Tiba-tiba Yola malah menangis di depan Tante Yuni.
"Loh. Kamu kok malah ikutan nangis sih, Yola! " tante buru-buru mengusap air mata yang mengalir di pipi Yola.
Yola merasakan kelembutan dan perhatian dari seorang Ibu, ia pun menghambur kepelukan tante Yuni.
" Aku kangen, Tan. Aku kangen Ayah dan Ibu. Aku rindu dikhawatirkan mereka. Omelan mereka. Aku rindu, Tan..! " tangis Yola semakin menjadi. Semakin erat pula pelukannya.
Tante Yuni mendesah maklum, juga prihatin dengan Yola. Ia pun sengaja mengucapkan beberapa kata untuk menghibur Yola.
"Mulai sekarang kamu bisa manggil Tante dengan sebutan Ibu, atau Mama. Sama seperti Lisa. Mulai sekarang kamu juga harus siap di omelin." mencubit hidung merah Yola.
Lalu Tante Yuni tersenyum memandang gadis di hadapannya "Karena punya anak seperti kamu adalah suatu keberuntungan dalam hidup Rio dan Asri, ayah dan ibumu. Tante juga mau keberuntungan seperti mereka" kembali beliau mengusap rambut kepala Yola.
Yola pun mengangguk kecil, lalu kembali dalam pelukan Tante Yuni. Dia masih kurang puas dengan pelukan dari sosok Ibu.
"Tuhan, terimakasih sudah mengirimkan orang tua baru lagi untukku. Walau Aku dan Tante Yuni tidak ada ikatan darah, namun ikatan batin semoga saja selalu terbentuk dan berkembang menjadi cinta keluarga." begitu batin Yola berharap.
Rasanya masih kemarin dia berada di pelukan Ibunya. Rasanya masih kemarin dia bercanda dengan Ayahnya.
Padahal itu sudah lewat dua tahun lebih. Tapi Yola masih merasa orang tuanya berada di dunia ini.
*****
Pukul 20.00 WIB.
Yola tengah sibuk di dalam kamar, HP nya berbunyi. Panggilan dari Lisa.
"Halo Lis, ada apa? " Tanya Yola sambil fokus menghias kuku buatan, Nail-Art. Masih kurang 2 kuku lagi untuk para maid besok. Total ada empat orang bridesmaid.
Mereka adalah Yola serta tiga orang sepupu Lisa yang umurnya kurang lebih berjarak 1 tahunan satu sama lainnya.
"Duh, kurang dua aja kok mata ini nggak bisa diajak kompromi, ngantuk berat. Si Lisa juga nggak ngomong ini kemana sih.
dia lagi Be-Ol apa gimana. " Yola mengeluh karena sudah sepertiga kelopak matanya yang masih bisa diajak bekerja.
"Kenapa kemarin aku ngotot banget buat bikin nail-art segala. Tapi kan ini juga buat promosi produk baruku. Ya harus dong. Apalagi nanti bakal diliput media. Setidaknya satu dua foto kami memakai nail-art juga akan terpampang di media. Dan banyak yang kepo. Wah, ini karya siapa sih.
Mau dong nail-art kayak pernikahannya mempelai wanita si artis itu. Terus banyak deh yang pengen beli. Wahaha, ya ampun Yola, kamu pinter banget sih cari duit. Pernikahan temen aja dijadikan ajang buat promosi. Wkwkwk! " ucap Yola menyemangati diri sendiri.
Diseberang sana terdengar isak tangis. Yola menghentikan kegiatannya. Kemudian bergegas menuju kamar Lisa, sambil berjalan tanpa mematikan telpon.
Sampai didepan kamar Lisa, Yola langsung membuka pintu. Saat seperti ini Yola tak perlu izin. Nggak sopan?
Yola tidak ambil pusing jika dikatai seperti itu. Namun satu hal yang Yola ingat, sejak dulu jika ada masalah, Lisa selalu berdiam diri di kamar dan enggan berkomunikasi dengan orang lain.
