Jam menunjuk hampir ke angka 1. Sebentar lagi rombongan pengantin pria akan datang.
Yola mondar mandir panik. Menelepon Lisa tidak diangkat-angkat. Hatinya berharap sekali saja Lisa mau mengangkat telepon itu.
"Cepat, cari! Cari Lisa sampai ketemu. Kerahkan semua bodyguard dan orang yang mampu mencarinya. Pokoknya harus ketemu. Kalau tidak, kalian akan ku pecat.
Cepat cari! " teriak Om Sam, sambil ngos-ngosan.
"Akkhhh..... " Beliau memekik kesakitan. Memegangi dadanya. Penyakit jantungnya kambuh semakin menjadi.
Beberapa orang segera pergi keluar sesuai arahan Om Sam, beberapa lagi sibuk menenangkan.
Yola semakin panik, kemudian muncul sebuah ide.
GPS!
Apakah GPS Lisa aktif. Segera Yola mengeceknya.
Tersenyum puas saat tahu Lisa mengaktifkan lokasi keberadaannya. Akhirnya menemukan titik terang.
Lagi, dia mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Melihat orang-orang yang sedang bingung, sedih dan juga panik seperti dirinya.
Kak Nana yang sibuk mengipasi Tante Yuni, beliau masih menangis sesenggukan. Om Sam di tenangkan oleh saudara yang lain. Keadaannya sudah lebih tenang, namun jika terus seperti ini dan Lisa tidak kunjung datang, mungkin saja Om Sam bisa lebih gawat kondisinya.
Yola menghela nafas, kemudian memberi kode kepada Maya untuk mengikutinya. Sambil mengedipkan mata.
"Kenapa Kak. Kelilipan? " tanya Maya tidak paham.
"Ikut aku cari Lisa. " bisik Yola dekat telinga Maya.
Maya hanya mengangguk.
"Bawa kunci motormu ya! " perintah Yola kemudian sambil berlalu dari kamar itu. Bergegas pergi.
Mereka berdua melangkah keluar kamar tanpa ketahuan. Ketika sampai di luar, Maya segera mengambil motor skuternya.
Yola yang mengemudi, tepat sampai di depan pintu gerbang, mereka melewati beberapa wartawan.
Sebisa mungkin berusaha menyembunyikan diri, untung memakai masker. Tak lupa memakai jaket juga agar tidak ketahuan bahwa wajah mereka sedang dalam kondisi panik.
****
Dalam perjalanan, Maya mulai mengeluh panas, karena matahari sungguh sangat terik membakar kulit.
Dia mulai cerewet.
"Aduh... Kak Ola yang bener aja dong. Kenapa kita nggak naik mobil aja. Malah motor. Aku belum pake suncream tadi, alamat gosong kulitku." mengusap peluh di wajahnya.
Kemudian mengambil kaca kecil dari dalam saku jaketnya. "Tuh kan, bedakku luntur!" Dia mengeluh sambil membuka masker. Maya sangat menghawatirkan kondisi wajahnya.
"Ya udah, turun disini. Terus balik sendiri. Aku nggak mau ditemenin orang bawel! " Yola mendadak ngerem, berhenti.
Maya merasa bersalah "Iya, iya. Maafin Maya kak. Janji nggak rewel lagi! "
Kembali Yola menstarter motor itu, melaju melewati lampu merah. Maya yang memandu harus belok kemana. Karena dia yang memegang hp, sementara Yola menyetir.
"Kak ini posisinya udah udah dekat sama target. Sekitar setengah kilometer. Di ujung nanti ketemu pertigaan kecil belok kiri! " seru Maya.
Yola merasa seperti hendak menangkap buronan yang kabur.
"Kak Lisa stuck disitu kak. Berhenti disini aja" ucap Maya sambil menepuk bahu Yola.
Yola segera menepi. Mereka turun dan bergegas mengikuti arahan GPS tempat Lisa berada. Yola memberi kode untuk berjalan pelan, agar tidak bersuara.
