, tapi ia tetap diam. Bahkan malam ini, di hari yang seharusnya menjadi momen paling indah, ia tetap memilih menjadi perempuan yang diam—karena ia tidak tahu, apakah suaranya masih punya arti di hati suaminya.

Eva duduk termenung di meja makan, menatap makanan yang kini sudah dingin. Uap hangat yang tadinya mengepul dari nasi dan lauk-pauk itu sudah lama menghilang, menyisakan aroma samar yang tak lagi menggugah selera. Sendok di tangannya hanya digerakkan perlahan, seolah kehilangan tujuan.

Beberapa menit berlalu dalam keheningan yang berat. Ia akhirnya mulai menyuapkan makanan ke mulutnya, meski tanpa nafsu. Padahal, perut nya terasa perih sejak tadi. Setiap kunyahan terasa hambar, seakan lidahnya tak mampu merasakan apapun. Tak ada suara selain denting halus dari sendok yang menyentuh piring porselen, dan gemericik air dari kamar mandi di ujung lorong. Suaminya masih mandi, seperti biasa, tanpa tahu bahwa Eva telah menunggunya cukup lama.

Selesai makan, Eva membereskan meja dengan gerakan pelan. Asisten rumah tangga nya mendekat, "Biar saya saja yang membersihkan nya, nyonya."

Eva tidak punya tenaga banyak lagi, akhirnya dia mengangguk, "Terimakasih, Bi."

"Sama-sama, Nyonya. Ini sudah menjadi kewajiban saya." sahut Bi Mala

Bibi Mala pun membawa piring tersebut ke dapur. Sedangkan Eva, dia berjalan menuju kamarnya dengan langkah lesu. Saat tiba di dalam kamarnya, matanya tanpa sengaja tertuju pada ponsel suaminya yang tergeletak di sana. Layar menyala karena notifikasi masuk.

Seketika langkah Eva terhenti. Ia menoleh, memastikan suara air di kamar mandi masih terdengar. Hatinya berdebar, bukan karena rasa penasaran semata, tetapi karena firasat yang pelan-pelan muncul dari dalam dadanya.

Satu pesan baru muncul di layar terkunci—nomor itu tidak diberi nama, hanya deretan angka yang asing, tetapi pesannya cukup singkat untuk terbaca jelas: “Makasih yaa, sayang. Baju nya pas banget ke tubuh aku. Aku suka sekali 😍😍 "

Jantung Eva langsung berdegup kencang, seperti baru saja dipukul keras dari dalam. Matanya tak berkedip menatap layar yang masih menyala, memperlihatkan pesan yang terasa seperti tamparan. Kata “sayang” dan emosticon tatapan penuh cinta itu menggema dalam pikirannya, bergema seperti suara yang tak kunjung padam. Hatinya mencelos. Tubuhnya mendadak terasa dingin, meskipun udara malam masih cukup hangat.

Siapa yang berani memanggil suaminya dengan sebutan seperti itu? pikir Eva. Tangannya gemetar, seolah-olah ponsel itu bisa terbakar hanya karena tatapannya yang penuh kemarahan. Ia menggigit bibir bawahnya, menahan gejolak perasaan yang mulai membuncah.

Apakah suaminya diam-diam selingkuh? Tapi… sejak kapan? Sejak kapan dia mulai menyembunyikan sesuatu? Eva mencoba mengingat-ingat. Tiga tahun terakhir ini, memang ada yang berubah. Suaminya jadi lebih sering sibuk dengan ponselnya, sering pulang lebih malam, dan kadang terlalu cepat tidur—seakan tak ingin diajak bicara panjang lebar.

Tapi apakah semua itu cukup jadi tanda? Apakah Eva hanya terlalu curiga?

Ia melirik lagi ke kamar mandi, suara air masih mengalir. Waktu terasa melambat. Otaknya sibuk menyusun kemungkinan, hatinya berteriak ingin tahu lebih banyak, tapi tubuhnya seolah membeku di tempat.

Dia ingin membuka ponsel itu. Ingin tahu isi percakapan lengkapnya. Tapi ponsel terkunci, dan Eva tahu suaminya sudah lama mengganti sandinya. Mengapa? Kenapa harus mengganti sandi jika tak menyembunyikan apa-apa?

