Dia Sok Akrab

Satu bulan telah berlalu.

Aira tak menyangka waktu bisa berjalan begitu cepat, meski tiap detiknya terasa berat dan penuh tekanan emosi yang menguras air mata. Ia sempat mengira dirinya akan hancur. Tapi ternyata, ia jauh lebih kuat dari yang ia bayangkan.

Harry, lelaki yang selama ini menjadi tempat bersandarnya, nyatanya tidak cukup kuat untuk tetap tinggal. Dia mencintai Aira. Itu Aira tahu. Tapi cinta saja tak pernah cukup jika tidak diiringi keberanian dan ketegasan.

"Seharusnya kamu datang, Harry. Setidaknya untuk menyampaikan pendapat kamu sendiri tentang hubungan kita. Aku yakin, Papa bakal ngerti. Tapi, kenapa kamu tetap nggak mau datang?"

Akhirnya Aira sadar. Yang dia butuhkan bukan sekadar pria yang hadir di kala senang dan jadi support system dalam percintaan. Tapi pria yang juga sanggup menghadapi ketakutan dan ketidakpastian dalam hubungan jangka panjang.

Harry bukan pria itu.

Bahkan setelah mengingkari janji untuk datang menemui keluarganya, Harry tak pernah memberi kabar. Tidak ada pesan. Tidak ada penjelasan. Hanya diam yang menyakitkan. Sebenarnya, ada apa? Apa yang membuatnya begitu pengecut?

Aira ingin tahu. Tapi ia tak pernah benar-benar mencoba mencari tahu. Ia menahan diri. Bukan karena tak peduli, tapi karena ia memilih menjaga harga dirinya. Ia telah cukup berjuang. Ia tak akan mengemis pada pria yang tidak mampu memperjuangkannya. Cinta tidak seharusnya membuat perempuan menunggu dalam ketidakpastian. Tidak lagi.

Dan hari ini, janji suci itu akan dikumandangkan di dalam sebuah ruangan yang sarat makna dan sakral. Pria itu datang bersama satu mobil keluarga di belakangnya.

“Nice to marry you, Aira Humaira.”

Ucapannya terdengar gugup namun tetap percaya diri. Suara asing itu menyapa tepat setelah Aira menunggu sepuluh menit di pelataran KUA. Pria yang berdiri di hadapannya adalah sosok yang tak pernah sekalipun ia temui, meski ia sudah beberapa kali datang ke rumah setelah lamaran itu terjadi.

Kalimat itu, yang tak pernah ia bayangkan akan dia dengar dari orang lain selain Harry --menyentaknya. Aira sebenarnya berniat untuk tidak menatap wajah pria yang akan mengucap ijab kabul itu nanti. Acuh. Iya, lebih tepatnya ingin bersikap acuh tak acuh.

Tapi ucapan sederhana itu berhasil membuatnya mencuri pandang, tak kuasa menahan rasa penasaran yang mendesak. Kepalanya perlahan mendongak. Di hadapannya, berdiri seorang pria dengan tinggi menjulang, mengenakan setelan formal yang terlalu rapi untuk disebut kasual, tapi juga terlalu asing untuk dibilang akrab. Senyum canggungnya menyiratkan ia sedang berusaha keras untuk terlihat tenang.

Dan entah mengapa... hati Aira tersentil.

Bukan karena cinta.

Tapi karena kenyataan.

Apa yang menyentaknya? Penampilan yang bersih dan dewasa? Raut wajah yang tenang tapi menyimpan sesuatu yang tak tertebak? Atau suaranya yang tak sehangat Harry, namun justru... lebih mantap?

Dalam hati Aira memohon,

“Allaah… jika ini bukan jalanku, jika ini bukan takdir yang Kau pilihkan, maka gagalkanlah pernikahan ini. Harry… cepatlah jemput aku. Bawa aku pergi dari sini sebelum semuanya terlambat.”

Tapi tak ada siapa pun yang muncul. Tak ada langkah tergesa yang datang untuk menyelamatkannya.

"Hei, kamu Aira Humaira kan? Kenapa tidak membalas salamku?" tanya pria itu.

"Ke-- kenapa kamu sok akrab?!" tanpa sadar Aira berdecak kesal sambil melipat tangan dan memunggunginya. "A a a a astaga, reaksiku terlalu cepat. Harusnya aku bersikap cuek dan dingin." Batin Aira.

"Ack! Aku tau," pria itu menepuk kepalan ke telapak tangannya, seolah baru sadar. "Assalamu'alaikum, Aira Humaira."

"Wa-- wa'alaikumussalaam wa rahmatullaahi wa barakatuh," jawab Aira.

"Aah... Akhirnya kamu menjawab salamku juga. Maaf ya kalo aku telat. Tapi, aku udah siap nih, yuk kita masuk." ajaknya.

"Ke-- kenapa dia sok akrab?!!" Aira berteriak di dalam pikirannya.

