Kadang menyembunyikan perasaan dan kenyataan yang sebenarnya, jauh lebih menyakitkan. Daripada kamu berterus terang, namun hanya memberikan harapan. Dimana orang yang berharap adalah dia yang selama ini selalu mendukungmu.
Yang selama ini berusaha mengerti, namun kamu selalu membangun tembok privasi begitu tebal, tinggi dan kokoh.
Dia berulang kali berusaha menerjang, memanjat bahkan menjebol. Karena lapisan demi lapisan sudah kamu desain sedemikian rupa agar tidak ada yang bisa menembusnya.
Satu-satunya cara adalah si pemilik tembok harus mau memberi pintu, agar bisa dibuka.
Jika ada rumah tanpa pintu, itu adalah suatu hal yang mustahil ada. Bahkan sebuah lelucon konyol juga memprihatinkan. Begitu bodohnya orang yang mendesain rumah seperti itu.
Apa untungnya?
Mungkin suatu hari nanti, bangunan itu akan ada pintunya. Sang pemilik membutuhkan banyak keberanian. Menghadapi kenyataan dan ketakutan yang ada. Menyembunyikan sesuatu, pasti akan terkuak juga nanti.
Semua hanya masalah waktu.
Ya, hanya waktu saja yang mampu mengungkapnya. Setahun, dua tahun, sepuluh tahun. Bahkan seratus atau seribu tahun, saat kamu sudah menjadi fosil.
Menunggu ahli sejarawan mengungkap semua?
Sepenting apa dirimu? Lebih baik ada, lalu dilupakan. Atau melupakan kemudian menghilang.
.
.
.
.
.
*****
"Nggak bisa kayak gini. Aku sudah berjanji untuk membawa Lisa pulang. Apapun yang terjadi pernikahan ini harus terlaksana. Masa bodoh dia membenciku sampai kapan, toh sekarang dia juga sudah benci." Yola masih membatin menghadapi sikap Lisa.
Airmata di pipinya sudah kering. Stop scene menye-menye kali ini. Yola harus kuat menerima kenyataan bahwa orang yang di sayang dan didukung selama ini, harus bersitegang karena masalah pernikahan.
Ekhem...
Yola mencoba menguatkan diri. Menarik nafas kemudian menghembuskannya. Seperti membuang beban yang ada. Plong, walaupun sedikit.
"Lisa. Apapun yang terjadi kamu harus pulang. Mau kamu menolak, aku akan tetap membawamu pulang. Kamu benci aku, aku terima. Mulai sekarang, terserah mau bagaimana. Yang penting pernikahan hari ini harus terjadi! " tegas Yola mengucapkannya.
"Nggak mau. Kamu nggak bisa maksa aku, La! " Lisa menolak, marah.
Yola tidak sabar, lalu meraih tangan Lisa. Berusaha menariknya agar ikut pulang.
"Lepas! Lepasin Aku, La! Kamu kok tega banget sama aku! " Lisa berteriak.
"Kamu yang tega! " balas Yola.
"Tolong...tolong...tolong...Lepasin aku! " kembali dia berteriak, berharap ada yang menolongnya. Sambil berusaha lepas dari cengkraman tangan Yola.
Yola segera bertindak, stun gun dikeluarkan, namun belum selesai Yola beraksi, Lisa berhasil lepas dan berlari.
Yola pun tidak tinggal diam. Dia mengikuti kemana kaki Lisa pergi. Walaupun Yola berlari tanpa alas kaki, namun langkah kakinya lumayan cepat.
Karena dulu fisiknya sudah biasa terlatih sejak, Sehingga lebih mudah menyusul Lisa. Sedikit lagi Yola meraih badan Lisa.
"Kena kau, Lis! " Yola menyeringai. Tangan kanan yang memegang stun gun di arahkan ke badan Lisa.
Dan, drrrttttt...
.
.
Yola malah terjatuh, kaget. sengatan listrik itu berbalik mengenainya. Seseorang menampik tangan Yola, sontak tangan kanan mengenai lengan tangan kirinya.
Yola roboh.
Lamat-lamat dia melihat sosok bayangan itu. Bayangan yang menggagalkan rencananya. Kecewa dan benci bergumul menjadi satu dalam hati Yola. Dia ingin membuat perhitungan dengan orang itu, juga Lisa.
Sepertinya Yola kenal. Walau orang itu memakai baju serba hitam, topi dan masker.
Baru saja Yola meraih kaki orang itu. Dunianya sudah gelap.
*****
Yola membuka mata. Dia kaget telah berada di sebuah ruangan. Kemudian otaknya mengingat ulang kejadian sebelumnya.
Rasa marah menguasai dirinya. Cepat-cepat dia bangun untuk mengejar Lisa.
Tapi kepalanya sedikit pusing. Yola menggeleng-gelengkan kepala agar segera sadar penuh. Lalu memeriksa sekeliling.
kamar Lisa?
Hah? Bagaimana bisa. Apa aku tadi bermimpi. Atau saat ini bermimpi. Tunggu, Bajuku.
Yola memperhatikan baju yang melekat di tubuhnya. Masih tidak percaya, dia kembali menggerayangi seluruh anggota badannya yang ternyata sudah berubah. Mulai dari kepala, telinga, badan, tangan dan kakinya.
Ini kebaya yang dibeli Lisa kemarin.
Jadi?
Yola melotot, bengong, kaget.
Brakk...
Menoleh kearah suara. Ternyata Maya, ia pun masuk, menatap Yola dengan lega. "Alhamdulillah, Kak Yola udah sadar. Ayo cepat ke ruang ganti. Ada yang mau dijelaskan."
Belum sempat Yola bertanya tentang keganjilan yang terjadi, hanya sampai membuka mulut. Keburu dipotong oleh Maya.
