"Arga, gimana? Kamu lulus kan?"
"Lulus, Nya. Alhamdulillah. Kamu juga kan?"
"Iya. Kita jadikan daftar ke SMA Kenanga?"
Tiba-tiba Arga diam. Dia tidak menjawab pertanyaan Anya. Dia lalu mengajak Anya ke kantin.
"Kamu mau makan apa, Nya?"
"Terserah kamu aja, Ga", jawab Anya.
Setelah pesanan diantar ke meja mereka, Anya kembali menyinggung tentang pertanyaannya tadi.
"Ga, kamu belum jawab pertanyaan aku yang tadi", kata Anya.
"Nya, sebenernya aku pengen ngomong sesuatu sama kamu".
"Ngomong apa, Ga?"
"Mungkin, ini adalah terakhir kalinya kita makan berdua".
"Maksud kamu apa, Ga?"
"Nanti sore aku harus pindah ke Kalimantan, Nya. Papaku dipindah tugaskan ke sana. Jadi, aku harus ikut ke sana juga".
"Kenapa baru ngomong sekarang, Ga?"
"Maaf, Nya. Aku takut bakalan bikin kamu sedih".
"Justru karna kamu ngomong secara dadakan begini, aku jadi ngerasa sedih, Ga. Seharusnya kamu ngomong dari awal".
"Iya, Nya. Aku tau, aku salah. Maafin aku".
"Berangkat jam berapa nanti?"
"Jam 3 sore, Nya".
Anya kemudian meletakkan sendoknya. Ia bersandar di kursi yang sedang ia duduki. Nafasnya mulai sesak karna harus menahan air matanya.
"Kamu tenang aja, Nya. Aku di sana cuma 2 tahun kok, bahkan kata Papaku, bisa kurang dari 2 tahun".
"Ga, kalau kamu di sana, terus kita gimana komunikasinya?", tanya Anya.
"Kamu tulis nomer Mama kamu di sini, nanti kalau di sana aku udah dibeliin hape, aku bakal ngehubungin kamu", kata Arga sambil menyodorkan selembar kertas putih beserta bolpoin.
Ya, mereka berdua memang belum memiliki hape. Arga dan Anya sepakat beli hape sama-sama saat masuk SMA nanti. Mereka berdua memang sedang menjalin hubungan yang sangat dekat. Arga adalah teman Anya sedari kecil. Rumah mereka berdekatan, hampir setiap hari mereka bermain bersama. Dan ketika mereka harus berpisah, rasanya itu sangat berat buat mereka berdua, terutama untuk Anya.
"Biarkan hubungan kita tetap seperti ini terus ya, Nya. Meskipun aku jauh dari kamu, tapi kamu harus selalu ingat, kalau kamu tetap ada didekat aku, di sini, di dalam hati aku", kata Arga sambil menujukkan jari telunjuknya ke dada.
"Kamu harus janji satu hal sama aku, Ga".
"Apa?"
"Kamu cepetan hubungin aku pas kamu udah dibeliin hape sama Papa kamu. Kamu juga jangan pernah lupain aku, Ga".
"Itu pasti, Nya. Kamu jangan khawatir".
Anya tersenyum tipis. Arga kemudian mengajak Anya pulang, karena dia harus segera beres-beres. Tepat pukul 1 siang, Arga selesai membereskan semua barang-barangnya. Semua itu juga atas bantuan Anya. Sedari pulang sekolah tadi, Anya hanya pulang untuk ganti baju, yang kemudian ia langsung pergi ke rumah Arga.
Jam telah menunjukkan pukul 2. Arga dan kedua orang tuanya harus segera berangkat ke bandara. Pesawat mereka akan take off jam 3.30 sore ini. Anya ikut serta mengantarkan Arga ke bandara. Sepanjang perjalanan, Anya terus berpesan kepada Arga untuk selalu menepati janjinya. Arga pun berulang kali meyakinkan Anya agar dia percaya dengan semua yang diucapkan oleh Arga.
"Nya, kamu di sini jaga diri baik-baik ya. Jangan lupa sholat, makan tepat waktu, jangan telat-telat lagi", kata Arga.
"Iya, Ga. Kamu juga ya. Aku bakalan nunggu kamu sampai kamu balik lagi ke sini".
"Iya. Aku masuk dulu ya. Bye...."
"Bye...."