Yang tak Aira tahu, pria itu sebenarnya berjuang untuk mempersiapkan semuanya dengan serius. Selama sebulan penuh, ia berlatih berbicara, belajar membangun keberanian, dan membuang semua keraguan. Ia tahu Aira belum mencintainya. Tapi ia ingin Aira melihatnya sebagai sosok pria yang tak akan lari. Yang siap.

Bukan pengganti. Tapi pilihan baru yang datang bukan karena kesempatan, melainkan karena niat yang bulat.

Zayyan Kalandra, 29 tahun.

Nama itu terdengar asing, namun hangat saat diucapkan. Selama ini, Aira hanya tahu dari cerita Mama bahwa Zayyan adalah pria baik, sopan, dan dikenal sholih. Seorang pengusaha muda yang sukses, meski Aira sendiri belum sempat tahu, bisnis di bidang apa. Yang ia tahu, Zayyan bukan hanya mapan secara materi, tapi juga matang secara sikap.

Dan kini, pria itu duduk di sampingnya.

Tinggi dan tegap, tubuhnya dibalut jas formal berwarna abu-abu gelap dengan potongan rapi yang memperlihatkan postur ideal. Rahangnya tegas, dengan garis wajah yang bersih dan maskulin. Alisnya tebal, terbingkai rapi di atas sepasang mata tajam namun teduh. Mata yang saat menatap terasa seperti berbicara, namun tak pernah memaksa. Hidungnya mancung, dan senyumnya… samar namun memikat. Senyum itu bukan jenis yang sering ia tebar, tapi justru karena itulah ketika muncul, ada ketulusan yang menyentuh.

Kulitnya terlihat sehat dan bersih. Jemari tangannya panjang dan kokoh, tangan seorang pekerja keras. Namun, di penampilannya seperti itu, pria itu terlihat cukup kurus. Zayyan tidak menawan dengan cara yang mencolok. Tapi ia punya aura.

Di meja kayu sederhana yang tampak kecil dalam ruangan sakral itu, Aira duduk bersisian dengan Zayyan. Di sisi kanan ada ayah Zayyan. Di seberang meja, ada Penghulu dan Papa Hariatmaja.

Si Papa Aira yang super. Dikenal sebagai sosok yang tegas dan berargumen tajam. Ucapannya lugas, tak mudah dibantah, dan punya wibawa yang jarang bisa digoyahkan. Keberanian berpendapat dan logika yang kuat miliknya turun pada Aira. Namun, Aira tahu betul, ia tak pernah benar-benar bisa mengalahkan kewibawaan sang papa. Dalam diamnya, ada kekuatan yang tak perlu diucapkan untuk dipatuhi.

Di barisan belakang mereka, para saksi duduk dalam diam, menyimak setiap detik penuh harap dan haru. Keluarga Aira hadir lengkap. Ada Mama Shania yang menatap Aira dengan senyum tipis bercampur haru, Kak Roha yang menggenggam tangan ibunya, serta Kak Nina yang memangku Mayu. Di sampingnya, duduk Aila.

Sementara dari pihak Zayyan, hanya beberapa orang datang, semuanya laki-laki, dan sebagian terlihat asing di mata Aira.

Aira menggenggam kedua tangannya erat di atas pangkuan. Jemarinya gemetar, dingin, bercampur resah. Ia berusaha keras menahan tangis. Tak ingin riasan di wajahnya rusak, karena ia tahu betapa tulus dan sabarnya Kak Nina mendandani dirinya pagi tadi.

Aira mengenakan gamis putih dengan potongan lebar menyerupai gaun. Hijabnya jatuh anggun ke bahu dan punggung, menambah kesan lembut, cantik sekaligus teduh pada dirinya.

Lalu, bisikan itu datang…

“Aira, aku juga gugup kok.” Bisik Zayyan memecah kesepian yang bergemuruh di dada Aira.

“Aku bahkan... sampe kebelet boker,” lanjutnya dengan ekspresi jenaka.

Aira menahan napas geli yang spontan menyeruak dari hidungnya. Sudut bibirnya nyaris terangkat. Ia tak percaya, seseorang bisa melontarkan lelucon menjelang ijab kabul.

“Kamu gak sendirian, oke?” ucap Zayyan dengan suara lebih lembut dan tenang.

Aira mengangguk pelan. Hatinya masih berdebar, tapi entah bagaimana... kehadiran Zayyan sedikit menenangkannya.

“Aku, Zayyan Kalandra, akan mengucapkannya dalam satu tarikan napas,” lanjut Zayyan, “dan kamu akan lega saat semua ini selesai.”

Ketika penghulu mulai membacakan tata cara dan meminta Zayyan untuk bersiap, suasana ruangan perlahan berubah. Semua mata tertuju ke arah pria itu. Penghulu sempat tercengang sejenak saat membaca lembaran akad yang disodorkan panitia.