Saat seperti ini tepatnya menyetel musik ala Sherlock Holmes lebih mantab. Biar greget dan deg-degan nya terasa, namun tetap berusaha agar tidak ketahuan. Seperti detektif atau malah seperti penculik tepatnya?
"Eh, Kak. Terus nanti kalau kita udah bisa menangkap kak Lisa, habis itu diapain. Emang bisa bawa balik dengan kekuatan kita ini." Maya berbisik.
Yola tersenyum jahat. Kemudian mengeluarkan sebuah alat dari saku jaketnya. Layaknya Doraemon yang mengeluarkan senjata dari kantong ajaib.
Maya kaget tidak percaya, sambil menutup mulutnya.
Stun Gun!
Alat yang kini ada di genggaman Yola itu sukses membuat Maya terdiam.
"Alat ini selalu kubawa kemanapun aku pergi. Sebagai alat untuk berlindung diri kan nggak apa-apa. Namun dibatasi untuk ukuran KV nya." jelas Yola berbangga.
"Tapi kak. Pakai alat kayak gitu boleh sembarangan? itu ilegal nggak? " tanya Maya yang benar-benar polos.
"Selama tidak digunakan untuk kejahatan boleh aja! " Yola menyanggah perkataannya. Walau Yola sendiri belum tahu hukum penggunaan benda itu di negara ini, kalaupun harus mengurus surat izin sepertinya harus dipikirkan kembali.
"Tapi kak, nanti kita bakal nyetrum badan Kak Lisa. Trus ini berapa volt? "
"15.000 kv" jawabku.
"Lah, itu kan bisa bisa bikin pingsan, Kak. Masuk tindak kejahatan dong. Menyakiti orang lain. Nanti kita dipenjara
Apalagi Kak Lisa hamil " Maya bergidik takut.
Roll eye Ala Yola, sebal dengan tingkah Maya yang mulai cerewet. Tatapan mata elang dan tangan yang memegang Stun gun, siap menyetrum ke Maya.
Seketika gadis itu menutup mulut dengan masker. Matanya ia alihkan ke depan. Takut melihat wajah galak di sampingnya. Menandakan bahwa Maya tak akan bertanya lebih jauh lagi.
Beberapa orang yang berlalu lalang disekitar dua penguntit itu, menatap aneh.
"Kenapa ya, apa kita terlalu mencolok?" tanya Yola ke Maya. Maya hanya menggeleng tidak tahu.
Tepat berada persis di depan toko baju dengan sebuah kaca besar sebagai dindingnya. Bayangan dua manusia berjaket pink dan hitam, memakai helm retro sedang mengendap-endap.
Yola menoleh dan menyaksikan hal itu. Oh tidak, Dia pun menghentikan tingkah konyol ini.
"Pantas mereka aneh, kita juga aneh!" seru Yola. Kemudian berjalan biasa. Seolah tidak ada hal yang memalukan terjadi.
Yola melepas helm lalu menitipkannya di sekitar sana. Begitupun dengan Maya.
"Copot tuh sepatu. Kayak kuda aja bunyinya! " celetuk Yola pada Maya di tengah misinya.
"Hah? Terus aku pakai apa dong? Curang ih. Kalo gitu kak Ola juga harus copot sepatu. Kita seri! " Maya tidak mau kalah.
Terpaksa Yola menuruti permintaannya.
Saat sedang melangkah, Yola merasa ada seseorang yang mengikuti. Untuk hal ini Maya sepertinya juga merasakan hal yang sama.
Terbukti beberapa kali dia memberi kode-kode lewat sandi di jarinya. Kode ini hanya dipahami oleh Yola, Lisa dan Maya.
Yola mengangguk paham. Kemudian membalasnya dengan kode jari juga. Meminta saling berpisah sementara. Memberi perintah kepada Maua agar akan mengecoh sang penguntit. sementara Yola terus mengikuti koordinat Lisa yang makinberjalan tergesa di depan.
Maya pintar dalam hal beladiri. Tahun lalu ia menjadi peserta lomba Silat antarkota mewakili sekolahnya. Jadi tidak perlu mengkhawatirkannya.
Saat ini ad a sekitar 10 menit Yola berpisah dari Maya.