"udah nanti aja tanyanya. Ini darura. Yuk! " Menarik tangan Yola untuk ikut dengannya.
*****
Di ruang ganti. Duduk seseorang yang telah menunggu Yola. Dialah Alan. Calon suami Lisa yang mungkin saja calon sadboy.
Yola mulai mengaitkan serangkaian kejadian. Melihat baju agar yang melekat di badan dan juga percakapan malam kemarin. Dia berpikir skenario Lisa memang berjalan sesuai rencananya.
Yola hanya tersenyum kecut memikirkan hal ini. Andai saja tadi tidak pingsan. Sudah pasti dia berhasil menangkap Lisa.
Hah, nasib sudah begini. Mau bagaimana lagi. Mari lihat apa yang akan ditawarkan Alan. Apakah nikah kontrak?
Mungkin.
Alan duduk dengan kaki bersilang di depan meja rias menghadap Yola. Tangan dilipat. Memakai setelan jas, celana dan sepatu hitam. Seperti pengantin yang akan ijab qabul pada umumnya. Peci yang dipakai pun tampak pas.
Dilihat dengan seksama dia ganteng juga. Goodlooking, sih. Tapi...
"Ngapain bengong disitu. Cepat kesini!" kalimat yang keluar dari mulutnya judes banget.
Mengetahui hal itu, hancur sudah kekaguman Yola akan diri Alan, ia pun melangkah gontai. Lalu duduk disebelah Alan.
"siapa yang nyuruh kamu duduk? Berdiri! " malah membentak. Jantung Yola serasa mau copot.
Usahakan menahan emosi kemudian tersenyum dengan terpaksa.
Pantas saja dibilang Mr. Coolkaz. Sifatnya begini. Kok mau-maunya Lisa pacaran dengan orang tempramen buruk seperti dia. Yola mencibir dalam hati. Dia pun kembali berdiri agak menjauh dari Alan.
"Dengar ya. Mau nggak mau, kamu harus mengikuti apa kataku, ini demi kebaikan Om Sam dan Tante Yuni. " nada suara Alan sudah turun.
"Mulai hari ini. Ingat kita akan melakukan nikah kontrak selama satu tahun. Bersikap seperti suami istri ketika di luar rumah. Sebaliknya di dalam rumah anggap saja kita dua orang asing. Kamu dengan urusanmu, aku dengan urusanku. Paham?" kembali Alan memberi penjelasan seperti penekanan.
Yola emosi. "Dia pikir dia siapa? Ngatur-ngatur hidupku." Aku mendengus kesal.
Kemudian Alan mengeluarkan sebuah map snail dari dalam laci meja. "Bacanya nanti aja. Kamu cukup tau dan turuti kata-kataku tadi. Setelah menikah kamu boleh mengubah syarat-syarat yang sekiranya berat buat kamu. kecuali poin pertama." memberikan map itu.
"Cepat tandatangani. Aku tunggu di depan, sepuluh menit lagi harus sudah di sana untuk ijab qabul. Kalau tidak, kamu akan aku laporkan ke polisi karena mencoba melakukan tindak kekerasan pada Lisa." Alan tersenyum sinis, kemudian melenggang pergi meninggalkan ruangan itu.
Yola terduduk lunglai. "Jadi tadi yang menampik tanganku adalah Alan. Dia tahu semua kejadian antara aku dan Lisa?"
Membuka map snail itu. Baru saja membaca judul tulisan itu. Yola sudah mengeluh.
"Tuhan...
Drama apa lagi ini? Kenapa aku terjebak dalam ruwetnya hubungan mereka. Apa salah dan dosaku terhadap mereka?
Apakah nanti kisah hidupku seperti drama Full House, atau seperti Fated to Love?
Arrrrghh...
Nggak mungkin, itu kan drama dengan ending hidup bersama walaupun nikah kontrak.
Tapi aku?
Hidup sama aktor judes, galak dan licik kayak dia. Mana bisa satu rumah dengan orang seperti itu. Hari-hariku yang cerah akan berubah suram, mendung dan kelabu."
Yola membayangkan siksaan fisik dan batin bagai hantu.
"Bagaimana kalau aku diperlakukan seperti pembantu?"
Yola menangis diam, "Ayah, Ibu. Aku harus bagaimana?"
Eh, tunggu. Tadi dia bilang masih bisa mengubah poin-poin lain kecuali nomor satu.
Segera Yola fokus membaca surat itu, terutama pada poin yang disebutkan Alan.
Isinya menyatakan bahwa menikah dalam satu tahun dan akan bercerai baik-baik tanpa menuntut apapun dari masing-masing pihak.
Yola sedikit tenang. Mungkin saja dia bisa menerima perjanjian poin satu. Oke, yang lain diurus nanti. Dia memutuskan akan bermain drama dalam satu tahun Alan.
Ya, Yola terima itu.
Tangannya mengepal. Dirasakan gejolak amarah menyelimuti hatinya. Mungkin dengan ini Yola bisa membalas perbuatan dua orang tadi, Lisa dan Alan.
Bahkan lebih, gara-gara Alan, Yola tidak bisa menangkap Lisa dan berakhir seperti ini.
"Kamu dan Lisa akan mendapat pembalasan nanti. Lihat saja."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Nunung Nurhasanah
aku dah nonton dua2nya, thor.. keren..
2022-10-21
0
Leni
full house harus ke Bali dulu terus rumah kamu dijual sama maya dibeli sama Alan .wwiiiiih seru pokoknya ditunggu mudah2an geregetgetegetnya kaya full house😁
2022-01-30
0
Kencana
yuhuuuuuu...mampir lgi thorr😘😘
2020-09-25
2