Terpopuler

Comments

Author.Miu

Author.Miu

Aira ngalamin bulan tergalau sepanjang hidupnya. Ditinggal Harry yang katanya cinta, tapi gak punya nyali buat maju nemuin keluarganya.

2025-05-19

0

Rini Antika

Rini Antika

semoga Aira hidup bahagia dengan pernikahannya

2025-04-24

2

Volis

Volis

Kan sudah bilang pas terakhir ketemu. Apa lagi yang kamu harapkan Aira.

2025-05-02

1

lihat semua
Episodes
1 Ini Hidup Aku
2 Aku Rela Menunggu
3 Jadi, Lamarlah Aku
4 Dia Sok Akrab
5 Jadi Istri Orang Lain
6 Aku Mencium Tangannya
7 Aku Akan Mencintaimu
8 Karena Aku Takut
9 Aku Tidak Mengerti
10 Aku Butuh Waktu
11 Sebagian Keluarganya Asik
12 Aku Belum Siap
13 Cuma Ingin Tahu
14 Ampuni Aku
15 Aku Akan Berusaha
16 Ini Demi Suamiku
17 Kapok Karena Rendang
18 Dia Kerja Keras
19 Dia Percaya Aku
20 Ya Rabb, Jaga Dia
21 Sekarang Ada Suamiku
22 Akhiri Hubungan Lama
23 Tukimo, Paman Kami
24 Kisah Paman Tukimo
25 Asmara Tukimo Muda
26 Kesetiaan Tak Luntur
27 Aku Ingin Protes
28 Tanpa Aku Sadari
29 Kisah Bunda Kasandra
30 Kami Lagi Bucin
31 Agenda Rihlah kemana?
32 Aku Ingin Silaturahmi
33 Sukamti dan Dikromo
34 Dia Menuduh Aku
35 Kesal sama Dia
36 Bocah Bau Kencur
37 Dia Ternyata Cemburu
38 Aku Tidak Galak
39 Bunda Kasandra Selamat
40 Menebus 9 Hari
41 Suamiku terlalu egois
42 Zayyan Putra Kasandra
43 Cinta Yang Nekat
44 Rasa Sakit Harry
45 Jangan Bercanda, Paman!
46 Rafardhan dan Azelique
47 Meski Kenangan itu Manis
48 Ibu yang Terasa Asing
49 Misi Menyelamatkan Aku
50 Suamiku Segalanya
51 Kita Keluarga, Ya?
52 Aku Mulai Pulih
53 Kita Selalu Bersama
54 Indah Untuk Kita
55 Runtuhnya Kekuasaan
56 Potongin Rambutku, ya
57 Dia Sekhawatir itu
58 Main Dulu Yuk
59 Perasaan Kompleks Ini
60 Malapetaka
Episodes

Updated 60 Episodes

1
Ini Hidup Aku
2
Aku Rela Menunggu
3
Jadi, Lamarlah Aku
4
Dia Sok Akrab
5
Jadi Istri Orang Lain
6
Aku Mencium Tangannya
7
Aku Akan Mencintaimu
8
Karena Aku Takut
9
Aku Tidak Mengerti
10
Aku Butuh Waktu
11
Sebagian Keluarganya Asik
12
Aku Belum Siap
13
Cuma Ingin Tahu
14
Ampuni Aku
15
Aku Akan Berusaha
16
Ini Demi Suamiku
17
Kapok Karena Rendang
18
Dia Kerja Keras
19
Dia Percaya Aku
20
Ya Rabb, Jaga Dia
21
Sekarang Ada Suamiku
22
Akhiri Hubungan Lama
23
Tukimo, Paman Kami
24
Kisah Paman Tukimo
25
Asmara Tukimo Muda
26
Kesetiaan Tak Luntur
27
Aku Ingin Protes
28
Tanpa Aku Sadari
29
Kisah Bunda Kasandra
30
Kami Lagi Bucin
31
Agenda Rihlah kemana?
32
Aku Ingin Silaturahmi
33
Sukamti dan Dikromo
34
Dia Menuduh Aku
35
Kesal sama Dia
36
Bocah Bau Kencur
37
Dia Ternyata Cemburu
38
Aku Tidak Galak
39
Bunda Kasandra Selamat
40
Menebus 9 Hari
41
Suamiku terlalu egois
42
Zayyan Putra Kasandra
43
Cinta Yang Nekat
44
Rasa Sakit Harry
45
Jangan Bercanda, Paman!
46
Rafardhan dan Azelique
47
Meski Kenangan itu Manis
48
Ibu yang Terasa Asing
49
Misi Menyelamatkan Aku
50
Suamiku Segalanya
51
Kita Keluarga, Ya?
52
Aku Mulai Pulih
53
Kita Selalu Bersama
54
Indah Untuk Kita
55
Runtuhnya Kekuasaan
56
Potongin Rambutku, ya
57
Dia Sekhawatir itu
58
Main Dulu Yuk
59
Perasaan Kompleks Ini
60
Malapetaka

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!