2. Pelarian

"Jadi, kamu begitu ya Zidan? Kenapa kamu melamar aku jika kamu sendiri tidak menyukaiku?" batin Naila, matanya tak lepas dari pandangannya yang semakin menajam.

Pikiran Naila langsung kembali pada ucapan Bu Aisyah tadi pagi. Tanpa berpikir panjang, ia berbalik arah dan masuk lagi ke gedung sekolah, langsung menuju ruang guru tempat Bu Aisyah berada.

Setelah keluar, Naila tersenyum, menyimpan sesuatu yang tak ingin diungkapkan hingga masanya tiba.

Hari-hari pun berlalu, membiarkan orang tuanya sibuk mengurus ini itu persiapan pernikahan. Sedangkan Naila, tak ambil pusing menyibukkan diri mempersiapkan ujian kelulusan.

Hingga sampai waktunya, tiga bulan kemudian. Pada hari pengumuman kelulusan. Naila hadir membawa surat keterangan lulus di tangannya.

Naila menyusuri jalan pulang. Kertas kelulusan di tangannya seakan tak ada arti bagi kedua orang tuanya. Gubuk yang biasanya sepi, dari jauh memperlihatkan suasana yang riuh membuat perutnya sedikit bergejolak. Tenda telah berdiri. Suara ibu-ibu cekikikan di dapur. Anak-anak kecil berlarian, dan aroma masakan tercium sampai ujung jalan, di mana Naila masih terpaku melihat pemandangan itu.

Esok adalah hari pernikahannya yang tidak pernah ia inginkan.

Selama beberapa bulan terakhir, ia telah diam-diam mempersiapkan segalanya. Ia tahu, pilihannya ini akan membuatnya dicap sebagai anak durhaka. Tapi bagaimana lagi, tak ada cara lain yang terpikirkan dalam waktu yang mendesak ini.

Naila berdiri sejenak. Tangannya mengepal, ia telah membulatkan tekad. Ia hanya perlu memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Naila melanjutkan langkah memasuki suasana ramai itu.

“Naila, cepetan ganti bajumu. Kakak mau memasangkan henna di tangan dan kaki kamu!” seru Tami, tetangga yang juga jago menggambar henna.

"Hmmmfff..."

Naila menarik napas panjang. Ia masih tak habis pikir, demi pernikahan ini, orang tuanya rela meminjam uang lagi pada Pak Amir, sang calon besan.

Namun, untuk membantu biaya kuliah yang ia dambakan, mereka selalu mengatakan, "Mana ada uang?"

Naila menatap rumah itu. Menyusuri detil-detil kecil dengan sekaama, pintu tua, kursi reyot di teras, bunga kertas di pagar. Sudut-sudut penuh kenangan. Tapi sebentar lagi hanya akan menjadi kenangan.

Ia masuk ke kamar dan mengganti seragamnya dengan cepat. Tak lupa mengenakan topi dan masker, bukan masker bedah biasa, tapi penutup wajah yang ia siapkan khusus sejak sebulan lalu.

“Nai?” suara ibunya membuat jantungnya nyaris meloncat.

"Naila? Kamu dengar ibu panggil gak?" suara sang ibu terdengar jelas.

Dengan refleks, ia lepas kembali topi dan masker itu, buru-buru menyembul dari balik pintu.

“Iya, Bu?”

“Kamu mau ke mana lagi?” tanya ibunya curiga.

“Besok kamu nikah, lho. Gak boleh kemana-mana lagi!”

“Enggak, Bu… Naila di kamar aja kok.”

“Lho, kenapa kerudungan? Ini kan di rumah doang?”

“Kan banyak yang bukan mahrom, Bu. Jadi, ya… Harus begini.”

Ibunya mengangguk, meski wajah ibu masih tampak heran.

“Ya udah, cepat keluar. Tami nungguin dari tadi.”

"Baik, Bu." Naila kembali masuk, dan menutup pintu. Ia segera mengganti kerudung yang lain, topi, dan masker. Ransel yang sudah ia siapkan berisi pakaian dan dokumen penting segera ia gendong.

“Bismillah…” bisiknya pelan. “Maaf, Bu, Yah… Ini mungkin jalan yang durhaka. Tapi hamba ingin hidup yang hamba pilih sendiri.”

Ia mengenakan kembali topi dan masker. Setelah itu, mengeluarkan ransel yang sudah ia isi: beberapa baju, dokumen penting, dan amplop pemberian Bu Aisyah.

"Bismillah... Ya Allah, maafkan aku. Semoga Engkau ridho."

Ia membuka jendela, memandang sekitar. Beberapa ibu-ibu lewat sambil membawa panci besar. Naila menunggu, menahan napas. Saat jalan mulai sepi, ia melompat dan lari sekencangnya, meninggalkan semuanya.

Beberapa orang menoleh.