Mata Anya mulai berkaca-kaca. Ia melambaikan tangan kepada Arga, hingga Arga tidak terlihat lagi. Dan tak terasa, air matanya sudah jatuh membasahi pipinya. Ia kemudian pulang. Pulang dengan sejuta harapan, bahwa Arga akan segera datang lagi ke sini.
...****************...
Tiba-tiba Anya tersadar dari lamunannya. Kejadian 2 tahun lalu memang sering mengganggu fikirannya. Bahkan tak jarang, ia selalu memimpikan Arga datang untuk menemui dia.
"Lu kenapa sih, Nya? Dari tadi gue perhatiin, lu tu ngelamun aja", tanya Sharen.
"Ren, ternyata omongan lu itu bener".
"Omongan gue yang mana?"
"Dia nggak nungguin gue, Ren. Dia udah sama cewek lain".
"Dia siapa? Si Arga?", jelas Sharen.
Anya hanya mengangguk sambil terus mengaduk-aduk minuman yang ada di hadapannya.
"Gue kan udah bilang berkali-kali sama lu, Nya. Tapi elu nggak pernah percaya sama omongan gue".
Anya menangis. Ia hanya mampu terisak. Rasa kecewa dan sakitnya, kini benar-benar serasa menusuk hatinya.
"Kapan lu ketemu sama dia?"
"Kemarin pas gue lagi jalan sama kak Banyu. Gue ketemu sama Angeline, temen SMP gue. Dan ternyata, dialah perempuan yang saat ini menjadi dambaan si Arga".
"Nah loh. Kalau sudah begini, lu baru ngerasain sakitnya kan? Lu sih, keras banget kalau dinasehatin".
"Terus gue harus gimana, Ren?"
"Dalam keadaan seperti ini lu masih bisa nanya lu musti gimana? Lu tu emang bener-bener ya, Nya. Lupain!!! Tinggalin dia!! Nggak usah lagi ngarepin dia!!!"
"Susah, Ren..."
"Sekarang lu liat deh. Lu ada kak Banyu yang setiap saat dan setiap waktu selalu nanyain kabar lu. Dia selalu perhatian, selalu baik sama lu, walaupun kadang lu sering cuekin dia. Apa yang kurang dari kak Banyu? Sadar dong, Nya. Si Arga tu nggak lebih baik dari kak Banyu!"
"Jadi maksud lu, gue harus jadian sama kak Banyu?"
"Gue nggak nyuruh lu buat jadian sama kak Banyu. Tapi gue cuma nyuruh lu sadar, kalau kak Banyu itu lebih pantes buat elu!"
Anya kembali diam. Dia terus menangis. Menyesal sudah pasti. Tapi, apa yang bisa dia buat untuk saat ini, kecuali harus menghadapinya, walaupun sebenarnya ia sendiri tidak ingin berhadapan dengan kenyataan ini.
"Udah yuk. Gue anterin lu pulang. Lu jangan sedih lagi. Udah, lupain. Lupain. Yakin lu bakalan dapet cowok yang lebih dari Arga".
Kemudian mereka pulang. Sesampainya di rumah Anya, Anya langsung bergegas masuk ke kamar. Dia duduk sejenak di atas kasurnya sambil memandang sebuah almari kecil yang sudah 1 tahun ini tidak pernah dia buka.
Dan entah kenapa, tiba-tiba dia ingin membuka kembali almari itu, almari yang berisi sebuah kotak berukuran sedang. Kotak itu tertutup rapat dengan sebuah gembok berbentuk hati. Anya lalu membukanya, kemudian mengeluarkan semua isinya. Semua barang yang ada di dalam kotak itu adalah pemberian Arga. Semua barang yang selalu Arga berikan kepada Anya, selalu Anya simpan di dalam kotak itu.
Kini pandangan Anya tertuju pada sebuah foto. Foto yang masih terlihat bersih dan bagus walaupun sudah berumur belasan tahun. Ya, itu adalah foto Anya dan Arga sewaktu masih kecil.
Anya terus memandangi foto itu sambil mengusap-usap muka Arga. Sesekali ia tersenyum saat mengingat masa-masa kecilnya bersama Arga. Tak dapat dipungkiri olehnya, kalau rasa sakit ini, tidak bisa membuat Anya untuk terus membenci dan melupakan Arga begitu saja.
Bersambung ❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Puput Bundabejo
tuh kan beneran pacarnya Angeline di Arga orang yg d tunggu" sana anya
2020-11-30
2