"Lis, kenapa? " Yola mengulang pertanyaan ditelpon. "Eh, lupa belum dimatikan telponku." menepuk pipi sendiri. Lalu mematikan sambungan di gawainya.
Lisa mengusap airmatanya, lalu menyuruh Yola menutup pintu kamar.
Yola melaksanakan permintaan itu, kemudian duduk disebelah Lisa yang kini wajahnya sembab karena terlalu lama menangis.
"Olaaa.. " dia kembali terisak. Sepertinya ingin menyampaikan sesuatu, namun kata-katanya tercekat di tenggorokan. Mata yang hanya berkaca-kaca kini kembali menumpahkan airmata.
"Cup, cup, cup. Udah. Segede kingkong gini kok masih aja nangis! Cerita dong. Mumpung masih bareng ini. Besok kan udah dibawa suamimu! " celetuk Yola sambil mengusap-usap bahu Lisa.
Lisa Kembali menangis. Kali ini lebih keras. 'Duh, ini anak kayak bocah' Batin Yola.
"Ya udah, kalo nangis terus aku tinggal nih. Sana nangis aja sampai bintilan. Besok cantikan kami, pada Bridesmaid daripada pengantinnya" Yola menjauh dari duduknya, sok cuek. Kemudian berdiri hendak pergi.
Lisa berhenti menangis, "eh. Jangan pergi. Iya aku udah nggak nangis lagi. Aku mau cerita penting banget. Ini menyangkut masa depanku" sambil mengusap air mata. Kemudian menarik nafas lalu membuangnya.
Lisa menatap Yola dengan memelas. Sedangkan yang ditatap malah membalas tatapan dengan mata ngantuk. Mata Yola sudah benar-benat lelah, seharian berkutat dengan hal yang berhubungan dengan pernikahan besok.
"Jadi? " tanya Yola tidak sabar. Matanya melirik ke arah bantal. Rasanya bantal dengan sarung putih motif bunga itu seperti menawarkan diri untuk di tumbangi oleh kepala Yola.
"Jadi gini. Sebenarnya pernikahanku ini adalah pernikahan bohongan."
Ucapan Lisa membuat mata Yola langsung onfire, "hah?" tidak percaya dengan kalimat yang baru saja dia dengar.
"Apa? Bisa ulangi? aku nggak konsentrasi?" Yola meminta Lisa mengulang kalimatnya.
Kemudian Lisa kembali menarik nafas dan menghembuskannya, lagi.
"Pernikahanku rekayasa." Lisa mengakuinya sambil menatap Yola dengan wajah sedih.
Yola mangap, terkejut. Matanya melotot tidak percaya. "Apa-apaan ini. Lagi ngeprank atau gimana sih?
Yola melihat sekeliling, mencari tahu ada kamera tersembunyi atau tidak, siapa tau Lisa sedang live di sosial medianya dengan ngeprank Yola sebagai korban.
Tapi setelah diamati dan dicari, tidak ada. "Jadi ini beneran?" Yola melihat Lisa.
Lisa hanya menangguk.
Oh, tidak!
Amarah Yola naik seperempat darah. Bagaimana tidak, Yola merasa Lisa mempermainkan pernikahan. Sebuah janji suci dihadapan yang kuasa. Mana bisa dibuat bohongan.
"Edan ya kamu, Lis. Mana boleh kamu mempermainkan aturan kayak gitu? Nikah bohongan. Dosa tau! " seru Yola pada Lisa, alis tebalnya saling tertaut menandakan kondisi Yola yang sedang emosi.
"Aku tau kamu bakal bereaksi kayak gini. Tapi please aku mohon dengerin penjelasanku dulu. Cuma kamu yang mau dengerin segala keluh kesah aku. Walau selalu berawal kamu marah duluan, tapi akhirnya kamu selalu membantuku juga, kan". Lisa mengubah posisi duduknya.