“Itu siapa? Aneh amat, siang bolong pakai masker begitu? Apa masih musim korona?” tanya salah satu ibu-ibu tetangga

“Mungkin tukang dagang keliling yang nyasar!” sambut yang lain.

Mereka tertawa kecil, tak tahu bahwa ‘penyusup’ itu adalah mempelai yang akan menghilang.

Sementara itu, ibunya kembali mengetuk kamar Naila.

"Naila? Kamu belum juga keluar?"

Perlahan ia membuka pintu. Kosong. Tak ada siapa pun.

"Oh... mungkin sudah bersama Tami," gumamnya, tak menyadari apa yang baru saja terjadi.

Sementara itu, Naila berhenti di depan rumah kecil dengan cat tembok biru pudar.

"Assalamualaikum, Bu... Bu...?"

Suara langkah tergopoh. Pintu dibuka, dan wajah Hangat Bu Aisyah muncul di baliknya.

"Walaikumsalam... Naila? Sudah siap?" tanya Bu Aisyah.

Naila mengangguk cepat. Wajahnya cemas.

"Apa kamu yakin? Orang tuamu pasti kebingungan."

Gadis itu mengangguk cepat. Wajahnya tertutup topi dan masker, tapi matanya… bicara banyak.

“Kamu Yakin? Namun semua ini akan mengubah hidupmu.”

“Ayo, Bu. Nanti mereka keburu mencari.”

Tanpa tanya lebih lanjut, Bu Aisyah mengangguk, mengambil kunci mobil, dan mereka pun meluncur ke terminal. Setelah membelikan tiket, ia menyerahkan amplop putih kepada Naila.

"Semoga ini bisa membantumu untuk sementara. Kalau beasiswamu sudah cair, kamu tak perlu khawatir lagi. Ingat, tugasmu cuma satu: belajar! Kamu harus bisa membuktikan bahwa kamu bisa. Buat lah mereka bangga memilikimu."

Naila menganggukan kepala memberi pelukan hangat menyertai ucapan terima kasih paling dalamnya. Naila menahan tangis.

"Terima kasih, Bu. Aku tak tahu bagaimana membalas semua kebaikan Ibu. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan yang lebih besar."

"Amin." Bu Aisyah mengangguk mengusap kepala yang tertutup kerudung itu beberapa kali.

Tak lama kemudian, bis yang akan membawanya menjemput mimpi pun melaju, membelah jalan lintas Sumatra menuju ibukota.

Selama perjalanan, Naila menyerap tiap detik pemandangan yang asing baginya: laut luas, Gunung Anak Krakatau di kejauhan, dan langit yang tampak berbeda. Ada cemas, takut, kalut, tapi juga bahagia, karena untuk pertama kalinya, ia berjalan mengikuti keinginan hatinya sendiri.

...****************...

Setelah perjalanan panjang, ia turun di sebuah terminal yang ramai dan asing.

Perlahan ia menyusuri jalan. Di ujung sana, kubah masjid menyapa matanya. Ia mendekat. Mencuci muka, melaksanakan sholat. Minum air galon gratis. Duduk di teras, menghela napas.

Tas dibuka. Dokumen diperiksa. Amplop uang ditarik dari dalam tas.

“Bu Aisyah… aku izin ya, pakai sedikit buat makan.”

Ia mengambil dua lembar uang, lalu menyimpan amplop itu kembali. Setelah itu, ia membuka berkas-berkas penting dan mengeceknya satu per satu.

Tiba-tiba, sebuah tangan kecil mengambil kertas-kertas itu.

"Hah?" Naila menoleh.

Seorang balita perempuan berdiri di dekatnya, memegang salah satu berkas yang tergeletak di atas lantai.

"Halo, Sayang... Kamu sama siapa ke sini?" tanya Naila lembut.

Anak itu menunjuk ke dalam masjid.

“Oh, ibunya di dalam ya? Ayo, kakak anterin," ucap Naila, menggenggam tangan mungil itu dan mengajaknya masuk ke bagian wanita.

Namun, begitu sampai di pojokan tempat anak itu duduk, Naila sadar bahwa telah melupakan sesuatu.

Dengan jantung berdebar, ia berlari kembali ke tempat semula. Di sana tampak seorang pria mengenakan hoodi membawa benda miliknya.

"Tas-kuuu!" pekiknya.