Pikiran Eva bercabang, antara ingin percaya, dan takut bahwa kepercayaan itu akan dikhianati. Ia menatap ponsel itu sekali lagi, lalu mengambilnya pelan-pelan… dan menyelipkannya di balik bantal. Bukan karena ia tak ingin tahu, tapi karena ia tahu—malam ini, keheningan tidak akan membawa kedamaian.

Beberapa menit kemudian, suara air dari kamar mandi berhenti. Tak lama, pintu terbuka, dan sang suami keluar sambil mengeringkan rambut dengan handuk. Ia tampak seperti biasa—santai, tanpa beban. Bahkan sempat tersenyum kecil saat melihat Eva duduk di tepi tempat tidur, menunduk, seolah sedang memikirkan sesuatu.

“Sayang, kamu belum tidur?” tanyanya ringan, sambil berjalan menuju lemari.

Eva menoleh perlahan, mencoba tersenyum, walau bibirnya terasa kaku. “Belum ngantuk,” jawabnya singkat. Suaranya terdengar datar, tapi suaminya tampak tak menyadarinya.

Suaminya mengganti pakaian, lalu naik ke atas tempat tidur. Ia mengambil ponselnya di atas bantal—yang kini sedikit bergeser karena Eva meletakkannya di sana. Sekilas, ia terlihat ragu, namun cepat-cepat membuka layar, memasukkan sandi, dan menengok ke arah Eva dengan senyum.

“Ada apa?” tanyanya, seolah tak ada yang terjadi.

Eva memandang suaminya dalam diam, matanya menelisik ekspresi wajah pria itu. “Enggak,” katanya akhirnya. “Cuma kepikiran aja.”

“Kepikiran apa?”

Eva mengalihkan pandangan. Di satu sisi, ia ingin langsung bertanya soal pesan itu. Ingin menuntut jawaban, ingin tahu kebenaran. Tapi di sisi lain, ia takut akan jawaban yang mungkin akan mengubah segalanya.

Lalu dengan suara pelan, hampir seperti bisikan, Eva bertanya, “Kamu ada beliin baju buat siapa hari ini?”

Pertanyaan itu membuat suaminya sedikit terdiam. Ada jeda, sepersekian detik, sebelum ia menjawab. “Baju? Oh... iya, aku bantuin temen kantor beliin hadiah buat adiknya. Dia minta tolong karena lagi sibuk.”

Eva mengangguk pelan, menelan keraguan yang masih menggantung. “Oh gitu…”

Tapi di dalam hatinya, badai belum mereda. Wajahnya mungkin tampak tenang, tapi pikirannya terus menimbang-nimbang: apakah jawaban itu jujur? Atau hanya awal dari sebuah kebohongan yang lebih besar?

Di malam yang senyap itu, Eva berbaring memunggungi suaminya. Mata terbuka, menatap gelap. Dan di balik selimut, pertanyaan demi pertanyaan masih berdengung… tanpa jawaban.

"Sayang, kamu jangan berpikir yang macam-macam yaa. Aku enggak melakukan hal aneh apapun kok." ucap Ardian saat melihat punggung istrinya, tatapan nya seperti sedang menyembunyikan sesuatu.

"Aku percaya kok, Mas." sahut Eva singkat, "Aku tidur duluan yaa, aku ngantuk banget." ucap Eva lagi

"Lho, kok tumben sih. Padahal aku lagi pengen lho! Ayo dong sayang. Aku enggak tahan nih." ucap Ardian dengan nada kesal, karena dia sedang menahan hasrat sejak tadi. Tapi, istrinya justru menolaknya dengan alasan ngantuk.

"Maaf, Mas. Aku ngantuk banget." ucap Eva dengan nada tak goyah, padahal selama ini dia selalu menuruti perkataan suaminya. Tapi, malam ini dia enggan sekali melakukan apapun.

"Ckk... Yasudah!" ketus Ardian. Lalu, dia beranjak dari tempat tidur dan masuk ke dalam kamar mandi untuk melakukan pelepasan.