Yola pun diam. Mencoba menenangkan diri. Banyak pertanyaan yang memenuhi otaknya. Antara spekulasi dan bermacam pertanyaan. Hingga menarik kesimpulan, 'Jadi dia anggap hubungan dengan kekasihnya selama ini apa?"
Mungkinkah sekedar drama atau akting untuk mengelabui om Sam dan tante Yuni yang mengharap Lisa menjalin hubungan dengan orang baik-baik.
"Aku hamil, La." Lisa tertunduk, malu mengakui.
Jeder!
Yola seperti disambar petir. Kekuatan pengakuan dengan sistem kejut terbesar. Hingga tak mampu bereaksi bahkan untuk sekedar berkedip.
"Aku hamil, tapi bukan sama Alan" Lisa menangis lagi, sambil menutup wajahnya.
Double jeder!
Kali ini jika petir sungguhan Yola mungkin sudah gosong, untungnya tidak.
Namun badan Yola lemas. Hatinya sedih melihat kondisi keluarga Lisa. Awalnya Yola kira semua baik-baik saja walau ada sedikit perdebatan ibu dan anak, namun ternyata tidak.
"La, kamu udah aku anggap kayak saudara aku sendiri. Aku yakin kali ini kamu bisa bantu aku."
"Emang selama ini aku nggak pernah bantuin kamu?
Tapi kalau menyangkut dengan kebaikan om dan tante aku sungguh minta maaf. Jika itu nggak baik buat mereka, aku nggak bisa." Yola merasa bimbang membantu Lisa, karena keputusan Lisa sudah Yola cium.
" Lagi pula siapa yang menghamili kamu? Udah berapa bulan? Selama ini kamu sama Alan itu hubungannya gimana? Bisa jelasin ke aku nggak sih! Kamu jahat banget nutupin ini dari aku. Udah sejak kapan kamu bohong ke aku? " tanya Yola bertubi-tubi. Rasanya Yola sudah semakin jauh dari Lisa. Bahkan tahu hal ini pun mendadak.
Lisa kembali menangis. Yola yang sudah jengah dengan tingkah Lisa masih mencoba mengalah. Yola mengatur emosi agar stabil.
"Oke lanjutkan ceritamu. Aku akan demgarkan, jika memungkinkan akan kasih kamu solusi."
" Makasih, La!" Lisa tersenyum sendu.
"Hmmm..." hanya itu yang keluar dari mulut Yola. Kemudian Yola kembali duduk di samping Lisa.
mencoba menyimak setiap kata yang keluar dari mulut Lisa. Namun karena bantal di sebelah Lisa juga menarik perhatiannya.
Yola pun meletakkan kepalanya di atas bantal itu.
Sebenarnya Tante Yuni juga harus tahu masalah ini. Suara Lisa seperti dengungan tawon yang sedang lewat, pikiran Yola malah ke hal lain. Dia mencemaskan orang tua Lisa.
'Kalau saja aku punya anak gadis dengan kasus seperti Lisa, pasti shock berat. Cukup satu orang saja, jangan sampai terjadi pada yang lain. Walau bagaimanapun sesuatu yang masih tabu dan memang seharusnya nggak terjadi sebelum ada ikatan yang sah. Aku paham, Lisa memiliki kesulitan tersendiri.
Hanya saja dia mungkin butuh waktu dan meyakinkan diri untuk menceritakannya. Aku tidak bisa terlalu menyalahkan dan mentolerir kesalahannnya ini. Harus dengan kepala dingin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
💞 IRENE 💞
ngakak perutku terkilir
2021-01-16
2
A.F
Apaaah? Nikah bohongan? 😱 belum lagi double attack hamil duluan + bukan sama si calon mempelai. Bikin geleng² kepala ajaa.. konfliknya asik banget nih thor
2020-09-29
3