^^^Revisi tanggal 15 Mei 2025^^^

Terpopuler

Comments

Aku Rajin Membaca

Aku Rajin Membaca

setelah diperhatikan, sepertinya jadi lebih ringan

2025-04-19

0

Safira Aurora

Safira Aurora

semangat ya, kami tim pe dukung setia

2025-04-19

0

Syahril Maiza

Syahril Maiza

sabar..sabar mengikuti

2025-04-19

0

lihat semua
Episodes
1 1. Jalan yang Dipilih
2 2. Pelarian
3 3. Cobaan Pertama
4 4. Berteduh di Bawah Kasih Sayang
5 5. Bukan Tempat untuk Pulang (revisi)
6 6. Ibu Tanpa Status
7 7. Pengasuh Dadakan
8 8. Tugas Pengasuh yang Sebenarnya
9 9. Pengasuh Apa Pembantu?
10 10. Terselip di Antara Rindu
11 11. Pulang ke Rumah Baru
12 12. Di Ranjang Masa Lalu
13 13. Ketukan di Tengah Malam
14 14. Kehangatan yang Mengancam
15 15. Gadis Kampung itu Lagi
16 16. Dua Hadiah
17 17. Terbukanya Tabir
18 18. Dua Pernyataan
19 19. Langkah yang Tak Bisa Kembali
20 20. Restu yang Tertinggal di Ujung Tangis
21 21. Rahasia Martin
22 22. Bukan Cinderela
23 23. Sapaan Cinta
24 24. Bukan Sugar Daddy
25 25. Pertama Bersama
26 26. Menyulam Rasa
27 27. Bayangan yang Mengintai
28 28. Rahasia Rumah Kost
29 29. Kekecewaan Martin
30 30. Pernyataan Cinta
31 31. Pelan-pelan Menyatu
32 32. Tahta di Rumah Sunyi
33 33. Drama Kelas Atas
34 34. Pelaksanaan Rencana
35 35. Kewajiban Istri
36 36. Milikmu Sepenuhnya
37 37. Mendadak Manja
38 38. Terima Kasih
39 39. Serangan Dua Arah
40 40. Dua Dunia Naila
41 41. Marvel Punya Partner
42 42. Langkah Tegas Suami
43 43. Cemburu Tak Tersamar
44 44. Pelukan yang Dirindukan
45 45. Charging Energi
46 46. Malam Kedua yang Berbeda
47 47. Gangguan Rindu part xxx
48 48. Tamu Tak Diundang
49 49. Terbukanya Luka Lama
50 50. Pemilik Cinta Rindu
51 51. Surat dari Rianti
52 52. Terungkapnya Rahasia
53 53. Tak Dirindukan
54 54. Cerita Tentang Restu Orang Tua Naila
55 55. Kepada Pintu yang Diam
56 56. Kembalinya Kehangatan
57 57. Pemenuhan Harapan Istri
58 58. Allah Masih Mendengar
59 59. Pulang Kampung
60 60. Telah Kututup Pintu Itu
61 promo karya baru
Episodes

Updated 61 Episodes

1
1. Jalan yang Dipilih
2
2. Pelarian
3
3. Cobaan Pertama
4
4. Berteduh di Bawah Kasih Sayang
5
5. Bukan Tempat untuk Pulang (revisi)
6
6. Ibu Tanpa Status
7
7. Pengasuh Dadakan
8
8. Tugas Pengasuh yang Sebenarnya
9
9. Pengasuh Apa Pembantu?
10
10. Terselip di Antara Rindu
11
11. Pulang ke Rumah Baru
12
12. Di Ranjang Masa Lalu
13
13. Ketukan di Tengah Malam
14
14. Kehangatan yang Mengancam
15
15. Gadis Kampung itu Lagi
16
16. Dua Hadiah
17
17. Terbukanya Tabir
18
18. Dua Pernyataan
19
19. Langkah yang Tak Bisa Kembali
20
20. Restu yang Tertinggal di Ujung Tangis
21
21. Rahasia Martin
22
22. Bukan Cinderela
23
23. Sapaan Cinta
24
24. Bukan Sugar Daddy
25
25. Pertama Bersama
26
26. Menyulam Rasa
27
27. Bayangan yang Mengintai
28
28. Rahasia Rumah Kost
29
29. Kekecewaan Martin
30
30. Pernyataan Cinta
31
31. Pelan-pelan Menyatu
32
32. Tahta di Rumah Sunyi
33
33. Drama Kelas Atas
34
34. Pelaksanaan Rencana
35
35. Kewajiban Istri
36
36. Milikmu Sepenuhnya
37
37. Mendadak Manja
38
38. Terima Kasih
39
39. Serangan Dua Arah
40
40. Dua Dunia Naila
41
41. Marvel Punya Partner
42
42. Langkah Tegas Suami
43
43. Cemburu Tak Tersamar
44
44. Pelukan yang Dirindukan
45
45. Charging Energi
46
46. Malam Kedua yang Berbeda
47
47. Gangguan Rindu part xxx
48
48. Tamu Tak Diundang
49
49. Terbukanya Luka Lama
50
50. Pemilik Cinta Rindu
51
51. Surat dari Rianti
52
52. Terungkapnya Rahasia
53
53. Tak Dirindukan
54
54. Cerita Tentang Restu Orang Tua Naila
55
55. Kepada Pintu yang Diam
56
56. Kembalinya Kehangatan
57
57. Pemenuhan Harapan Istri
58
58. Allah Masih Mendengar
59
59. Pulang Kampung
60
60. Telah Kututup Pintu Itu
61
promo karya baru

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!