***

Terpopuler

Comments

Elisabeth Ratna Susanti

Elisabeth Ratna Susanti

keren narasinya 🥰

2025-04-28

1

lihat semua
Episodes
1 1. Menunggu
2 2. Menolak Permintaan Suami
3 3. "Kamu Tega Sekali, Mas."
4 4. Disini Ku Menunggu, Disana Kamu Berkhianat
5 5. Doa Orang Baik & Sindiran Mama Mertua
6 6. Pertengkaran Di Pagi Hari
7 7. Cintamu Membunuhku
8 8. Pengorbanan Yang Tiada Artinya
9 9. Cinta Saja Tidak Cukup
10 10. Kamu Akan Bahagia
11 11. Istri Siri
12 12. Ajakan Makan Malam
13 13. Eva Dan Arsen
14 14. Bukan Urusan Kamu
15 15. Perempuan Mandul
16 16. Seharusnya Saling Mendukung, Bukan Menjatuhkan
17 17. Tidak Akan Menceraikan Kamu
18 18. Sesaknya Dunia Untukku
19 19. Tangisan Dibalik Derasnya Hujan
20 20. Tamu Di Pagi Hari
21 21. Perdebatan
22 22. Surat Cerai
23 23. Gosip Di kantor
24 24. Niat Berbeda Eva Dan Ardian
25 25. Suasana Sidang Yang Menegangkan
26 26. Masih Ditunda
27 27. Cinta Segitiga
28 28. Ego Dan Cinta
29 29. Perhatian Seorang Sahabat
30 30. Kecelakaan
31 31. Khawatir
32 32. Penderitaanmu Adalah Hal Yang Menyenangkan
33 33. Orang Suruhan
34 34. Siuman
35 35. "Pergi!"
36 36. Hancur Dan Tumbuhnya Sedikit Harapan
37 37. Resmi Berpisah
38 38. Status Baru Dan Perasaan Terluka
39 39. Pelakor
40 40. Jejak Luka, Jejak Harapan
41 41. "Dasar perempuan tidak tahu diri!"
42 42. Menyiksa
43 43. Geger di Pagi Hari
44 44. Fakta Yang Terungkap
45 45. Hanya Simpati Atau Cinta
46 46. Gejolak Perasaan
47 47. Ketegangan Di meja Makan
Episodes

Updated 47 Episodes

1
1. Menunggu
2
2. Menolak Permintaan Suami
3
3. "Kamu Tega Sekali, Mas."
4
4. Disini Ku Menunggu, Disana Kamu Berkhianat
5
5. Doa Orang Baik & Sindiran Mama Mertua
6
6. Pertengkaran Di Pagi Hari
7
7. Cintamu Membunuhku
8
8. Pengorbanan Yang Tiada Artinya
9
9. Cinta Saja Tidak Cukup
10
10. Kamu Akan Bahagia
11
11. Istri Siri
12
12. Ajakan Makan Malam
13
13. Eva Dan Arsen
14
14. Bukan Urusan Kamu
15
15. Perempuan Mandul
16
16. Seharusnya Saling Mendukung, Bukan Menjatuhkan
17
17. Tidak Akan Menceraikan Kamu
18
18. Sesaknya Dunia Untukku
19
19. Tangisan Dibalik Derasnya Hujan
20
20. Tamu Di Pagi Hari
21
21. Perdebatan
22
22. Surat Cerai
23
23. Gosip Di kantor
24
24. Niat Berbeda Eva Dan Ardian
25
25. Suasana Sidang Yang Menegangkan
26
26. Masih Ditunda
27
27. Cinta Segitiga
28
28. Ego Dan Cinta
29
29. Perhatian Seorang Sahabat
30
30. Kecelakaan
31
31. Khawatir
32
32. Penderitaanmu Adalah Hal Yang Menyenangkan
33
33. Orang Suruhan
34
34. Siuman
35
35. "Pergi!"
36
36. Hancur Dan Tumbuhnya Sedikit Harapan
37
37. Resmi Berpisah
38
38. Status Baru Dan Perasaan Terluka
39
39. Pelakor
40
40. Jejak Luka, Jejak Harapan
41
41. "Dasar perempuan tidak tahu diri!"
42
42. Menyiksa
43
43. Geger di Pagi Hari
44
44. Fakta Yang Terungkap
45
45. Hanya Simpati Atau Cinta
46
46. Gejolak Perasaan
47
47. Ketegangan Di meja Makan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!