'Sepertinya tidak ada yang mengikuti. Justru akulah sang penguntit itu.' Batin Yola sambil geleng-geleng tidak percaya dengan pengalaman hari ini.
"Lisa...! " teriak Yola saat tahu gadis yang dipanggilnya baru keluar dari sebuah pintu rumah.
Lisa terdiam, Yola pun mendekaylt. Badan saling berhadapan dengan jarak dua meter.
"Ayo pulang, Om dan tante sudah menunggu. Kasihan mereka. Om jantungnya kumat" Yola berusaha membujuknya pelan sambil tersenyum.
"Papah! " dia memekik pelan. Matanya berkaca-kaca. Perasaan bersalah hadir di relung hati.
"Enggak, kamu bohong. Papah udah sembuh dari sakitnya. Tahun lalu udah di operasi. Kamu mau aku pulang dan nikah sama Alan kan? Nggak bisa, La. Kamu jangan paksain cinta aku! " dia menolak mentah ajakan Yola.
"Bukan, aku juga nggak tahu kalau jantungnya Om bisa kambuh. Benar, aku nggak bohong. Tapi untuk keinginan agar kamu melanjutkan pernikahan kamu sama Alan, iya aku memang ingin itu terjadi." Yola juga keukeh.
"Coba kamu pikir. Dengan perbuatan kamu ini. Kamu udah bikin banyak orang terluka. Papa dan Mama kamu, Alan dan keluarganya. Juga Aku. Aku sebagai sahabat kamu pun, kecewa. 😣 Kecewa karena aku nggak bisa jadi sahabat yang baik buat kamu.
Kecewa karena aku nggak mengerti jalan pikiranmu yang semakin hari semakin menutup diri dari orang lain. Kecewa kalau kita nggak kayak dulu lagi. Saling terbuka dengan masalah masing-masing." Airmata Yola juga menganak sungai.
"Kamu bilang, kita sahabat? 😏 Maaf, kamu terlalu naif jadi orang. Selama ini aku cuma menganggap kamu teman biasa. Curhat sekedarnya. Jadi kamu jangan mengharap menjadi orang penting dalam hidupku. " kata-kata Lisa begitu menghujam jantung.
"Lagian kamu juga udah ngerebut kasih sayang Mama dan Papaku. Jadi kepergianku nggak bakal ngefek ke mereka. Paling sedih sehari dua hari. Habis itu mereka akan hidup bahagia tanpa anak durhaka sepertiku. Itu kan yang kamu inginkan? Kamu nggak usah sok peduli sama aku. Orang kayak kamu itu banyak. Aku udah sering ketemu." lanjutnya.
"Aku nggak pernah berpikir seperti itu. Benar, Lis. Kalau kamu pengen aku pergi dari rumah kamu. Aku siap. Tapi, tolong kembali ke rumah! " Yola memelas, sedih rasanya dituduh orang yang disayang dan dipercaya sejak kecil.
Bayangan kebersamaan keduanya sejak kecil, bermain congklak, tidur sekamar, berkemah di halaman depan rumah, makan bareng dan lainnya mulai terbayang.
"Aku pikir memiliki ikatan batin sebagai sahabat. Ternyata memang aku yang terlalu lugu. Seseorang bisa saja berubah kan." Yola mengusap airmatanya.
Semilir angin berembus, menerpa air mata yang hampir baru saja keluar itu. Yola pikir, Tuhan ingin menghapus airmatanya lewat angin.
Haha, aku terlalu berpikir jauh, konspirasi alam apa?
Dulu dan sekarang memang tak ada hal yang sama. Yola terlalu mengharap persahabatan itu selalu ada.
Namun ini adalah dunia. Tak ada yang abadi, tak ada yang kekal. Bahkan cinta yang dibawa dari hidup sampai mati. Tentu akan hilang seiring waktu. Digantikan dengan yang baru.
Apalagi hanya status "Sahabat Masa Kecil"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
💞 IRENE 💞
seruuuu thor
2021-01-16
2
Kencana
semangat thor🔥🔥😍
2020-09-25
0
setianingsih
keren thor lanjut thor
2020-09-25
2